Jernih.co

PEMBANGUNAN DESTINASI WISATA HARUS SEJALAN DENGAN PEMBINAAN TUAN RUMAH AGAR SELALU RAMAH

PERBINCANGAN DODDI AHMAD FAUJI DENGAN HARIYANTO, DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DESTINASI DAN INFRASTRUKTUR, KEMENTERIAN PARIWISATA

PADA 12 Oktober 2002, bom meledak di Paddy’s Pub dan Sari Club, dan dekat Konsulat Jenderal Amerika Serikat, di Pulau Bali. Peristiwa tersebut menewaskan 202 orang, dan melukai 209 orang lainnya, banyak di antaranya adalah wisatawan asing. Kabar ini tersiar dengan begitu cepat ke berbagai belahan dunia, dan berbarengan dengan itu, travel warning (larangan bepergian) ke Bali oleh berbagai pemerintahan di dunia diumumkan. Dampaknya, Bali yang meriah dan hiruk-pikuk menjadi sunyi-senyap, sepi bak pemakaman umum tanpa peziarah. Efek domino berikutnya, industri wisata rontok, ‘perumahan’ tenaga kerja sektor industri pariwisata terjadi besar-besaran, tentu roda ekonomi jadi jigjag lajunya.

Menghadapi duka yang mengharu biru itu, yang berlanjut pada lumpuhnya industri pariwisata dan perekonomian Bali, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata pada masa Kabinet Persatuan Nasional pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), I Gede Ardika, yang kebetulan ‘pituin’ Bali, mengumpulkan para pelaku industri pariwisata, tokoh masyarakat, tokoh budaya dan agama, dan menyerukan, agar seluruh masyarakat Bali mengubah haluan, yang semula menyanjung wisatawan mancanegara (wiswan) dan memandang sebelah mata wisatawan nusantara (wisnus), agar kini memandang setara, bahwa siapapun orang luar yang datang ke Bali harus dihormati dan dimuliakan, dimanusiakan: bule, negro, pribumi adalah setara.

Berbarengan dengan seruan itu, aneka kegiatan berskala nasional digelar di Bali atau yang semula akan dilaksanakan di pulau lain, dipindah ke Bali. Kampanye wisata dalam negeri digencarkan. Aneka insentif untuk warga Indonesia yang hendak berkunjung ke Bali, dikeluarkan. Hasilnya, industri pariwisata Bali kembali berdenyut, dan para tuan rumah berlaku ramah kepada sesama manusia Indonesia yang datang dari pelosok mana pun. Tak ada lagi diskriminasi untuk wisatawan Nusantara.

Peristiwa itu terjadi 23 tahun silam. Lalu bagaimana dengan pembangunan destinasi wisata berikut infrastrukturnya di Indonesia, di tengah kampanye gencar-gencaran agar tiap desa yang memiliki potensi wisata dapat membangun dirinya untuk menjadi kawasan destinasi, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pun memberi stimulus dengan digelarnya Anugrah Desa Wisata Indonesia (ADWI)? Jawabannya dapat disimak dari tuturan Hariyanto yang menjabat sebagai Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur di Kemenparekraf. Berikut petikan perbincangan yang dilakukan secara tertulis, dan jawaban didapat pada 16 Mei 2025.

Apa arahan utama sesuai Visi dan Misi Presiden Prabowo untuk bidang Pariwisata?

Arah kebijakan pariwisata di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menekankan pada penguatan sektor ini sebagai motor pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini terjabarkan dalam Asta Cita dan RPJMN 2025–2029, dengan target kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional sebesar 4,6% serta menjadikan Indonesia sebagai destinasi unggulan dunia pada tahun 2029.

Pendekatan pembangunan yang diusung mengedepankan prinsip Quality Tourism, dengan penekanan pada keberlanjutan, pengalaman wisata berkualitas, serta pemerataan manfaat ekonomi hingga ke tingkat desa. Pemerintah juga berkomitmen memperluas pengembangan destinasi unggulan, khususnya 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP) dan Destinasi Pariwisata Regeneratif Daerah Khusus Jakarta, Kepulauan Riau, serta Bali, serta memperkuat peran SDM dan pelaku usaha lokal.

