JERNIH – Salah satu masalah pada jantung adalah gangguan pada iramanya. Detak jantung yang terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur disebut penyakit aritmia jantung. Umumnya, penyakit ini ditandai dengan gejala berdebar, pusing, seperti mau pingsan, lemas, sesak nafas.
Tetapi, banyak juga penderitanya yang tidak mengalami gejala apapun sehingga pasien tidak memeriksakan diri ke dokter jika kondisi masih ringan. Sebaiknya, rutin melakukan medical check up (MCU) untuk mengetahui potensi terjadinya aritmia jantung dan deteksi dini penyakit jantung coroner. Dari hasil MCU, dokter akan menyarankan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis.
Dr. Febtusia Puspitasari SpJP, FIHA dari RS Premier Bintaro mengungkapkan ada beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan seperti Elektrokardiografi yaitu tindakan merekam listrik jantung untuk mendeteksi kelainan irama atau holter monitoring yaitu perekaman listrik jantung terus menerus selama 24 jam atau lebih untuk mendeteksi aritmia.
Ada juga ekokardiografi yaitu pemeriksaan ultrasonografi (USG) jantung untuk mengetahui kelainan struktur dan fungsi katup dan otot jantung serta mengukur kekuatan pompa jantung. “Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah treadmill test atau exercise stres test yaitu uji latih jantung untuk menilai cukup atau tidaknya suplai darah dan oksigen ke otot jantung oleh arteri koroner serta menilai adakah kelainan irama jantung dan peningkatan tekanan darah yang terlampau cepat,” katanya, dalam keterangan tertulinsya, kemarin.
Sedangkan CT scan jantung bertujuan untuk mendeteksi adanya penumpukan kalsium di arteri koroner serta menilai letak dan beratnya sumbatan di arteri koroner akibat plak aterosklerosis. MRI jantung juga bisa dilakukan untuk mengevaluasi struktur anatomi, ukuran ruang-ruang jantung, fungsi pergerakan, inflamasi atau peradangan pada otot jantung, pola aliran darah, pola dan distribusi jaringan parut/skar pada otot jantung.
“Sedangkan kateterisasi jantung adalah pemeriksaan invasif untuk melihat letak penyempitan arteri jantung dan beratnya sumbatan pada arteri jantung dengan memasukan selang kecil (kateter) ke pembuluh darah,” jelasnya
Siapa saja bisa berisiko terkena penyakit aritmia jantung ini, terutama pada mereka yang rentan dan sensitif terhadap zat yang terkandung dalam obat untuk mengobati batuk dan pilek, penderita hipertensi lama yang tidak terkontrol, orang pasca serangan jantung, dan penderita kelainan katup jantung.
Selain itu, para pengguna narkoba dan zat aditif, mereka yang mengonsumsi alkohol dan kafein berlebihan, dan perokok karena kandungan nikotin serta karbon monoksida dalam rokok berbahaya bagi jantung dan pembuluh darah. Risiko serangan jantung juga meningkat pada penderita diabetes, hipertensi, obesitas, dan stres yang paling banyak disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat.
Oleh sebab itu, saatnya kita mulai menelisik lagi bagaimana cara kita menjalankan hidup dan pola makan selama ini. Dr. Febtusia Puspitasari SpJP, FIHA mendorong masyarakat untuk lebih serius menanggapi persoalan penyakit jantung. Ia pun menyarankan cara paling sederhana untuk menjaga kesehatan jantung adalah mengonsumsi asupan yang baik untuk jantung, seperti oatmeal, ikan salmon, dan mengurangi makanan manis agar gula darah juga terkontrol.
Selain itu, berolahragalah secara rutin dengan intensitas ringan yang terukur, seperti yoga, pilates, sepeda, dan joging setidaknya 150 menit dalam seminggu. Tekanan darah juga perlu dijaga dengan cara cukup tidur dan tidak stres serta mengonsumsi obat penurun tekanan darah tinggi secara teratur dan konsisten. “Mengatasi stres bisa dengan meditasi, mendengarkan musik, menonton film komedi, melakukan hobi ringan, seperti melukis atau berkebun dengan hati senang,” katanya.
Selain menjalankan pola hidup sehat, masyarakat disarankan oleh Health Product Manager Sequis Ninis Melodie untuk memiliki asuransi kesehatan sejak masih sehat karena jika harus mendapatkan perawatan medis selain biaya perawatannya yang mahal, masa pengobatannya pun memakan waktu. “Lagipula, setelah tindakan operasi, pasien perlu melakukan pemeriksaan rutin yang tentunya akan membutuhkan ekstra bujet. Dengan memiliki asuransi kesehatan maka biaya pengobatan akan ditanggung oleh perusahaan asuransi sesuai kebijakan yang tercantum pada polis,” tambahnya.
Perawatan medis pada penyakit jantung yang menelan biaya sangat tinggi biasanya pada kateterisasi jantung, operasi bypass, dan pemasangan ring jantung. Biayanya berkisar Rp100 juta hingga lebih dari Rp200 juta tergantung pada tingkat kritisnya kondisi pasien. Jika memiliki asuransi kesehatan dengan manfaat maksimal, tentunya biaya yang bisa menelan hingga ratusan juta ini tidak perlu ditanggung sendiri oleh pasien. [*]