PT Freeport Indonesia (PTFI), operator tambang Grasberg, mengonfirmasi bahwa ketujuh pekerja yang sebelumnya dinyatakan hilang akibat bencana aliran lumpur (“mud-flow”) telah dipastikan meninggal dunia.
JERNIH – Awal mula tragedi terjadi pada 8 September 2025. Saat itu, sekitar 800.000 ton material basah meluncur tiba-tiba ke area tambang bawah tanah Grasberg, salah satu tambang tembaga dan emas terbesar di dunia. Dalam sekejap, lorong yang biasanya menjadi nadi produksi berubah menjadi ruang maut — tujuh pekerja terjebak di bawah lapisan lumpur dan batu.
Selama berminggu-minggu, tim penyelamat berjuang menembus material licin dan berbahaya. Harapan masih menggantung di udara — sampai akhirnya, satu per satu jasad ditemukan: dua pada 20 September, lima lainnya menyusul pada awal Oktober. Ketika tubuh terakhir diangkat, doa mengiringi udara dingin Tembagapura. Pencarian berakhir, tapi luka baru saja dimulai.
Ketujuh korban bernama Wigih Hartono, Irawan, Zaverius Magai, Holong Gembira Silaban, Dadang Hermanto, Balisang Telile, dan Victor Bastida Ballesteros.
Wigih Hartono dan Irawan, dua pekerja tangguh dari kontraktor lokal yang dikenal tekun dan jarang mengeluh. Zaverius Magai, putra asli Papua, yang rencananya akan menikah tahun depan — kini ia dimakamkan di tanah kelahirannya, Kuala Kencana.
Sementara Holong Gembira Silaban dan Dadang Hermanto, dua sahabat seperjuangan dari PT Redpath Indonesia, yang sama-sama dikenal humoris di antara rekan kerja. Ada pula Balisang Telile dari Afrika Selatan, dan Victor Bastida Ballesteros dari Chili — dua warga asing yang jauh dari rumah, namun telah menjadi bagian dari keluarga besar Freeport Indonesia.
Manajemen Freeport, bersama keluarga korban, telah mendampingi proses pemulangan dan penghormatan terakhir. Dalam rilis resminya, Presiden Direktur Freeport Indonesia, Tony Wenas, menyebut para korban sebagai “bagian dari keluarga besar Freeport, bukan sekadar karyawan.”
Freeport kini berjanji melakukan investigasi menyeluruh, bekerja sama dengan Kementerian ESDM dan otoritas lokal, untuk menelusuri penyebab pasti aliran lumpur raksasa itu. Operasi tambang pun dihentikan sebagian — bukan hanya sebagai bentuk duka, tapi juga sebagai upaya introspeksi: bagaimana memastikan keselamatan tidak lagi dikorbankan di altar produksi.(*)
BACA JUGA: MTPI: Selamatkan Freeport, Selamatkan Kebijakan Hilirisasi