Arahan strategis lainnya mencakup peningkatan daya tarik unik destinasi melalui pengembangan wisata tematik, optimalisasi kawasan ekonomi khusus (KEK), penguatan ekosistem industri halal, dan sinergi dengan ekonomi kreatif. Di sisi lain, pelestarian budaya dan harmoni lingkungan tetap menjadi fondasi kebijakan pariwisata nasional.

Melalui pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif lintas sektor, pemerintah berharap pariwisata mampu menjelma sebagai kekuatan ekonomi nasional, sejalan dengan visi “Indonesia Emas 2045”.

Apa saja yang menjadi cakupan kerja Bidang Destinasi dan Pengembangan Infrastruktur Pariwisata masa kerja 2024–2029?

Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Pariwisata memegang peran vital dalam membentuk wajah pariwisata nasional yang berkualitas, berkelanjutan, dan inklusif. Cakupan kerja bidang ini meliputi Perancangan Destinasi, Pengembangan Produk Wisata, Pemberdayaan Masyarakat, serta Peningkatan Aksesibilitas dan Amenitas Pariwisata.

Kementerian Pariwisata saat ini memiliki lima program unggulan yaitu: Gerakan Wisata Bersih, Tourism 5.0 (Digitalisasi dan AI), Pariwisata Naik Kelas, Event dengan Intellectual Property, dan Desa Wisata. Dalam kaitan dengan Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur, kami melaksanakan Gerakan Wisata Bersih berupa aksi bersih dan edukasi masyarakat di destinasi pariwisata. Untuk Tourism 5.0, kami terus mengembangkan platform SISPARNAS atau Sistem Informasi Kepariwisataan Nasional yang menghimpun data kepariwisataan secara nasional bekerjasama dengan Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Untuk Pariwisata Naik Kelas, kami mengembangkan produk wisata yang berfokus pada marine, gastronomy, dan wellness tourism. Untuk Desa Wisata, kami melakukan antara lain kampanye Sadar Wisata dan memfasilitasi Sertifikasi Desa Wisata Berkelanjutan.

Gerakan strategis seperti Tourism 5.0, Gerakan Wisata Bersih, dan pengembangan desa wisata berbasis komunitas—termasuk melalui ADWI—merupakan upaya konkret dalam membangun destinasi yang ramah lingkungan dan mampu berdaya saing global. Tak hanya infrastruktur fisik, kapasitas sosial dan budaya masyarakat juga menjadi prioritas.

Dengan struktur organisasi yang adaptif dan kolaboratif, bidang ini memainkan peran sebagai katalisator pembangunan pariwisata nasional yang merata dan tangguh dalam menghadapi tantangan global.

Target apa saja yang dicanangkan untuk dicapai selama tahun 2025, dan selama masa kerja 2024–2029?

Target sektor pariwisata tahun 2025 tetap berfokus pada peningkatan kontribusi terhadap PDB, perolehan devisa, serta peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan pergerakan wisatawan nusantara, dengan sasaran utama yakni 14,5–16 juta wisatawan mancanegara, 1,08 miliar pergerakan wisatawan nusantara, perolehan devisa sebesar USD 22 miliar, dan kontribusi pariwisata sebesar 4,6% terhadap PDB. Jumlah tenaga kerja sektor ini juga ditargetkan mencapai 25,8 juta orang.

Untuk jangka menengah (2024–2029), pemerintah menetapkan visi ambisius yaitu untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi kelas dunia. Target yang ditetapkan mencakup 23,6 juta kunjungan wisatawan mancanegara, 1,5 miliar perjalanan wisatawan nusantara, perolehan devisa sebesar USD 34 miliar, serta posisi 20 besar dunia dalam Indeks Daya Saing Pariwisata (Travel and Tourism Development Index-TTDI).

Selain itu, peningkatan belanja wisatawan, produktivitas tenaga kerja, dan investasi baik PMDN maupun PMA menjadi fokus pembangunan. Semua capaian ini akan dibarengi dengan penguatan infrastruktur, revitalisasi destinasi, dan pengembangan lebih dari 6.000 desa wisata.

Target tersebut mencerminkan semangat kerja kolektif dan optimisme pemerintah dalam menempatkan pariwisata sebagai sektor unggulan yang inklusif dan berkelanjutan, dan berkontribusi langsung terhadap kesejahteraan masyarakat.

