Jakarta – Ramadhan tahun ini warga menahan diri mengkonsumsi gorengan dan minuman manis saat berbuka puasa. Setidaknya ada 43 persen konsumen yang mengurangi makan gorengan dan 21 persen mengurangi minuman manis.
Terlebih lagi tahun ini konsumen lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, sehingga konsumsi makanan tradisional Indonesia dan makanan pokok buatan sendiri pun meningkat. Demikian hasil survey konsumen terbaru.
Sebanyak 67 persen responden SurveySensum mengungkapkan COVID-19 telah mendorong mereka menekan pengeluaran hingga 43 persen dibanding Ramadhan tahun lalu. Di antara kelas menengah yang diwawancara melalui platform SurveySensum, 73 persennya mengencangkan ikat pinggang di Ramadhan tahun ini.
Di sisi lain, 20 persen konsumen berbelanja dalam besaran yang sama seperti Ramadhan tahun lalu bahkan 13 persen lainnya justru lebih besar.
“Apabila keseluruhan angka ini kita himpun, secara keseluruhan belanja masyarakat Ramadhan tahun ini turun 32 persen dibanding tahun lalu. Kalau kita bagi lagi menurut kelas sosial-ekonominya, kelas ekonomi atas menghemat 23 persen pengeluaran dan kelas menengah 35 persen,” kata Rajiv Lamba, CEO SurveySensum & NeuroSensum di Jakarta, kemarin.
“Sebagai ilustrasi, misalnya tahun lalu konsumen mengeluarkan 10 juta rupiah selama bulan Ramadhan. Belanja kelas ekonomi atas turun hingga 7,7 juta rupiah dan kelas menengah hanya berbelanja 6,8 juta rupiah.”
Yang tak kalah menarik adalah ketika konsumen diminta mengingat kembali makanan dan minuman Ramadhan tahun lalu selama sahur dan Buka Puasa. Menurut 40 persen konsumen, mereka lebih banyak mengkonsumsi vitamin, suplemen makanan, dan minuman kesehatan di Ramadhan ini. Mereka juga lebih banyak mengkonsumsi penambah imunitas, permen vitamin C, suplemen kalsium, sayur, dan buah-buahan.
Rajiv menuturkan, “Sejak pandemik ini, lebih banyak konsumen membeli suplemen kesehatan dan kebutuhan sehari-hari termasuk sembako, sayur, makanan jadi, dan buah secara online. Sekitar 33 persen konsumen membeli vitamin melalui platform online seperti e-commerce, media sosial, dan sebagainya. Padahal sebelum pandemi COVID-19, platform belanja online lebih banyak digunakan untk membeli produk-produk fesyen dan elektronik.“
Meski demikian kekhawatiran konsumen masih tertangkap di gelombang ketiga riset SurveySensum COVID-19 Consumer Behaviour Track ini. Rajiv menuturkan, “Dalam dua minggu terakhir, kekhawatiran konsumen cenderung stabil, tidak terlalu berlebihan. Namun jika kita bandingkan dengan situasi sebulan lalu, kekhawatiran konsumen meningkat karena dampak virus Corona.”
SurveySensum COVID-19 Consumer Behaviour Track menanyakan konsumen berapa bulan situasi akan kembali normal. Sebulan lalu, data menunjukkan konsumen sangat optimis akhir Mei ini situasi akan normal. “Kemudian kami tanyakan kembali pada survey gelombang ketiga ini, rata-rata konsumen memperkirakan situasi akan normal dalam 3 bulan mendatang atau sekitar pertengahan Agustus 2020.”
Sebagai perbandingan, SurveySensum mengajukan pertanyaan yang sama kepada pelaku bisnis tanah air. Lebih dari separuh pebisnis memperkirakan dampak COVID-19 kembali normal setidaknya dalam 5 bulan atau lebih. Bagi para pelaku bisnis, pandemic ini akan berlangsung cukup lama hingga bulan September atau Oktober. [*]