Seperti berulang kali Doni Monardo yang komisaris utama MIND ID itu menegaskan, bahwa perusahaan tambang merusak lingkungan untuk mengeksplorasi kekayaan bumi. Karenanya, proses reklamasi lahan bekas tambang harus menjadi perhatian utama, agar tidak mewariskan kerusakan bumi kepada anak-cucu.
JERNIH– Letjen TNI Purn Dr (HC) Doni Monardo adalah “kamus hidup Citarum Harum”. Tidak salah jika Tuhan menakdirkan pria berdarah Minang ini dilahirkan di Cimahi, 10 Mei 1963. Ada semacam keterikatan antara Tanah Siliwangi dengan Doni.
Karenanya, ia meradang saat dunia gempar oleh berita viral ihwal penetapan status “sungai terkotor di dunia” kepada Sungai Citarum. Ditambah, saat ia menjabat Pangdam XVI/Pattimura, beberapa kali mendapat laporan kondisi Sungai Citarum yang memprihatinkan.
“Yang melaporkan kondisi Citarum antara lain Pak Yudi dan Bu Irma,” ujar Doni sambil menatap ke arah Brigjen TNI Purn Yudi Zanibar dan aktivis lingkungan Irma Hutabarat, di Cisanti, hulu Sungai Citarum, Sabtu (26/3) lalu. Benar. Hari itu, Doni Monardo mengajak jajaran direksi dan staf BUMN Tambang di bawah MIND ID ke Cisanti. Tujuannya adalah dialog dan saling belajar tentang bagaimana mereklamasi kerusakan lingkungan.
Seperti berulang kali Doni Monardo yang komisaris utama MIND ID itu menegaskan, bahwa perusahaan tambang merusak lingkungan untuk mengeksplorasi kekayaan bumi. Karenanya, proses reklamasi lahan bekas tambang harus menjadi perhatian utama, agar tidak mewariskan kerusakan bumi kepada anak-cucu.
Dalam forum yang juga dihadiri Ketua Satgas Citarum Harum dan para Komandan Sektor (Dan Sektor) Citarum Harum, Doni tegas mewanti-wanti, “Jangan tergiur iming-iming!”
“Jika kelak kalian ingin pensiun dengan kepala tegak, jangan sekali-kali tergiur iming-iming. Sebab, selalu akan datang pihak-pihak menawarkan iming-iming. Mereka terutama dari kalangan yang sering melakukan pelanggaran terhadap lingkungan. Pasti akan datang. Sekali lagi saya tegaskan, pasti akan ada yang datang memberi iming-iming. Ingat, hal-hal seperti itu, cepat atau lambat pasti akan ketahuan,” ujar Doni mewanti-wanti para juniornya.
Dibutuhkan keteguhan hati untuk menjaga marwah Citarum Harum. Hanya dengan cara seperti itu itu maka kualitas penataan Citarum bisa berjalan dengan baik. “Jangan korbankan masa depan anak-cucu kita hanya karena imbalan. Jangan mencoreng prestasi prajurit Siliwangi, prajurit maung Bandung yang sudah melegenda dan mendunia,” kata Doni pula.
Setelah sekian lama, Doni Monardo pun mengilas balik sejarah lahirnya Citarum Harum. “Begitu Kasad pulang ke Jakarta pasca Sertijab Pangdam III/Siliwangi, saya langsung gelar rapat. Kepada Kasdam juga saya sampaikan, kehebatan Siliwangi jangan hanya lip service, sebaliknya harus tanggung jawab terhadap persoalan besar di depan mata. Kita malu,” kata Doni membuka kisah.
