Sejumlah negara di dunia telah melakukan konversi siaran televisi digital guna mendapatkan tayangan yang berkualitas. Namun Indonesia menjadi negara yang relative terlambat menerapkan sistem penyiaran digital.
Dilaporkan Metro siang yang tayang pada kamis (16/7/2020), migrasi stasiun televisi digital adalah sebuah sistem penyiaran yang hampir sama dengan sistem analog, menggunakan saluran frekuensi radio UHF dan juga VHF, namun format konten sudah berubah menjadi digital.
Gagasan perubahan dari tv analog ke tv digital sudah dimulai pada tahun 1997 namun dalam format televisi digital satelit. Kemudian berkembang pada tahun 2004, di bawah koordinasi Tim Nasional Migrasi Televisi dan Radio dari analaog ke digital, telah dilakukan kajian terhadap implementasi penyiaran Tv digital.
Di tahun 2006-2007, dapat disebut sebagai tahun ‘ancang-ancang’, yaitu dengan dilakukannya uji coba siaran televisi digital, dengan kanal 34 UHF standar DVB-T (Digital Viseo Broadcasting-Terrestrial) dan kanal 27 UHF standar T-DMB (Terrestrial Digital Multimedia Broadcasting). DVB-T dan T-DMB adalah sistem standar sebagai saluran transmisi dari digital menuju ke N-User, artinya menonton dengan format digital.
Standar DVB-T sudah dilakukan di negara Eropa dan Amerika, sementara standar T-DMB dilakukan di korea selatan. Indonesia pada tahun 2020 belum melakukan migrasi secara merata, namun sudah melakukan secara perlahan-lahan. Boleh dibilang terlambat bila dibandingkan dengan negara lain yang sudah melangkah lebih dulu.
Beberapa negara yang telah melakukan analog switch off atau migrasi ke digital adalah Amerika Serikat pada tahun 2009, Prancis tahun 2010, Jepang dan Kanada tahun 2011, Inggris dan Irlandia tahun 2012, Australia tahun 2013, dan beberapa negara Asia Tenggara yang telah bermigarasi ke televisi digital adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand tahun 2015.
Keuntungan dari migrasi digital tersebut adalah efektifitas dan optimalisasikanal frekuensi untuk siaran yang disaksikan secara umum. Beberapa perbandingan antara televisi analog dan televisi digital menunjukan perbedaan kwalitas yang signifikan.
Yang dilakukan oleh televisi di Indonesia pada saat ini hanya menggunakan satu kanal frekuensi hanya untuk satu program siaran, sementara kanal digital, satu kanal frekuensi dapat digunakan untuk 12 program siaran.
Demikian pula kualitas gambar dan suara televisi analog bergantung pada sinyal sehingga seringkali gambar terlihat ‘bersemut’, sementara televisi digital lebih baik. Perbedaan lainnya, pancaran sinyal televisi analog relative tidak stabil sedangkan televisi digital lebih stabil.
televisi analog pun rentan terhadap gangguan cuaca misalnya ketika hujan, gambar tiba-tiba hilang. sementara televisi digital hanya mengenal kondisi sinyal diterima dengan kode (1) dan sinyal tidak diterima dengan kode (0). Jadi Ketika sinyal sudah diterima tidak mungkin ada gangguan gambar dan suara.
Pada awal ide televisi digital berkembang di Indonesia, telah dikeluarkan peraturan dari Kominfo RI (Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia), mengenai standar penyiaran digital terrestrial untuk televisi tidak bergerak, disebutkan bahwa pemerintah menetapkan DVB-T sebagai standar penyiaran televisi digital yang ditetapkan dalam P/M/.KOMINFO NO.07/2007.
Dan kerangka hukum lainnya adalah P/M/.KOMINFO No.39/2009 yang kemudian diganti menjadi P/M. KOMINFO No. 22/2011 tentang kerangka dasar penyelenggaraan penyiaran televisi digital terrestrial penerimaan tetap tidak berbayar (free to air).
Hal tersebut menjadi kerangka dasar atau jalan untuk membuat road map yang ditargetkan pada tahun 2018 Indonesia full analog switch off atau sudah bermigrasi pada televisi digital sepenuhnya. Namun baru beberapa program yang dijalankan dan ada beberapa program yang mundur dari target
Berdasarkan roadmap tersebut, tahun 2009-2012 dilakukan tahap I, yaitu Grand Launching, uji coba siaran televisi digital yang dilakukan pada tahun 2009. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyona, lisensi baru untuk televisi analog dihentikan dan perusahaan penyiaran televisi digital mendapatkan lisensinya.
DVB dan DAB juga mulai diperkenalkan. Menkominfo tahun 2010 yaitu Tifatul Sembiring membagikan 1000 set top box sebagai perangkat tambahan bagi televisi analog ke masyarakat Bandung, sehingga televisi yang ada di rumah dapat menangkap frekuensi sinyal digital.
Pada periode simulcast, stasiun televisi dapat menyiarkan sistem penyiaran 2 arah secara analog dan digital. Namun pada kenyataannya baru dilakukan pada tahun 2020. Kemudian mendorong industri teknik dalam negeri dalam penyediaan peralatan penerima televisi digital.
Tahap II dilakukan pada tahun 2013-2017, yaitu penghentian siaran televisi analog di kota-kota besar, dimulai dengan pulau Jjawa, lalu kepulauan Riau kemudian diikuti oleh pulau-pulau lain di Indonesia dan intensifikasi penerbitan izin bagi MUX Operator.
Tahap III dilakukan pada tahun 2018 seharusnya menjadi target besar dari road map tersebut, yaitu menghentikan seluruh sistem siaran analog untuk diganti dengan siaran televisi digital yang dioprasikan secara penuh. Diantaranya menyiapkan Kanal 49 keatas yang akan digunakan untuk sistem komunikasi nirkabel masa depan.
Namun kenyataannya sampai saat ini penyiaran televisi digital di Indonesia belum merata. Menkominfo Johnny G. Plate menyatakan agar televisi digital dapat menyeluruh dapat dilakukan melalui revisi legalisasi primer atau Undang-undangnya. Pembahasan RUU tersebut masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas), dan masih berlangsung alot. Sehingga pembahasan tersebut diprediksi akan mundur. [*]