Site icon Jernih.co

BMKG: Selama Pandemi Banyak Rambu Evakuasi Bencana Alam di Cilegon Hilang

Pemprov juga perlu mengecek kesiapan sarana dan prasarana yang ada di shelter untuk memastikan apakah masih layak atau tidak dan sehingga perlu direvitalisasi kembali.

JERNIH-Menghadapi ancaman gempa bumi dan tsunami yang berpotensi terjadi di wilayah Banten khususnya Kota Cilegon, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten siaga.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan BMKG telah memberikan sejumlah catatan mengenai kesiapan Pemerintah Provinsi Banten untuk menerbitkan aturan terkait mitigasi gempa bumi dan tsunami di sepanjang daerah rawan.

“Di antaranya, pengecekan jalur dan sarana evakuasi, pemasangan rambu, pemasangan sirine, penyusunan SOP bersama kawasan industri, dan penyusunan penetapan aturan (Pergub) terkait bangunan tahan gempa,” kata Dwikorita dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/2).

Salah satu hal yang menjadi perhatian BMKG adalah pemasangan rambu-rambu evakuasi menuju tempat evakuasi terakhir karena banyak yang hilang.

“Dalam kurun waktu dua tahun masa Pandemi Covid-19 banyak rambu evakuasi yang sudah hilang. Perlu juga dicek kesiapan sarana dan prasarana yang ada di shelter. Apakah masih layak atau tidak dan sehingga perlu direvitalisasi kembali. Semua pihak harus dilibatkan, termasuk perusahaan-perusahaan di kawasan industri dan pengusaha hotel dan restoran di kawasan wisata,” kata Dwikorita tegas

Sebelumnya BMKG mengingatkan akan ancaman gempa bumi dan tsunami yang berpotensi terjadi di wilayah Banten khususnya Kota Cilegon.

“Letak Cilegon yang berada di ujung barat Pulau Jawa, di tepi Selat Sunda, selain strategis juga menyimpan potensi bahaya yang cukup besar jika sewaktu-waktu terjadi gempa dan tsunami,” kata Dwikorita pada Selasa (15/2/2022).

Dwikorita juga mengingatkan, sedikitnya ada empat sumber potensi gempa bumi dan tsunami di area tersebut, yaitu Zona Megathrust berstatus rawan gempa bumi dan tsunami, Zona Sesar Mentawai, Semangko, dan Ujung Kulon berstatus rawan gempa bumi dan tsunami, Zona Graben Selat Sunda berstatus rawan longsor dasar laut, dan Gunung Anak Krakatau yang jika erupsi juga dapat memicu tsunami.

Jika terjadi gempa dengan kekuatan magnitudo 8,7 maka potensi genangan tertinggi mencapai 8,28 meter, yaitu di sekitar Pelabuhan Merak Kota Cilegon.

Karena posisi Pelabuhan Merak berada pada teluk menghadap celah sempit (selat) berseberangan dengan Pulau Merak Besar, dapat terjadinya amplifikasi atau penguatan gelombang tsunami di lokasi tersebut.

Diperkirakan genangan tsunami mencapai jarak maksimum sekitar 1,5 km dari tepi pantai meliputi Kelurahan Tegalratu, Kecamatan Ciwandan dan Kelurahan Warnasari, Kecamatan Citangkil di Kota Cilegon, yang merupakan kawasan yang landai.

“Bencana ikutan akibat gempa bumi dan tsunami juga berpotensi terjadi di kawasan industri Cilegon, berupa kebakaran, sebaran zat kimia yang berbahaya, ledakan akibat bahan kimia, ataupun tumpahan minyak,” kata Dwikorita.

Sebagaimana diketahui di Cilegon terdapat berbagai objek vital negara terdapat di wilayah tersebut, antara lain Pelabuhan Merak, Pelabuhan Cigading Habeam Centre, Kawasan Industri Krakatau Steel, PLTU Suralaya, PLTU Krakatau Daya Listrik, Krakatau Tirta Industri Water Treatment Plant, (Rencana Lot) Pembangunan Jembatan Selat Sunda dan (Rencana Lot) Kawasan Industri Berikat Selat Sunda. (tvl)

Exit mobile version