Banyak yang bisa dibayangkan saat mengingat bangsa Romawi kuno. Selain meninggalkan peradabannya yang tinggi dan masyhur, seperti tekhnik bangunan, tata ruang perkotaan, sistem hukum, ilmu pengetahuan dan sastra, Bangsa Roma juga terkenal karena sifat perangnya.
Hobi perang bangsa Romawi menggambarkan hasrat kekerasan yang memungkinkan mereka mampu membangun imperialis Roma dalam kebijakan pemerintahannya. Salah satu manifestasi kekerasan yang disukai dalam masa kekaisaran Romawi adalah pertarungan gladiator.
Gladiator dalam bahasa latin bermakna ahli pedang, asal katanya dari gladius yang bermakna pedang. Namun pada prakteknya tidak saja pedang yang digunakan, beberapa senjata lainnya seperti tombak dan jaring juga dijadikan sarana bertarung.
Konsep gladiator berakar dari budaya Etruria yang berjaya sebelumnya. Kebudayaan Etruria lebih maju lebih awal dibandingkan Romawi. Titus Livius, sejarawan Romawi di awal Masehi menuliskan bahwa Etruria begitu kondang, namanya memenuhi bumi dan laut.
Salah satu kegemaran orang Etruria adalah gemar menonton pertandingan tinju, gulat , kereta perang dan athletik. Bagi masyrakat Etruscan, permainan gladiator memiliki makna yang suci karena menjadi bagian dari ritual penguburan untuk menghormati orang mati.
Sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa pertarungan gladiator dimulai ketika ritual darah diadakan di pemakaman bangsawan kaya. Ketika bangsawan terhormat meninggal, keluarga mereka akan mengadakan pertarungan di sisi kuburan di antara para budak atau tahanan.
Menurut penulis Romawi Tertullian dan Festus, orang Romawi percaya bahwa darah manusia membantu memurnikan jiwa orang yang meninggal. Pertarungan tersebut mungkin juga dianggap sebagai penghargaan pada yang meninggal dalam bentuk pengorbanan manusia.
Namun permainan suci ini saat Kekaisaran Romawi berjaya, menjadi tontonan dan hiburan. Pertandingan gladiator di Roma pertama kali terjadi pada 264 SM. Para gladiator yang bertarung kebanyakan adalah tawanan perang, budak atau penjahat yang divonis mati.
Baca Juga :
- ‘Kota Kuburan’ Terluas di Dunia, Menampung Lebih dari 5 juta Mayat
- Misteri Reruntuhan Kota Islam Gedi yang Dihuni Jin
Mereka dipaksa bertarung di arena. Permainan ini kemudian diangkat menjadi tontonan yang populer, terutama selama pemerintahan Julius Caesar. Ia mengadakan pertarungan antara ratusan gladiator untuk menghormati ayah dan anak perempuannya yang telah meninggal.
Pada akhir abad ke-1 SM, pejabat pemerintah mulai menjadi tuan rumah permainan yang didanai negara sebagai cara mengambil hati massa.
Penggunaan tawanan perang, budak maupun penjahat sebagai gladiator adalah cermin musuh-musuh yang telah ditaklukan Romawi dalam perang. Oleh karena itu terdapat beberapa jenis gladiator yang gaya bertempurnya dipengaruhi oleh daerah-daerah yang ditundukan Romawi.
Beberapa gaya bertarung gladiator dapat dilihat dari jenis senjata dan pelindungnya seperti Thrakia, Murmillo atau Hoplomacus, Samnite, Provocator, Secutor/ Scissor, Retiarius, Crupellarius, Eques, Dimachaerus, dll.
Dengan demikian, pertarungan gladiator dapat dilihat sebagai cara bagi bangsa Romawi untuk mengenang kembali perang yang mereka alami dengan suku-suku yang telah ditaklukkan dan kemudian menjadi rakyatnya.
