Site icon Jernih.co

Cerita Skeptisnya Gereja Ortodoks Yunani Akan Sains dan Protokol Covid-19

Ilustrasi: Gereja katolik Ortodos

Sikap mencibir, memusuhi protokol wabah untuk mencegah infeksi corona itu disebabkan merasa diri kebal virus. Sikap itu baru bergeser ketika sejumlah tokoh gereja jatuh sakit

JERNIH– Setidaknya lima petinggi Gereja Ortodoks Yunani terjangkit virus corona dalam beberapa bulan terakhir. Salah seorangnya dikabarkan meninggal dunia. Termasuk di antaranya adalah Uskup Agung Ieronymos.

Uskup berusia 82 tahun itu sempat dirawat selama hampir dua pekan di rumah sakit. “Saya ketakutan dan merasakan sakit, seperti juga orang lain,” kata Ieronymos setelah dinyatakan sembuh, 30 November lalu.

Covid-19 dikabarkan juga mewabah di kompleks biara Ortodoks Timur di Gunung Athos, di utara Yunani. “Awalnya gereja gagal menyadari cakupan masalahnya,” kata Chrysostomos Stamoulis, Guru Besar Teologi Dogmatis di Universitas Aristotle di Thessaloniki.   “Dalam beberapa kasus, mereka cenderung bersikap arogan, di mana petinggi gereja meyakini dirinya kebal.”

Ketika pembatasan sosial terakhir kali diberlakukan, asosiasi kepastoran Yunani mengeluhkan betapa protokol kesehatan bersifat “berlebihan” dan “membunuh kebebasan beragama.”  Ieronymos yang berpandangan moderat, sebaliknya mengimbau umat agar “menaati aturan dan kebijakan yang dikeluarkan otoritas kesehatan.”

Menurut Alexandros Sakellariou, peneliti agama di Universitas Terbuka Hellenik, respon dewan keuskupan terhadap kebijakan pandemi problematis.  “Orang mendapat kesan bahwa pemuka gereja Ortodoks seperti berharap bisa menemui sang pencipta,” kata dia.

Antara Mei dan Oktober, terutama di daerah pinggiran, pendeta dikabarkan mencibir jemaat gereja yang mengenakan masker, tutur Skellariou. Selama wabah, pemimpin gereja tampil tanpa masker ketika menghadiri acara nasional, termasuk upacara pelantikan menteri baru pada bulan Agustus, dan perayaan keagamaan di Thessaloniki, Oktober lalu.

Seorang uskup yang kembali sembuh dari Covid-19 sempat berkelakar betapa “obat harian” yang ia minum adalah air suci dari gereja.

Partai Demokrat yang berkuasa memiliki hubungan erat dengan Gereja Ortodoks. Negara bertanggungjawab membiayai gereja dan menggaji para uskup. Menurut Sakellariou, pemerintah menyadari ongkos politik yang tinggi jika mengritik petinggi gereja di hadapan publik.

“Gereja menciptakan rintangan ketimbang memfasilitasi negara” dalam menjalankan protokol wabah, kata dia. “Tidak ada komunitas agama lain di Yunani yang mengekspresikan penolakan” terhadap kebijakan pemerintah.

Perselisihan memuncak seputar Paskah Ortodoks yang menjadi hari raya keagamaan terbesar di Yunani. Gereja menolak permintaan pemerintah membatalkan Perjamuan Kudus demi mencegah munculnya gelembung infeksi.

Dewan keuskupan Ortodoks Yunani, atau Sinode Suci, sempat bersikeras menolak peringatan otoritas kesehatan bahwa pembagian hosti yang dicelupkan ke dalam cawan anggur yang sama untuk jemaat gereja akan mempercepat penyebaran virus.

Selama berbulan-bulan, Ieronymos mendapat tekanan dari anggota dewan keuskupan untuk mendesak pemerintah melonggarkan pembatasan kegiatan gereja. 

Sketisisme sains

Dengan menerima pembatasan oleh pemerintah, “kita sudah menyerahkan kunci gereja, dan apa yang tersisa adalah memberikan segel gereja juga,” tulis Uskup Cythera, Serafeim, dalam sebuah surat kepada uksup agung, tertanggal 30 November lalu.

Serafeim yang menuduh pemerintah Yunani berlaku bak kaisar Romawi, sempat ditahan kepolisian Maret silam lantaran menggelar misa di tengah lockdown.

Gereja Ortodoks adalah salah satu institusi paling berpengaruh di Yunani. Kekuasaan para uskup berpusar pada harta kekayaan gereja yang tinggi dan pengaruh kuat di politik dan lembaga peradilan. 

Bulan lalu, Dewan Sinode Suci mengecam imbauan menunda ritual Sakramen selama lockdown. Kebijakan itu, kata dia, “sinting” dan tidak pada tempatnya. Adapun uskup Kreta belum lama ini menyebut kewajiban bermasker serupa “perbudakan.”

Menyusul kasus infeksi di jajaran tinggi, kini gereja “harus tunduk pada ilmu pengetahuan, dengannya mereka tidak pernah memiliki hubungan yang baik,” imbuh Sakellariou. 

Pemerintah Yunani sejauh ini melarang layanan misa di gereja sebagai bagian dari pembatasan sosial teranyar yang berlaku sejak awal November. 

Sebelum tertular corona, Uskup Ieronymos dan anggota Sinode lain masih sempat mengirimkan surat kepada perdana menteri, di mana mereka menyatakan “tidak mampu menerima” lockdown selama Natal. Sikap itu, menurut Sakellariou, belum akan berubah.

“Jika kita membaca artikel-artikel online yang ditulis teolog dan pendeta, semakin jelas bahwa pandangan seperti ini masih hidup.” [AFP/AP/Deutsche Welle]

Exit mobile version