Site icon Jernih.co

30 Januari, Tentara Jepang Mendarat di Maluku dan Meletusnya Pertempuran Ambon

Saat pecah Perang Dunia II (PD II), Ambon telah diincar oleh Jepang sebagai pangkalan militer untuk menghantam dan melumpuhkan kekuatan Hindia Belanda yang berpusat di Jawa. Selain itu, penguasaan Ambon juga memiliki aspek strategis, karena secara geografis mendekatkan kekuatan tempur Jepang ke wilyah Australia yang saat itu adalah bagian dari kekuatan sekutu. Selain itu, sumber-sumber minyak yang ada di Indonesia juga menjadi incaran penting  bagi Jepang sebagai bahan penunjang perang.

Invasi militer Jepang ke kawasan Indonesia merupakan rangkaian dari Perang Pasifik yang sudah didentumkan oleh Jepang pada 8 Juli 1937 saat menyerang Tiongkok. Penyebabnya dipicu oleh Insiden Jembatan Marcopolo ketika Kolonel Ji Xingwen bersama 100 tentara pertahanan Tiongkok mati-matian mempertahankan jembatan Marcopolo (Lukouchiao) dari tentara Jepang. Perang Pasifik kemudian berlangsung sampai 1945 terjadi di Samudra Pasifik dan kawasan Asia.

Serangan Jepang diperluas dengan menggempur Amerika Serikat pada 7 Desember 1941 dan merebut daerah daerah Britania Raya dan wilayah Sekutu lainnya. Akibat serangan itu maka terbentuk dua poros kekuatan yang saling bertikai. Pihak Sentral yang terdiri dari Jepang, Nazi Jerman dan Italia melawan pihak Sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat, Britania Raya, Belanda, Australia, Filipina dan Selandia Baru.

Sejak terjadinya serangan Jepang terhadap Amerika Serikat, pihak sekutu mulai memperkuat Ambon yang diperhitungkan akan digunakan oleh Jepang sebagai pangkalan militer. Hindia Belanda dan Australia kemudian bekerjasama membentuk sistem pertahanan yang disebut The Defence Of The Ambon-Timor-Darwin Triangle.

2800 tentara infantri Molukken Brigade dari KNIL yang dipimpin oleh Overstee Joseph Kapitz dan terdiri dari tentara kolonial Hindia Belanda  mulai dikonsentrasikan di Ambon. Tanggal 7 Desember 1941, Australia mengirimkan 1100 tentara Gull Force yang dipimpin oleh Lt. Col. Leonard Roach, yang tiba pada 17 Desember 1941 Di Ambon. Pasukan tersebut juga memperkuat Namlea dan Pulau Seram. Pasukan Sekutu yang akan bersiap menghadapi Jepang disebut ABDA (American British–Dutch-Australia).

 6 Januari, Ambon mulai digempur  dari udara oleh pesawat-pesawat Jepang dan dihadang oleh pesawat-pesawat sekutu. Tercatat pertempuran di udara terjadi antara dua pesawat Buffalo yang dipiloti oleh Lettu Broers dan Sersan Blans yang mencoba menghadang 10 pesawat tempur Mitsubishi A6M Zero milik Jepang. Dua pesawat Buffalo itu akhirnya tertembak namun masing-masing pilotnya selamat setelah terjun dengan parasutnya.

Kekuataan angkatan perang Jepang semakin menekan kekuatan Sekutu di Ambon. Pada Pada 30 Januari 1942, 1000 tentara marinir dan angkatan darat Jepang mendarat di pantai utara Hitu Lama. Resimen Jepang lainnya juga mendarat di pantai selatan Laitimor. Pasukan tempur Jepang didukung angkatan udara, artileri darat dan laut serta tank. Kedatangan pasukan Jepang tersebut membuat skuadron sekutu, KNIL  mundur ke Poso. Tentara Jepang terus mendesak sekutu dalam pertempuran-pertempuran di wilayah Maluku. Hingga akhirnya tanggal 4 Februari Ambon dapat dikuasai tentara Jepang.

Menjelang periode akhir PD II, pasukan Sekutu di bawah komando Jenderal Mc Arthur berusaha untuk merebut kembali pangkalan militer Amerika di Filipina. Pasukan sekutu kemudian meyerang dan melumpuhkan kekuatan Jepang di Hindia Timur termasuk di Pulau Buru dan Nimlea. Di Nimlea, selama bulan Mei 1943 hingga Januari 1945 pertahanan Jepang diserang secara sporadis oleh kekuatan Udara Sekutu. Akibat gempuran Sekutu yang juga dilakukan di berbagai tempat, akhirnya pada tahun 1945 militer Jepang menyatakan kalah perang dan menyerahkan kekuasaan kepada Sekutu.

Exit mobile version