Jakarta – Kementerian Keuangan Sri Mulyani memperkirakan shortfall pajak tahun ini mencapai Rp388,5 triliun atau minus 5,9 persen. Pemerintah juga akan memangkas sejumlah anggaran kementerian dan lembaga seiring dengan kebutuhan untuk penanganan wabah Covid-19.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mematok proyeksi penerimaan pajak sebesar Rp1.642,6 triliun pada APBN 2020. Sementara itu, outlook terbaru menunjukkan penerimaan pajak tahun ini hanya akan mencapai Rp1.254,1 triliun.
Menteri Keuangan mengungkapkan shortfall telah memperhitungkan sejumlah faktor. “Pertama, dampak penurunan ekonomi dan perang harga minyak. Kedua, fasilitas pajak insentif tahap II dalam PMK 23/2020 senilai Rp13,86 triliun. Ketiga, relaksasi stimulus tambahan sebesar Rp70,3 triliun. Keempat, antisipasi penundaan dividen omnibus law sebesar Rp9,1 triliun,” katanya, Kamis (30/4/2020).
Dari data Kemenkeu, penerimaan bea dan cukai juga mengalami shortfall hingga Rp14,6 triliun atau minus 22,2 persen. Alhasil, proyeksi penerimaan dari bea dan cukai pada tahun ini susut menjadi Rp208,5 triliun. Menurut Sri Mulyani, angka tersebut telah memperhitungkan dampak stimulus pembebasan bea masuk untuk 19 industri.
Menteri Keuangan juga mengungkapkan langkah realokasi dan refocussing anggaran menjadi salah satu prioritas Presiden Jokowi. Langkah realokasi dan refocussing anggaran belanja negara untuk penanganan Covid-19 mencapai Rp190 triliun.
Dari total tersebut, penghematan dari kementerian dan lembaga (K/L) mencapai Rp95,7 triliun dan TKDD sebesar Rp94,2 triliun. “Selain itu ada realokasi cadangan sebesar Rp54,6 triliun,” ujar Sri Mulyani.
Dari sisi K/L, penghematan sebesar Rp95,7 triliun berasal dari pemotongan belanja barang senilai Rp52 triliun yang diambil dari pemangkasan perjalanan dinas Rp33,7 triliun dan belanja barang Rp18,2 triliun serta pemotongan belanja modal Rp42,6 triliun.
Pemangkasan anggaran tidak terkecuali juga anggaran DPR. Bahkan, anggaran snack atau kue untuk rapat-rapat di DPR pun dipangkas. “Kalau dulu rapat di DPR ada makanan kecil, sekarang tidak ada lagi. Kita harap efisiensinya sampai tahun depan,” kata Sri Mulyani di hadapan Komisi XI.
Dia mengakui ada dampak negatifnya jika snack harus dihapus. Kebijakan ini akan mematikan pengusaha penjual snack. Namun, Sri Mulyani berharap kebijakan ini dapat diterima karena pos-pos anggaran lain juga dihemat. Bahkan, kenaikan tunjangan kinerja PNS ditunda.[*]