Langkah apa yang sudah dijalankan dan tercapai pada akhir 2024 dan triwulan pertama tahun 2025 untuk mencapai target di atas?

Sektor pariwisata memberikan kontribusi PDB sebesar 4,01% di tahun 2024, dan menargetkan untuk mencapai 4,6% di tahun 2025. Pada tahun 2024, tercatat terdapat 13,9 juta kunjungan wisatawan mancanegara dan 1,02 M pergerakan wisatawan nusantara. Di tahun 2025 kami berharap dapat menggerakkan 1,08 M wisatawan nusantara, dan mendatangkan minimal 17 juta wisatawan mancanegara.

Pada tahun 2024, peringkat TTDI Indonesia juga telah berhasil naik 10 peringkat dari ke-32 menjadi ke-22 dari 146 negara di dunia, di samping berbagai penghargaan dari organisasi pariwisata di dunia internasional. Kedepannya, kami berharap bahwa peringkat TTDI Indonesia akan meningkat dan masuk ke dalam 20 besar.

Pada tahun 2025, selain melakukan pengayaan dalam lingkup internal, dalam melaksanakan program Gerakan Wisata Bersih, Kementerian Pariwisata telah melakukan kolaborasi dengan berbagai mitra strategis dalam penyelenggaraan di antaranya adalah Pocari Sweat, ITDC, GOTO Impact Foundation, Astra International, Rekosistem, AQUA, Artha Graha, Grab, dan Electronic City.

Dalam upaya mendukung pertumbuhan pariwisata berbasis masyarakat, Kementerian Pariwisata juga telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan Kementerian Koperasi yang berfokus pada penguatan peran Koperasi Merah Putih dalam mendukung optimalisasi sektor pariwisata di desa, yaitu dengan mendorong transformasi Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) menjadi Koperasi Sadar Wisata. Pilot project akan dilakukan di 17 desa wisata, dengan intensi perluasan ke 291 desa wisata penerima Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI).

Apa saja kendala-kendala yang sulit dihadapi dalam membangun Destinasi dan Infrastruktur Pariwisata di Indonesia?

Pembangunan destinasi dan infrastruktur pariwisata di Indonesia tidak terlepas dari sejumlah tantangan struktural. Ketimpangan infrastruktur antarwilayah, khususnya di luar Pulau Jawa dan Bali, masih menjadi kendala utama. Aksesibilitas yang belum merata berdampak pada terbatasnya distribusi kunjungan wisatawan dan belum meratanya ekonomi antar destinasi.

Tantangan lain adalah koordinasi antar Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Perbedaan dalam tata kelola, prioritas pembangunan, serta keterbatasan fiskal dapat memperlambat implementasi proyek strategis. Harmonisasi kebijakan antar tingkat pemerintahan menjadi penting untuk memastikan kesinambungan program. Ketersediaan dokumen perencanaan pembangunan kepariwisataan di daerah juga penting untuk dapat mensinergikan dan mengintegrasikan perencanaan pariwisata dari tingkat pusat dan daerah.

Dari sisi sosial, tantangan mencakup kapasitas SDM yang masih kurang memadai, termasuk kesenjangan literasi digital pelaku wisata. Perubahan pola pikir masyarakat menuju pelayanan prima dan sadar wisata memerlukan pendekatan edukatif yang berkelanjutan. Sementara itu, pengelolaan sampah dan mitigasi bencana juga menjadi tantangan krusial dalam menjaga keberlanjutan destinasi.

Namun, pemerintah terus berupaya menghadirkan solusi sistemik, termasuk melalui insentif investasi, kolaborasi dengan sektor swasta, serta pendekatan pembangunan berbasis masyarakat. Sinergi lintas sektor dan komitmen jangka panjang diyakini menjadi kunci dalam mengatasi hambatan yang ada secara bertahap dan berkelanjutan.

Pariwisata ini tentunya terkait dengan Dinas di berbagai daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Bisa dijelaskan seperti apa koordinasi Kemenpar dengan Dinas di daerah?

Koordinasi antara Kementerian Pariwisata dengan Dinas yang menangani Pariwisata daerah merupakan elemen vital dalam memastikan sinkronisasi kebijakan dan efektivitas program pembangunan. Kemenpar memfasilitasi berbagai forum formal seperti Rakornas, Rakorda, dan Musrenbang sebagai ruang strategis untuk penyelarasan perencanaan.

