Jernih.co

Anastilosis : Cara Memahami Pemugaran Candi

Candi Bojongmenje

Candi-candi peninggalan kerajaan di Indonesia, terutama yang sekarang pulih berdiri dengan megah merupakan upaya rekontruksi dari reruntuhan candi saat ditemukan. Misal Candi Borobudur yang menjadi salah satu keajaiban dunia didirikan kembali melalui serangkaian upya yang rumit dan sulit.

Demikian pula dengan Candi Prambanan yang sampai saat ini masih dilakukan rekontruksi terhadap candi-candi pendamping yang jumlahnya ratusan di sekitar candi induk. Tekhnik rekontruksi bangunan-bangunan sejarah yang sudah runtuh dinamakan anastilosis.

Dalam bahasa Yunani, anastolisis artinya menegakan bangunan lagi. Dalam arkeologi, istilah tersebut digunakan untuk menyebut tekhnik rekontruksi atau pemugaran reruntuhan bangunan. Dalam prakteknya sebisa mungkin elemen-elemen arsitektural asli digunakan secara maksimal dalam bangunan yang dipugar.

Menurut Goenawan Sambodo, arkeolog lulusan Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada dalam postingannya di facebook menuliskan Istilah anastolisis tidak saja untuk mendirikan kembali candi atau bangunan  kuno, tapi kadang digunakan untuk merujuk upaya rekonstruksi serupa untuk menyatukan kembali pecahan tembikar atau keramik yang sudah pecah, atau benda-benda kecil lainnya.

Tujuan dari anastilosis adalah untuk membangun kembali reruntuhan bangunan atau monumen bersejarah, dengan menggunakan sebanyak mungkin material asli bangunan yang berserakan dan mungkin telah ratusan dan bahkan ribuan tahun rusak dimakan waktu.

Caranya dengan mengumpulkan dan menempatkan material asli kembali pada posisinya semula. Ketika pecahan bangunan kembali disatukan dan ditegakkan, ada risiko bahwa bangunan ini akan kembali runtuh, ambruk karena tak ada kekuatan penyangganya.

Maka metode ini biasanya mencakup persiapan, menggambar ulang dan pengukuran, perombakan bagian demi bagian, dan penyatuan kembali dengan cermat. Termasuk penambahanmaterial lain untuk kekokohan struktur bangunan yang biasanya dalam pembuatan ulang fondasi agar lebih kokoh.

Ketika ada bagian atau elemen bangunan yang hilang, maka material modern ditambahkan untuk menggantikannya, misalnya batu pengganti yang diambil dari bahan yang sama dengan material bangunan asli,plaster, semen atau resin sintetis.

kriteria metode anastilosis ditetapkan dalam Piagam Venisia pada 1964 yang isinya :  

  1. Kondisi asli struktur bangunan harus dipastikan secara ilmiah terlebih dahulu.
  2. Penempatan yang pantas dan tepat dari elemen yang diselamatkan harus dipastikan.
  3. Komponen pelengkap hanya digunakan sebatas keperluan untuk stabilitas dan memantapkan struktur bangunan.

Menurut Goenawan, pada poin 3 unsur tambahan pengganti tidak boleh diletakkan di atas atau menutup struktur asli, dan harus dikenali sebagai materi pengganti. Tidak diperbolehkan membuat konstruksi baru untuk melengkapi bagian yang hilang.

Namun Analistosis juga menghadapi tentangan dalam komunitas ilmiah karena pada kenyataannya, metode ini memiliki beberapa masalah, yaitu adanya kesalahan penafsiran yang mengakibatkan kesalahan dalam rekontruksi bangunan.

Kesalahan penafsiran ini sering kali tidak disadari dan tidak dapat dikoreksi dalam upaya pemugaran, meskipun studi persiapan telah dilakukan seteliti dan semaksimal mungkin namun.

