Site icon Jernih.co

Bagaimana Nasib Masyarakat Adat di Kawasan IKN?

Soalnya, Undang-Undang IKN tak memuat klausul penghormatan dan perlindungan masyarakat adat yang sudah pasti terdampak proyek IKN.

JERNIH-Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menilai, pemerintah tak membangun komitmen kuat dalam melindungi masyarakat adat di kawasan yang akan dijadikan Ibu Kota Negara (IKN) baru. Padahal penduduk asli di sana, sudah turun temurun menjadikan daerah itu sebagai ruang hidup dan kini ada dalam ancaman.

Dengan kata lain, masyarakat adat setempat tak diberi ruang berpartisipasi dalam pembangunan IKN.

Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Pengurus Besar AMAN, Muhammad Arman mengatakan, ada beberapa hal paling mendasar sebagai langkah konkrit dalam melindungi masyarakat adat. Pertama, hak untuk didengarkan. Kemudian, hak untuk dipertimbangkan usulan-usulannya. Lalu, hak mendapat jawaban seandainya usulan itu baik dari masyarakat adat atau penduduk lokal, tidak diakomodasi dalam regulasi dan proses pembangunannya.

Dan paling mendasar juga penting, adalah memastikan kalau masyarakat adat dan lokal menyetujui proses pembangunan di ruang hidupnya. Ini, berlaku bagi segala proyek yang kemungkinan tmpang tindih di lingkungan masyarakat ada termasuk mega proyek IKN.

“Ini yang tidak terjadi. Yang diundang (pemerintah untuk bicara soal IKN) itu kan orang-orang yang setuju. Itu pun bukan entitas masyarakat adat, tapi elite-elite yang diundang,” kata Arman.

Langkah kongkkrit melindungi, cuma bisa diukur dari keberadaan regulasi yang berpihak pada masyarakat adat. Dan ini, sangat dinanti hingga sanggup menjamin kalau IKN tak akan merampas wilayah adat, ruang hidup, identitas budaya, termasuk hak kerja tradisional sebagai petani juga peladang.

“Sejauh ini kami tidak melihat ada komitmen yang sungguh-sungguh selain sekadar lip service,” ujar Arman.

Setidaknya, diperkirakan akan ada 20 ribu masyarakat adat yang bakal menjadi korban proyek ibu kota negara di Kalimantan Timur itu. Mereka, terbagi dalam 21 kelompok adat yakni, 19 kelompok di Penajam Paser Utara dan dua di Kutai Kartanegra. Sementara Undang-Undang IKN, dianggap akan menjadi alat legitimasi perampasan wilayah serta pemusnahan entitas masyarakat adat di sana.

Soalnya, Undang-Undang IKN tak memuat klausul penghormatan dan perflindungan masyarakat adat yang sudah pasti terdampak proyek IKN.

Di bagian lain, Data Bappenas RI memperkirakan, ada 1,5 juta orang bakal dipaksa migrasi secara bertahap ke IKN di Kalimantan Timur guna menunjang kegiatan di sana. Dan ini, bakal makin mengasingkan masyarakat adat.

Persoalannya, belum tentu mereka bisa bersaing secara ekonomi dengan para pendatang dari Jakarta sebab selama ini, ekonomi penduduk setempat bergantung pada ruang hidup tradisional mereka seperti sawah, kebun, sungai, hutan dan laut.

Jadci, ketika masyarakat adat kehilangan tanah, di saat bersamaan juga hilang pekerjaan tradisionalnya. Ini, menurut Arman, sama saja penduduk di sanan akan menjadi budak.[]

Exit mobile version