Pemanfaatan Sistem Informasi Kepariwisataan Nasional (SISPARNAS) memungkinkan integrasi data secara real time dari daerah, sehingga kebijakan nasional dapat dirumuskan secara responsif terhadap dinamika lokal. Kemenpar juga menyediakan bimbingan teknis, supervisi, serta penyusunan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) sebagai pedoman pelaksanaan di daerah.

Melalui instrumen fiskal seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) Pariwisata, Kemenpar turut memperkuat kapasitas daerah dalam pengembangan amenitas, aksesibilitas, dan peningkatan kualitas SDM. Program seperti Karisma Event Nusantara (KEN) pun mendorong partisipasi aktif Pemerintah Daerah dalam promosi destinasi berbasis kearifan lokal.

Dengan pendekatan kolaboratif dan partisipatif, Kemenpar hadir bukan hanya sebagai pengarah kebijakan, tetapi juga mitra strategis bagi Pemerintah Daerah dalam mewujudkan destinasi unggulan yang inklusif dan berdaya saing.

Dan juga koordinasi dengan Kementerian Desa yang didorong untuk dapat membangun destinasi wisata?

Pembangunan desa wisata menjadi prioritas lintas kementerian yang diperkuat melalui nota kesepahaman antara Kemenpar dan Kemendes PDT. Kolaborasi ini dilakukan melalui Kesepahaman Bersama atau Memorandum of Understanding (MoU), yang mencakup sejumlah hal, di antaranya kolaborasi untuk meningkatkan daya saing desa di tingkat nasional, regional, dan internasional melalui penguatan kapasitas sumber daya manusia serta pemberdayaan masyarakat.

Sinergi kedua kementerian telah melahirkan model pemberdayaan melalui Pokdarwis dan penguatan kelembagaan desa, termasuk melalui konversi Pokdarwis menjadi koperasi wisata. Hal ini bertujuan membangun kemandirian ekonomi desa yang berorientasi pada keberlanjutan.

Program bersama seperti Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI), pelatihan teknis, dan digitalisasi promosi desa wisata memperkuat posisi desa sebagai simpul pertumbuhan ekonomi baru berbasis potensi lokal dan budaya. Langkah ini juga mendorong desa menjadi pelaku utama pembangunan, bukan sekadar objek pembangunan.

Semangat membangun dari pinggiran, sesuai dengan Asta Cita ke-6 Presiden, tercermin nyata dalam pendekatan terintegrasi antar kementerian. Ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah dalam menghadirkan pembangunan pariwisata yang berakar dari desa dan bermuara pada kesejahteraan masyarakat.

Masyarakat pastinya ingin tahu, mungkinkah masyarakat melalui lembaga berbadan hukum dapat mengakses dana di Kemenpar untuk mengajukan program pembangunan destinasi dan infrastruktur di daerahnya yang berskala nasional?

Akses masyarakat terhadap dukungan dana dari Kemenpar bersifat terbuka namun selektif, disesuaikan dengan skema dan mekanisme yang berlaku. Umumnya, pembiayaan publik disalurkan melalui instansi pemerintah, namun masyarakat tetap dapat mengusulkan program melalui forum Musrenbang, FGD, dan kemitraan resmi.

Lembaga berbadan hukum, seperti yayasan, koperasi, dan BUMDes, dapat mengakses program fasilitasi seperti inkubasi usaha, pendampingan desa wisata, hingga kolaborasi promosi. Selain itu, mekanisme alternatif melalui Indonesia Quality Tourism Fund dan kolaborasi publik-swasta juga tengah dikembangkan.

Dalam konteks pembangunan infrastruktur, skema Bantuan Pemerintah (Banper) yang bersifat stimulan masih dimungkinkan dengan pengajuan proposal yang sesuai ketentuan, mencakup urgensi program, Rincian Anggaran Biaya, legalitas lahan, serta kontribusi terhadap prioritas nasional.

Dengan prinsip transparansi, keberlanjutan, dan partisipasi, Kemenpar terus membuka ruang bagi masyarakat yang memiliki komitmen dalam memajukan destinasi pariwisata, guna memperkuat ekosistem wisata berbasis komunitas yang produktif dan tangguh.

