Site icon Jernih.co

Ruwet Urus Minyak Goreng, Pemerintah Menyerah Pada Swasta

“Kalau pemerintah lebih percaya kepada swasta yang modern, kemana hadirnya negara?” ujar Sudaryono.

JERNIH-Kebijakan pemerintah menetapkan satu harga terhadap nilai jual minyak goreng kemasan sederhana, merupakan jalan pintas sekaligus wujud bahwa penguasa menyerah terhadap swasta. Bagaimana tidak, kebijakan yang mulai berlaku pada 19 Januari 2022 kemarin, justru dilakukan tanpa mempertimbangkan jalannya pemulihan ekonomi masyarakat.

Sebab, kebijakan pemerintah yang menyegerakan pendistribusian minyak goreng murah di ritel modern dan menunda pelaksanaan serupa di pasar tradisional dalam tempo satu minggu ke depan, bakal membuat masyarakat meninggalkan pasar tradisional dalam mencari barang kebutuhan sehari-hari.

Memang, awalnya hanya ingin membeli minyak goreng dengan harga Rp 14 ribu perliter, tetapi setibanya di ritel modern, beras dan kebutuhan pokok lainnya pun akan dibeli di sana juga. Akibatnya, seperti yang disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Sudaryono, ketika berdialog di Kompas TV, pedagang di pasar tradisional akan menderita kerugian. Sebab, sudah pasti kalah bersaing dengan ritel modern yang mendapat keunggulan kompetitif dari kebijakan satu harga minyak goreng itu.

“Konsumen mau enggak mau jadi meninggalkan pasar. Kalau pedagang pasar dilibatkan ada perputaran uang di situ, ada keuntungan di situ, ada orang berkegiatan dan pemulihan ekonomi lebih berjalan,” ujar Sudaryono.

Sudaryono mengakui, mengurus pedagang di pasar itu memang ruwet. Namun, itu sebenarnya merupakan tugas negara dalam hal ini Kementerian Perdagangan juga Dinas Perdagangan. Makanya, akhirnya dia menilai kalau pemerintah telah mengambil jalan pintas tanpa memperhitungkan efek perilaku konsumen setelah tegas-tegas memberi keuntungan kompetitif bagi ritel modern.

“Kalau pemerintah lebih percaya kepada swasta yang modern, kemana hadirnya negara?” ujar Sudaryono.[]

Exit mobile version