Selain itu dalam praktek pemugaran, kerusakan komponen asli tidak dapat dihindari karena sebuah elemen bangunan mungkin pernah digunakan kembali, atau berasal dari bangunan atau monumen lain yang berasal dari periode yang berbeda. Sehingga penggunaannya dalam pemugaran dapat mengakibatkan elemen itu tidak dapat digunakan di tempat lain.

Bangunan bersejarah lainnya yang berhasil didirikan dengan metode anastolisis adalah Angkor Wat. Pemugaran Angkor Wat dilakukan oleh arkeolog Prancis bernama Henri Marchal, dari École française d’Extrême-Orient (EfEO) pada tahun 1930-an. Ia mempelajari metode ini dari PV van Stein Callenfels.

Di Indonesia pemugaran Candi Borobudur yang dilakukan Van Erp — sebagaimana pemugaran candi-candi lain di Indonesia yang berkiblat kepada konservasi Eropa — berhasil menampakan kemegahan Candi Borobudur. Pemugaran tersebut mengacu kepada bentuk aslinya dengan meminimaliris perbedaan bentuk hasil pemugaran.

Untuk memugar Candi Borobudur sesuai bentuk aslinya yang pernah tertimbun tanah bukanlah pekerjaan mudah. sebelum pemugaran masih banyak batu-batu yang tidak pada tempatnya, maka menyusun ulang batu-batu merupakan pekerjaan besar yang dilakukan pada saat itu.

Penambahan batu baru akan dilakukan jika diperlukan untuk menyempurnakan stabilitas struktur dari susunan material asli. Batu baru yang dipasang pada pemugaran Van Erp berupa blok batu dengan ukuran yang sesuai.

Pada dinding ber-relief blok batu ini dibiarkan polos untuk mempertahankan otentitas candi. Untuk mengenali batu baru Van Erp, dapat diperhatikan dari pahatannya karena pahatan batu baru Van Erp berbeda dari batu asli, yaitu terlihat adanya guratan bekas pahatan yang masih nyata (pahatan kasar).

Ada dua kemungkinan yang menyebabkan batu baru Van Erp berbeda dengan batu asli. Pertama, pahatan batu baru memang dibuat kasar secara sengaja untuk membedakan dengan batu asli. Kedua, batu baru Van Erp dibuat sekitar seratus tahun yang lalu, sedang batu asli telah berusia kurang lebih 13 abad.

Perbedaan usia ini menyebabkan perbedaan kenampakan permukaan batu, batu asli yang berusia jauh lebih tua akan lebih halus dibanding batu pemugaran yang lebih muda.

Van Erp juga mempelopori pemugaran Candi Prambanan pada tahun 1902-1903, terutama pada bagian yang rawan runtuh, sebelum dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala yang sat itu disebut Oudheidkundige Dienst.

Upaya pemugaran Candi Prambanan sesungguhnua telah dimulai tahun 1918, namun belum seserius tahun 1930 saat dipimpin oleh De Haan sejak 1926 dan dilanjutkan Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun 1942.

Di komplek situs Candi Prambanan tersebar 240 candi besar dan kecil, Saat ini hanya 18 candi yang tersisa, terdiri dari 8 candi induk, 18 candi kecil dan 2 candi perwara di zona terpisah. Di zona candi perwara, masih berserakan tumpukan batu-batu candi yang belum dipugar karena di zona ini  pernah berdiri 224 candi perwara yang telah runtuh.

Salah satu sebab yang menyulitkan di bangunnya kembali ratusan candi-candi prawara itu karena dalam atruran pemugaran menyebutkan sebuah candi hanya akan direstorasi apabila minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu, banyak candi yang dibiarkan tidak dibangun karena tidak didukung jumlah material aslinya.

Batu-batu Candi Bojongmenje

Di Jawa Barat hal itu dapat dilihat dari Candi Bojongmenje di Cicalengka Bandung yang mengalami banyak kendala untuk dipugar. Tidak saja persoalan status tanah, di mana sebagian candi masuk ke wilayah pabrik, juga karena jumlah batu Candi Bojongmenje sebagai material asli kurang mencukupi untuk merekontruksi bentuk asli Candi Bojongmenje.

Exit mobile version