Apa yang terpikir oleh Kemenpar dalam membangun mental masyarakat agar lurus dan jernih, karena usaha wisata itu akan terkait dengan pelayanan dari masyarakat di tempat destinasi wisata?

Pembangunan karakter masyarakat menjadi fokus utama Kemenpar dalam mewujudkan pariwisata yang berkualitas dan berkelas dunia. Melalui Kampanye Sadar Wisata dan penguatan nilai-nilai Sapta Pesona, masyarakat diajak menjadi tuan rumah yang ramah, bersih, dan bangga terhadap budayanya sendiri.
Salah satu wujud program Kemenpar dalam menerapkan nilai-nilai tersebut adalah kegiatan Gerakan Wisata Bersih yang bertujuan menanamkan kesadaran kolektif mengenai pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan di destinasi wisata. Lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman, serta masyarakat yang sadar dan peduli, kebersihan bukan hanya soal estetika, tapi juga soal keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan aktivitas pariwisata.

Selain itu, Kemenpar juga melakukan pendampingan komunitas dalam pengelolaan desa wisata dalam untuk terus menguatkan nilai-nilai Sapta Pesona dalam pariwisata Indonesia, misalnya dalam menekankan pentingnya hospitality dan pelayanan prima sebagai elemen utama dalam meningkatkan kepuasan wisatawan dan nilai tambah ekonomi. Pendekatan edukatif dilakukan secara konsisten melalui workshop, sosialisasi, dan program tematik yang menjangkau hingga pelosok daerah.

Dengan komitmen jangka panjang, Kemenpar optimistis bahwa karakter masyarakat yang tangguh, ramah, dan sadar wisata akan menjadi fondasi kokoh bagi wajah pariwisata Indonesia di mata dunia—sebuah sektor yang tak hanya menggerakkan ekonomi, tetapi juga membangun martabat bangsa. *

Sekilas Profil Hariyanto

Pengalaman Kerja

Mengawali karier sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS/ASN) sejak 1986, dan hingga tahun 2024 telah mengabdi selama 38 tahun di dilingkungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang telah berkali-kali berganti nomenklatur kementerian lembaga, saat ini menjalani ugas sebagai Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur dengan tugas pokok mengkoordinasikan perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis pengembangan destinasi dan infrastuktur di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif, di antaranya memperkuat kurasi dan eksekusi program-program unggulan, seperti program Anugrah Desa Wisata Indonesia (ADWI), program pengembangan kabupaten/kota kreatif Indonesia (KATA Kreatif), program pengembangan geopark sebagai destinasi wisata, serta memastikan akselerasi dalam bentuk penguatas aksesibilitas dan peningkatan daya saing destinasi wisata Indonesia.

  1. Kasubag Perencanaan Program hingga Kepala Bagian Perencanaan Hukum dan Kerjasama.
  2. Tim Nominasi UNESCO, Intangible Cultural Heritage, batik Indonesia 2009 di Abudhabi – Uni Emirat Arab, Angklung Indonesia 2010 di Naerobi – Kenya, Tari Saman 2011 di Bali – Indonesia.
  3. Tim Strategi dan Pemasaran Pariwisata wilayah Kawasan ASEAN, Australia, Selandia Baru, dan Kawasan Asia – Fasific.
  4. Tim Kerja sama Co-branding Wonderful Indonesia.
  5. Ketua Badan Pembina Rohani Islam, Rohis Kemenparekraf hingga sekarang.
  6. Beberapa jabatan pada Eselon II, Asisten Deputi Strategi dan Komunikasi Pemasaran 1, Sekretaris Deputi Bidang Kebijakan Strategis, dan Direktur Infrastruktur Ekonomi Kreatif.
  7. Jabatan saat ini Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastuktur pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. *

Profil Pewawancara

Doddi Ahmad Fauji, jurnalis di koran Media Indonesia (1998 – 2005), Koran Jurnal Nasional (2006 – 2011), Majalah Arti (Art-Indonesia 2008 – 2011), Majalah Pertahanan dan Keamanan “Tapal Batas” (2011 – 2013), situseni.com (2009 – sekarang), jernih.co (mulai April 2025), portalnusa.id (2022 – sekarang).

Exit mobile version