Site icon Jernih.co

Bisnis Sperma Menurun di Masa Pandemi COVID-19

Tidak semua pria bisa mendonorkan spermanya. Di Tiongkok, hanya pria berusia antara 22-45 tahun yang bisa mendonor. Itu pun dengan beberapa kualifikasi kesehatan tertentu. Pria yang mengalami kerontokan rambut dan rabun dekat tidak dipekenankan mendonor.

Tiongkok — Sebuah klinik kesuburan di Tiongkok barat daya menyerukan agar para pria mendonorkan sperma mereka. Hal ini dilakukan setelah klinik tersebut mengalami penurunan donor sperma tahun ini akibat pandemi COVID-19.

“[Sperma] dari pria dengan golongan darah A dan O mengalami kekurangan yang serius. Kami mendesak para pria setempat yang dermawan untuk berpartisipasi aktif dan melakukan donasi [sperma],” kata dr. Li Wenfu, salah seorang dokter di klinik kesuburan setempat, dikutip Daily Mail dari Pear Video pada Kamis (23/7/2020). 

Fasilitas kesehatan Tiongkok mencatat adanya penurunan jumlah pendonor sperma pada tahun ini dibanding tahun lalu. Sejauh ini, hanya 170 orang yang mendaftar sebagai pendonor. Angka itu 60 persen lebih sedikit dibanding tahun lalu yang mencapai empat ratus pendonor.

Pihaknya mengatakan bahwa dengan jumlah sperma yang tersedia saat ini, mereka hanya mampu membantu tiga puluh pasangan saja.

Tidak semua pria bisa mendonorkan spermanya. Di Tiongkok, hanya pria berusia antara 22-45 tahun yang bisa mendonor. Itu pun dengan beberapa kualifikasi kesehatan tertentu. Pria yang mengalami kerontokan rambut dan rabut dekat tidak dipekenankan mendonor.

Mereka yang lolos tes calon pendonor, harus menahan segala aktivitas seksual mereka selama tiga hingga tujuh hari sebelum melakukan donor.

Baca Juga : Donor Sperma, Perkembangan Medis Yang Dilematis

Dr. Li menambahkan, seluruh rangkaian proses donor akan memakan waktu sekitar delapan bulan. Selain itu, mereka yang mendonor akan mendapat bayaran 5.000 Yuan Tiongkok  (sekitar Rp10,4 juta) setelah menyelesaikan donasi sperma.

Hal sebaliknya justu terjadi di Tel Aviv, Israel. Dilaporkan The Jerusalem Post, bank sperma swasta setempat melaporkan terjadinya peningkatan persentase donasi sperma sekitar 15-30 persen. Sementara bank umum di rumah sakit mengalami peningkatan tajam sampai tiga kali lipat atau antara 100-300 persen di masa pandemi ini.

Hal ini berbanding lurus dengan naiknya angka pengangguran di Israel, yang merupakan korban kebijakan karantina wilayah dan pembatasan lainnya akibat pandemi. Mereka “menjual” sperma agar tetap memiliki penghasilan di tengah krisis ini.

Di masa karantina beberapa waktu lalu di Israel, banyak bisnis yang tutup. Bank sperma pun tutup sebab ada kekhawatiran SARS-CoV-2 dapat menyebar melalui sperma. Namun, setelah dibuka kembali, ternyata jumlah pendonor naik tajam.

Salah seorang pendonor bernama Alon mengaku ia mendapat uang sekitar NIS (New Israel Shekel) 3000 atau sekitar Rp12,8 juta sebulan dengan mendonasikan spermanya.

“Untuk hanya beberapa menit ‘bekerja’, saya dapat dengan mudah mendapat NIS 3.000 atau lebih dalam waktu satu bulan tanpa banyak usaha. Ini cara yang bagus untuk menghasilkan uang selama periode ini di mana saya menganggur,” kata Alon, dikutip The Jerusalem Post.

Sebelum pandemi, pria berusia 25 tahun ini berkerja sebagai juru masak di sebuah restoran di Kota Haifa. Pandemi corona memaksanya menganggur sementara ia memiliki banyak hutang. Donor sperma adalah “cara mudah” mendapat uang di masa sulit seperti ini. [*]

Exit mobile version