Malu kenapa? Malu karena sudah beredar berita ke seluruh dunia, bahwa Citarum menjadi sungai terkotor di dunia. Ada bangkai binatang, ulatnya dipertontonkan. Ada bangkai kambing, potongan tubuh manusia, macam-macam. “Ada foto Pak Anang (Anang Sudarna, dulu Kadis LH Jabar-red) lagi berdiri di tumpukan sampah yang juga viral. Salah satu yang memviralkan adalah Gary Bencheghib, warga Prancis naik kayak dari botol air mineral di tengah tumpukan sampah sungai Citarum. Itu saya ingat betul,” tambahnya.
Awalnya, Doni tidak begitu yakin mengenai kondisi Citarum yang begitu parah, sampai suatu ketika ia sempatkan diri membuka-buka YouTube tentang Citarum. Tayangan Citarum yang kotor juga ditayangkan di banyak negara. Bahkan ketika Doni di Vietnam, ia mendapatkan tayangan sungai Citarum yang diberi label sungai terkotor di dunia. “Saya bilang kepada prajurit Siliwangi ketika itu, bahwa bangsa kita dipermalukan. Kita tidak bisa tinggal diam,”katanya, tegas.
Doni pun menemukan satu-satunya strategi mengatasi masalah, yaitu dengan hidup di tengah masyarakat dalam arti sebenarnya. Kebetulan Doni bertemu ulama kota Bandung, M Sobirin. Diskusi menyinggung seorang filsuf Cina, Lao Tze yang terkenal dengan ungkapannya, “Temuilah rakyatmu, hiduplah bersama mereka, mulailah dari apa yang mereka miliki sampai akhirnya mereka mengatakan aku telah mengerjakannya.”
Doni Monardo minta Kasdam III/Siliwangi, ketika itu Brigjen TNI Yosua Pandit Sembiring, untuk mendata jumlah perwira menengah yang siap menjadi komandan sektor. Dari sekitar 30 pamen, akhirnya 21 pamen khusus (Pamensus) dijadikan komandan sektor yang bertanggung jawab pada sektor-sektor di sepanjang sungai Citarum sepanjang 270 km. “Pak Kasdam juga saya minta melakukan survei lapangan sebelum menerjunkan para pamensus dan pasukan Siliwangi terjun ke lapangan,” katanya.
Bukan hanya itu, Doni juga minta Kakesdam III/Siliwangi, ketika itu Kolonel Ckm dr Is Prijadi untuk mengambil sampel air Citarum dan melakukan pengujian di laboratorium independen. “Beliau meninggal dunia 4 Desember 2020, semoga tenang di sisi Tuhan. Dokter Is Prijadi adalah salah satu pahlawan Citarum Harum,” kata Doni, khidmat.
Dokter Is Prijadi pun menyampaikan hasil lab. Dari situ Doni tahu air Sungai Citarum sangat tercemar. Mengandung logam berat, bakteri salmonella, e-coli, pseudomonas. Yang disebut terakhir, ternyata sangat berbahaya karena menyerang wanita, dan bisa mengakibatkan keputihan menahun. Logam beratnya juga sangat beragam, ada merkuri, sianida, cadmium, zeng, timbal, dan lain-lain.
Padahal, air Sungai Citarum termasuk yang mengalir di Kalimalang, adalah sumber air baku PDAM. “Bagaimana bangsa kita mau hidup sehat, jika kondisi air yang digunakan dari air yang penuh limbah berbahaya?” kata Doni, menggugat.
Selagi Doni Monardo menggelar rancangan strategi pemulihan Citarum, ia juga melaporkan ke Menko Maritim dan Investasi Luhut B Panjaitan. Semua dalam rangka, kolaborasi pentahelix. “Suatu hari kami diundang rapat bersama Menko Marves. Setelah selesai rapat, pak Menko meninggalkan tempat, saya didatangi pak Tb Haeru Rahayu, salah satu asisten deputi Kemenko Marves,”Doni mengenang.
Saat itu, Tb Haeru Rahayu menyampaikan sebuah konsep penyelesaian Sungai Citarum. Demi melihat konsep dari Tb Haeru, Doni spontan menampik, “Waduh…. Anak buah saya cuma ngurusi sampah? Saya tidak mau. Saya tidak rela anak buah saya cuma disuruh ngurusi sampah. Kemampuan prajurit Siliwangi jauh di atas itu,” kata Doni.
