JAKARTA— Saat ini terma taqiyah (katakanlah arti sederhananya berpura-pura) selalu melekat kepada Islam Syiah. Ternyata, kalangan ahlussunah pun pernah menggunakannya pada saat penindasan Islam di Spanyol berabad lalu.
Praktik tersebut bahkan wajar adanya. Sebagaimana ada yang mengatakan bahwa fiqih yang baik adalah fiqih yang memberikan jawaban praktis atas persoalan kehidupan yang dihadapi umat Islam sehari-hari, ‘taqiyah’ Muslim Spanyol pun sangatlah bisa dimengerti. Yang mereka hadapi adalah penindasan, perkosaan, siksaan yang kadang tak terjangkau akal dilakukan manusia, sampai pembunuhan karena satu hal saja: mereka Muslim.
Wajar bila pada hari ini tahun 1504 seorang fuqaha (ahli fiqih) bermazhab Maliki, Abu Abbas Ahmad bin Abi Jum’ah al-Maghrawi al-Wahrani, menulis fatwa yang kemudian terkenal sebagai ‘fatwa Oran’.
Isi fatwa tersebut adalah kebolehan Muslim Spanyol agar secara diam-diam mempraktikkan Islam, dan memberikan dispensasi komprehensif bagi mereka untuk secara publik menyesuaikan diri dengan agama Kristen dan mungkin saja melakukan tindakan yang dalam kondisi normal dilarang Islam. Semua itu dibolehkan ketika diperlukan untuk bertahan hidup.
Asal-usul Abu Abbas seringkali menjadi bahan perdebatan. Ada yang mengatakan ia mungkin dilahirkan di Oran, yang saat itu bagian dari Kerajaan Zayyanid di Tlemcen, wilayah terdekat Maghrawah. Ada pula yang yakin bahwa Abu Abbas adalah penduduk asli Spanyol, lahir di Almagro. Tanggal kelahirannya tidak diketahui, tetapi diperkirakan pada pertengahan abad kelima belas. Teori itu dikemukakan Mikel de Epalza dan Jean Cantineau. Keduanya mengatakan bahwa ‘Almagro’ (dari Maghrawi), menyiratkan bahwa ia seorang Muslim Spanyol yang kemudian melarikan diri ke Afrika Utara. Devin J. Stewart juga setuju bahwa al-Maghrawi seharusnya memang sebuah toponim. Namun ia merujuk pada Maghrawah, sebuah wilayah di Aljazair barat laut. Sementara pendapat lain yang dikemukakan L. P. Harvey menyatakan al maghrawi lebih berarti “berasal dari suku Maghrawa”.
Yang menarik, du naskah-naskah yang berlainan Abu Abbas juga menyandang berbagai nama. Misalnya ‘Ahmed ben Juma’a’, ‘Ubaydallah Ahmed Ben Bu Jumu’ah’, ‘Ahmad fijo de Abu Jumu’ah’, ‘Obaydala Ahmed Abenabigiomoa’, Ubayd Allah al-Wahrani’ serta ‘Ahmad Bu Jum’a’.
Fatwa Oran intinya menegaskan kembali kewajiban mendasar semua Muslim untuk melakukan rukun Islam yang lima, namun dengan banyak dispensasi karena sejatinya Muslim Spanyol adalah komunitas yang dianiaya. Fatwa itu memungkinkan mereka menyesuaikan diri dengan kekristenan dan melakukan tindakan yang biasanya dilarang dalam hukum Islam ketika diperlukan untuk bertahan hidup, sambil mempertahankan keyakinan internal.
Sebagaimana kita ketahui, Muslim Spanyol menderita setelah kekalahan pihak Islam di Granada, sekitar 1482. Terjadi upaya untuk melakukan konversi paksa Muslim menjadi Kristen seiring semangat reqonquesta orang-orang Kristen. Upaya untuk mengkristenkan umat Islam setelah jatuhnya Granada itu terus dilakukan tiga kerajaan Kristen di Spanyol saat itu, Kastilia, Navarre dan Aragon.
Apalagi setelah pada 1499 Uskup Agung Toledo, Kardinal Francisco Jiménez de Cisneros, memulai kampanye untuk memaksa semua orang patuh kepada ajaran Kristen dengan penyiksaan dan pemenjaraan. Ketika kaum Muslim melawan, pemberontakan itu berhasil dipadamkan. Pemberontakan itu akhirnya menjadi pembenaran untuk mencabut perlindungan hukum dan perjanjian dengan kaum Muslim.
Upaya konversi pun dilipatgandakan. Pada 1501, secara resmi tidak ada lagi Muslim yang tersisa di Granada. Keberhasilan kristenisasi di Granada itu membuat ratu Kastilia, Isabella, mengeluarkan dekrit pada 1502 yang melarang Islam di wilayah Kastile.
Apalagi setelah pada awal 1520-an Raja Charles I (lebih dikenal sebagai Charles V) memutuskan bahwa konversi paksa itu sah. Dengan demikian, ‘orang-orang insyaf itu pun resmi menjadi orang Kristen. Semua itu menjadi komplet manakala pada 1524 Charles mengajukan petisi kepada Paus Klemens VII untuk membebaskan raja dari sumpahnya melindungi kebebasan beragama bagi kaum Muslim. Padahal, melindungi orang-orang Islam merupakan bagian dari sumpah Charles pada saat penobatan.
Ketika pada 1525 ia mengeluarkan dekrit resmi pertobatan, Islam secara resmi tak ada lagi di seluruh Spanyol. Padahal pada masa-masa awal millennium pertama, tak kurang dari 5,5 juta orang Islam tinggal di seluruh Spanyol. Kini kaum Muslim hanya tinggal 500-600 ribu orang, terutama di wilayah bekas Kerajaan Granada. [ ]