Tahun 1920-an di Jepang dikenal sebagai periode Taisho. Ini karena naiknya Taisho di tahta kekaisaran ke-123. Konon saat itu mulai populer racikan kopi dan es — kalau teh dan es sudah ngetop duluan beberapa abad sebelumnya. Sebagian sejarah menyebut sajian kopi dingin itu lebih tua dari era Taisho. Selain ditambah es, seduhan kopi ini juga dipermanis dengan sirup atau susu. Metode ini kemudian dinamakan aisu kohi, atau kopi es.
Oleh : Agus Kurniawan
JERNIH– Sekalipun bukan produsen kopi, Jepang adalah raja kuliner kopi. Dikenalkan oleh pedagang Belanda dan Portugis akhir abad ke-19, orang Jepang pun mulai gandrung ngopi — mengikuti kegilaan pada teh. Dulu mereka kongkow di warung kuna yang disebut kissaten, yang dibedakan dengan warung penyuguh teh yang biasa dinamakan chaya.
Tahun 1920-an di Jepang dikenal sebagai periode Taisho. Ini karena naiknya Taisho di tahta kekaisaran ke-123. Konon saat itu mulai populer racikan kopi dan es — kalau teh dan es sudah ngetop duluan beberapa abad sebelumnya. Sebagian sejarah menyebut sajian kopi dingin itu lebih tua dari era Taisho. Selain ditambah es, seduhan kopi ini juga dipermanis dengan sirup atau susu. Metode ini kemudian dinamakan aisu kohi, atau kopi es.
Di suatu kafe di Pengalengan dan Ciwidey, Bandung Selatan, saya menemukan menu minuman ini tetapi dengan tambahan unik, perasan lemon. Mungkin ini juga variasi ala Jepang karena nama menunya “Japanese lemon iced coffee“.
Bagi Anda yang tidak suka kopi pahitan (tanpa gula), racikan ini terlalu aneh. Sudah rasanya asam — karena berbahan baku kopi arabika, ditambah es tanpa pemanis, pun masih dituangi perasan lemon! Nyeleneh. Ya, tapi selera memang tidak untuk diperdebatkan. Rasanya nano-nano: pahit, dingin, asam, dan wangi kopi. Menurut saya sih, segar.
Pembuatan aisu kohi tidak sulit, khususnya bagi pengracik seduh manual. Ada beberapa versi. Pertama, bubuk kopi diseduh dengan metode tuang saring (pour over) — misalnya V60, tetapi pada wadahnya (atau disebut server) ditaruh es batu.
Kedua, dikenal dengan istilah manual brew. Bubuk kopi — dalam wadah kantong — direndam dalam air dingin, lalu disimpan dalam lemari pendingin selama beberapa jam (memang abad ke-19 sudah ada kulkas?).
Ketiga, dan ini lebih tepat disebut varian lain karena baru diciptakan setelah Perang Dunia II, air es diteteskan pelan-pelan melalui bubuk kopi selama berjam-jam. Metode ini disebut cold drip.
Yang asli yang mana? Mungkin antara cara satu atau dua — minus kulkas tentunya. Tapi manapun yang asli, ada alasan penting mengapa orang jaman dulu demen nyeruput kopi dingin. Alasannya keterpaksaan: para prajurit yang sedang berperang tak sempat memasak air panas sehingga kopipun diseduh air dingin.
Okelah, selamat ngupi. [ ]
PS: foto adalah seduhan aisu kohi lemon yang saya pesan di suatu kafe di Jalan Raya Ciwidey, Bandung Selatan. (goeska@gmail.com)