Bukan hanya itu, masygul dengan konsep staf Kemenko Marves tadi, Doni bahkan tegas mengatakan, “Kalau itu konsepnya, silakan jalan sendiri. Saya tidak akan mengizinkan anak buah saya (hanya) ngurusi sampah Citarum.”
Tb Haeru Rahayu tentu saja kaget dengan reaksi keras Mayjen TNI Doni Monardo. Maka ia buru-buru menyampaikan, “Baik, kalau begitu, saya laporkan ke Pak Safri.” Yang dimaksud adalah Safri Burhanuddin, deputi Bidang Sumber Daya Manusia, IPTEK dan Budaya Maritim, Kemenko Marves.
Di kemudian hari Doni mendapat informasi, setelah Tb Haeru menyampaikan reaksinya, lalu pejabat di Kemenko Marves menegaskan lugas, “Ya sudah kalau itu maunya. Serahkan saja pada Pak Doni.”
Mendapat “lampu hijau” dari Kemneko Marves, Doni Monardo makin kencang berlari menyiapkan segala sesuatu untuk operasi mulia, menghapus status “sungai terkotor” dari nama Citarum. Puncaknya, lahir Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum.
“Alhamdulillah, hari ini kita melihat semuanya positif. Kita doakan semoga para Dansektor, pak Kasdam, pak Pangdam yang sekarang memimpin, bisa melanjutkan perjuangan, karena ini tugas mulia,” ujar Doni Monardo.
Perubahan perilaku
Perpres itu memiliki masa berlaku tujuh tahun. Itu artinya, Perpres 15/2018 akan berakhir tahun 2025. Masih ada sisa waktu untuk membuat program Citarum Harum berhasil secara permanen. Doni berharap, tidak sampai terjadi, pasca Perpres, Citarum kembali terbengkalai dan kotor kembali.
Persoalan mendasar, kata Doni Monardo adalah perubahan perilaku. Peraturan Presiden tentu tidak bisa memiliki durasi selama-lamanya. Sebaliknya jika sampai masa berlaku Perpres selesai, rasanya tidak elok jika meminta presiden memperpanjang. Sebab, itu bisa diartikan program belum berhasil.
“Maka tiga tahun ke depan harus kita maksimalkan untuk program perubahan perilaku,” ujar Doni Monardo. Ia juga tidak ingin tentara terus-menerus mengurusi Sungai Citarum. Tujuh tahun sudah cukup. Selanjutnya, peran tentara harus menjadi contoh, sehingga bisa diikuti oleh masyarakat.
Kalau toh ke depan tentara Siliwangi masih terlibat, perannya lebih kecil. Misalnya, hanya sebatas menjadi konsultan di bawah kendali Satgas. Pada saat itu, diharapkan masyarakat sudah memiliki kesadaran pentingnya menjaga Sungai Citarum. Tugas prajurit Siliwangi ke depan adalah bagaimana mengubah perilaku masyarakat.
Terakhir, Doni Monardo menyinggung masukan dari seorang pembicara, mengenai perlunya Satgas Citarum Harum memiliki seragam khusus. Dengan demikian, masyarakat ke depan bukan patuh karena baju loreng prajurit Siliwangi, melainkan benar-benar karena kesadaran.
Atas usulan tersebut, Doni Monardo setuju. Kiranya Satgas Citarum Harum perlu memikirkan ide kostum yang sesuai, yang dikenakan oleh para prajurit Siliwangi maupun masyarakat sipil. Besar harapan Doni Monardo sebagai penggagas Citarum Harum, ke depan Citarum akan kembali ke fungsinya sebagai sumber kehidupan manusia dan sumber peradaban bangsa. [egy massadiah/roso daras]