Baca juga : Gladiator : Kasta Terendah yang Bertarung demi Reputasi dan Kebebasan
Walaupun para gladiator mengalami hidup yang keras dan berbahaya, namun mereka adalah superstar yang dilimpahi ketenaran. Sebagian mendapatkan kemuliaan dan kekayaan. Karena iming-iming reputasi seperti itu membuat warga bebas pun tertarik mendalami profesi sebagai gladiator, walau tidak banyak.
Sejumlah orang bebas yang terpikat oleh serunya pertempuran dan deru kerumunan, mulai tertarik menandatangani kontrak dengan sekolah gladiator secara sukarela dengan harapan memenangkan kejayaan dan hadiah uang.
Prajurit lepas ini sering kali adalah orang-orang yang putus asa atau mantan prajurit yang terampil dalam pertempuran, tetapi beberapa dari mereka adalah bangsawan kelas atas, ksatria senator yang ingin menunjukkan darah prajurit mereka.
Bahkan beberapa kaisar Romawi turut berpartisipasi menjadi dalam permainan gladiator, diantaranya adalah Kaisar Commodus. Walau demikian karena profesi gladiator pada dasarnya dipandang rendah dalam kelas sosial masyarakat Roma, partisipasi Kaisar Commodus selalu dicemooh.
Meskipun status sosial gladiator rendah, mereka memiliki potensi untuk mendapatkan perlindungan dari kelas atas. Terkadang bahkan mendapat manfaat dari kaisar sendiri.
Menurut Suetonius, Kaisar Nero pernah menghadiahkan seorang gladiator bernama Spiculus rumah dan tanah yang sebanding dengan hadiah untuk para jenderal yang pulang membawa kemenangan perang.
Baca Juga :
- Locusta, Pembunuh Berantai Paling Beracun Zaman Romawi Kuno
- Riwayat Kekejian Vlad III, Bangsawan yang Menjadi Dracula
Terlepas dari benar atau tidaknya klaim itu, Suetonius menggambarkan tentang sifat mewah Kaisar Nero yang mengganjar seseorang dari kasta terendah dengan hadiah mahal.
Contoh kisah gladiator Spiculus merupakan kasus yang langka, ketika gladiator sebagai kasta terendah mendapatkan penghargaan berlimpah. Namun gladiator memang merupakan aset berharga bagi pemiliknya. Semakin banyak pertarungan yang dimenangkan maka semakin tinggi harga seorang gladiator.
Kepopuleran juara gladiator masih terekam dalam dinding-dinding arena gladiator yang ada di Roma dan kota-kota lainnya yang menyelenggarakan permainan tersebut. Beberapa nama gladiator dan jumlah kemenangannya dituliskan dalam grafiti.
Diantara nama-nama yang terungkap adalah Nascia 60, ‘Petronius Octavius 35, Severus 55, dan Nascia 60. Beberapa nama gladiator rupanya menjadi pujaan kaum wanita juga tertulis dalam grafiti berbunyi : “Crescens pejuang bersih, memegang hati semua gadis”, dan “Caladus Thraecian, membuat semua gadis menghela nafas.”
Pada abad ke 4 M, popularitas permainan gladiator mulai menurun ketika agama Kristen diadopsi sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi. Sampai akhirnya permainan galdiator betul-betul dihentikan ketika terjadi peristiwa dramatis tahun 404 M, yang menempatkan Santo Telemakus sebagai martir di arena gladiator.
Baca Juga :
Sejarawan Theodoret (393–466 M) yang berasal dari Cyrrhus, yaitu kota di masa Suriah kuno, menuliskan bahwa Telemakus adalah biarawan yang datang ke Roma dari Asia Kecil. Dalam salah satu pertandingan gladiator di kota itu, Telemakus melompat ke arena untuk menghentikan dua gladiator dari pertempuran maut.
Namun para penonton sangat tidak senang dengan tindakan Telemakus. Mereka mulai melempari sang biarawan dengan batu sampai akhirnya mati. Sejak itu colosseum menjadi sunyi sepi dari pertarungan gladiator, namun tidak untuk kemeriahan lainnya. [*]