Beberapa Fakta Terkait Pagar Laut Tangerang.

Para nelayan mengaku kesulitan mengakses laut sebab adanya pagar dari bambu yang membentang sepanjang 30,16 kilometer, dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.
JERNIH-Kasus pagar laut di wilayah perairan Tangerang mulai menarik perhatian masyarakat sejak awal Januari lalu setalah muncul keluhan masyarakat terutama para nelayan yang merasa terganggu dengan adanya pagar laut di wilayah perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Mereka mengaku kesulitan mengakses laut karena adanya pagar dari bambu yang membentang sepanjang 30,16 kilometer, dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.
Sudah meresahkan sejak Agustus 2024
Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, pihaknya menerima laporan adanya pagar laut di wilayah tersebut sejak pertengahan Agustus 2024 lalu. Pihaknya kemudian menurunkan tim DKP untuk melakukan pengecekan ke lokasi dan menemukan adanya pagar laut yang saat itu panjangnya masih sekitar tujuh kilometer
Pagar laut ini menuai polemik karena berada di kawasan pemanfaatan umum berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2023, mencakup berbagai zona, seperti pelabuhan laut, perikanan tangkap, pariwisata, pelabuhan perikanan, pengelolaan energi, perikanan budi daya, serta beririsan dengan rencana pembangunan waduk lepas pantai, yang diinisiasi oleh Bappenas
Diminta hentikan pemagaran laut
Selanjutnya pada 4-5 September Tim DKP bersama Polsus dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP melakukan inspeksi di lapangan dan diulang Kembali patrol di lokasi tersebut pada 18 September 2024 dengan melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)
Panjang pagar laut kala itu telah mencapai 13,12 kilometer. Dan pihak DKP Banten telah meminta agar aktivitas pemasangan pagar dihentikan.
Pemasangan pagar laut tetap berlanjut
Namun, hingga Januari 2025, pemasangan pagar laut tersebut ternyata masih berlanjut hingga mencapainya panjang 30,16 kilometer. Pemerintah baru menaruh perhatian setelah muncul beragam keluhan, terutama dari para nelayan yang khawatir tersangkut pagar saat melintasi.
KKP ancam cabut pagar
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono kemudian menyatakan pihaknya bakal mencabut pagar laut tersebut apabila tidak mengantongi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Pihaknya sudah meminta Direktorat Jenderal PSDKP KKP untuk melihat langsung ke lokasi
Pagar laut disegel
Pada 9 Januari 2025 KKP menyegel pagar laut tersebut yang dilakukan oleh tim dari KKP yang dipimpin Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pung Nugroho Saksono atau Ipunk. Ia mengatakan pemagaran laut tersebut ilegal jika merujuk izin dasar KKPRL. Ipunk juga memastikan pihaknya akan terus mendalami siapa pelaku yang bertanggung jawab atas kegiatan trsebut.
JPR mengaku bangun pagar laut
Koordinator Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Sandi Martapraja muncul dan mengaku merekalah yang membangun pagar laut tersebut dan uangnya berasar dari patungan masyarakat setempat. Adapun tujuan pembuatan pagar laut adalah untuk mencegah abrasi.
Perintah bongkar pagar laut
Presiden Prabowo Subianto kemudian mengintruksikan kepada TNI Angkatan Laut atau AL untuk membongkar pagar laut Tangerang tersebut. Hal ini sebagaimana disampaikan Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama I Made Wira Hady saat dihubungi, Sabtu, 18 Januari 2025.
Keterlibatan Kades Kohod, Arsin
Kades Kohod Arsin bin Sanip, menjadi sorotan publik setelah terbongkarnya pagar laut tersebut. Masyarakat desa Kohod menyebutnya sebagai ‘kepala desa istimewa’ dan ‘kesayangan pejabat’ yang selalu terdepan dalam membela pagar laut di perairan desa pemerintahannya itu.
Ia juga membuat pernyataan kontroversial dengan menyebut kawasan pagar laut tersebut dulunya adalah tambak karena itulah dipagari bambu. Namun pernyataan tersebut dipatahkan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN), Nusron Wahid, yang menyebut kawasan itu masuk kategori tanah musnah karena tidak terlihat fisiknya
Kades Kohod menghilang
Beberapa waktu kemudian Kades Kohod menghilang dari rumahnya. KKP Sempat memanggil Arsin dalam kapasitasnya sebagai Kepala Desa Kohod untuk dimintai keterangan terkait pagar laut di Tangerang. Namun, ia tidak memenuhi panggilan tersebut.
Pemeriksaan saksi-saksi
Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan telah memeriksa 13 saksi terkait kasus pagar laut ilegal di Laut Tangerang per 31 Januari 2025. Dari 13 orang itu diantaranya adalah Kades Kohod dan dua perwakilan JRP yang sempat mengaku sebagai swadaya masyarakat yang memasang pagar laut
Sementara per 10 Februari, Polisi sudah memeriksa 44 saksi dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen yang digunakan untuk mengurus Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut Tangerang, Banten.
Dugaan tindak pidana
Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang menyatakan area pagar laut telah memiliki sertifikat SHGB dan SHM dengan rincian: 234 bidang SHGB atas nama PT. Intan Agung Makmur (PT. IAM), 20 bidang SHGB atas nama PT. Cahaya Inti Sentosa (PT. CIS), sembilan bidang SHGB atas nama perorangan, dan 17 bidang SHM dari girik
Polisi menemukan indikasi lahan perairan yang telah bersertifikat atas nama beberapa perusahaan dan individu diduga diperoleh dengan menggunakan girik dan dokumen kepemilikan lain yang tidak sah. Selain dugaan pemalsuan dokumen, penyidik mendalami adanya penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan sertifikat. Tindakan itu berpotensi mengarah pada pidana pencucian uang
“Dugaan sementara bahwa pengajuan SHGB dan SHM tersebut menggunakan girik-girik serta dokumen bukti kepemilikan lainnya yang diduga palsu,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Djuhandani Rahardjo Puro.
Penetapan tersangka
Setelah melakukan penggeledahan di kantor dan kediaman Kades Kohod, Bareskrim Polri menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah di kawasan pagar laut Tangerang, pada Selasa, 18 Februari 2025. Empat tersangka itu adalah Kades Kohod, Arsin, Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta, dan dua penerima kuasa Septian Prasetyo dan Candra Eka, dari Septian Wicaksono Law Firm. Mereka ditahan Bareskrim Polri sejak Senin malam, 24 Februari 2025,
Modus Tersangka
Para tersangka bersama-sama membuat dan menggunakan surat palsu berupa girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, surat keterangan pernyataan kesaksian, hingga surat kuasa pengurusan sertifikat atas nama warga Desa Kohod. (tvl)
Selanjutnya surat-surat tersebut digunakan untuk mengurus penerbitan 263 Sertifikat Hak Guna Bangunan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang. Adapun pemalsuan seluruh surat ini dilakukan oleh para tersangka sejak Desember 2023 hingga November 2024. (tvl)