Site icon Jernih.co

Waduh! Realisasi Penerimaan Perpajakan Baru 63,5 Persen

Ilustrasi/Shutterstock

JERNIH – Realisasi penerimaan dari sektor pajak masih jauh dari target menjelang akhir tahun ini. Hingga September total penerimaan masih berkisar 63,5 persen dari target yang ditetapkan.

Menurut revisi target, pemerintah seharusnya mengumpulkan penerimaan mencapai Rp1.404,5 triliun. Sementara untuk total penerimaan perpajakan, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani ditargetkan mencapai Rp892,4 triliun.

“Sebagian besar jenis pajak mengalami tekanan seiring dengan perlambatan kegiatan ekonomi dan meningkatnya pemanfaatan insentif dan restitusi pajak, serta penerapan diskon pajak 50 persen,” kata Menkeu saat konferensi virtual, Senin (19/10/2020).

Menteri keuangan membeberkan, untuk pajak, total yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp750,6 triliun atau 62,6 persen dari target. Pertumbuhannya turun 16,9 persen dibandingkan dengan tahun lalu.

Dilihat dari turunannya, pajak migas mengalami kontraksi yang cukup dalam, yaitu 45,3 persen dibandingkan tahun lalu. Realisasi hingga September sebesar Rp23,6 triliun atau 74,2 persen dari target. Dia menjelaskan, hal ini antara lain dipengaruhi oleh harga minyak dunia yang mengalami penurunan.

Sedangkan penerimaan pajak nonmigas masih relatif sesuai dengan yang diproyeksikan yakni sebesar sebesar Rp727 triliun. Angka tersebut terkontraksi 15,4 persen dan baru mencapai 62,3 persen dari target sebesar Rp1.167 triliun.

Untuk PPh nonmigas mencatatkan penerimaan Rp 418,2 triliun, terkontraksi 16,9 persen. Pajak Pertambahan Nilai Rp 290,3 triliun atau terkontraksi 13,6 persen. PBB Rp 14,0 triliun, terkontraksi 9,6 persen. Dan pajak lainnya Rp 4,5 triliun, juga terkontraksi sebesar 6,4 persen. “Kita tetap waspada, karena setiap kali ada PSBB langsung terlihat di tekanan pajak kita,” kata Sri Mulyani.

Sementara dari sisi kepabeanan dan cukai mengalami pertumbuhan positif sebesar 3,8 persen. Atau Rp 141,8 triliun, setara 68,9 persen dari target Perpres 72/2020 Rp 205,7 triliun. Rinciannya, untuk pendapatan dari bea masuk sebesar Rp 24,3 triliun dan bea keluar Rp 2,2 triliun. Keduanya mengalami kontraksi masing-masing 9,6 persen dan 2,4 persen.

“Penerimaan Direktorat Jenderal Bea Cukai tumbuh 3,77 persen secara year on year didorong penerimaan cukai hasil tembakau yang tumbuh 8,53 persen,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, saat ini Pemerintah dihadapkan dengan dua tantangan. Pertama, perlambatan ekonomi cukup tajam akibat pandemi Covid-19. Imbasnya aktivtas ekonomi banyak terhenti, banyak perusahan rugi, sehingga penerimaan perpajakan akan sangat koreksi tahun ini.

Kemudian kedua, pemerintah melihat kemampuan dalam memberikan insentif harus selalu dicocokan dengan kemampuan menciptakan aktivtas ekonomi tambahan. Apakaah perekonomian jadi lebih cepat dengan insentif itu atau justru sebaliknya.

“Penerimaan perpajakan di 2020 akan mengalami tekanan cukup dalam. Akibatnya rasio pajak atau tax ratio akan semakin rendah. Tax rasio memang akan cukup tertekan dalam 2020 mungkin berada di sekitar 8 persen,” kata Febrio. [*]

Exit mobile version