Banyak cara dilakukan Bass dalam mengejar targetnya, termasuk menyamar sebagai seorang pengemis dan berjalan kaki lebih dari 30 mil jauhnya
JAKARTA—Dengan kemampuan bersembunyi dan mengendus jejak yang diperoleh dari sebagian hidupnya bersama suku Indian Cherokee, Seminole dan Creek, petugas hukum berkulit hitam itu rebah menyatukan diri dengan alam sekitar. Semak belukar menutupi pandangan terhadapnya, sementara kuda tunggangan lawan pun tak akan mengendus karena posisi persembunyiannya yang diuntungkan arah hembusan angin. Lalu dengan yakin, ia menunggu dengan sabar.
Perlu empat hari sebelum keyakinannya itu terbukti. Di hari keempat, pencuri kuda dan perampok yang selama ini menganggu warga dan tengah diincarnya itu datang menjejak jalan setapak di samping tempatnya bersembunyi. Dengan lompatan diiringi teriakan yang mengagetkan buruan, sembari mengeluarkan surat perintah, Bass Reevees, si Marshall, memerintahkan ‘El Bandito’ buruannya itu menyerah. Manakala bandit yang terpojok itu meraih gagang pistolnya sebagai upaya terakhir, letusan pistol mashall lebih dulu terdengar. Si Bandit menyerah dengan telapak tangan bolong berlumuran darah.
Kejadian di atas bukanlah adegan fiktif di sebuah film atau novel cowboy karangan Louis L’Amour. Adegan itu nyata, senyata kehidupan Bass Reevees meskipun kelokan-kelokan kehidupannya kadang membuat kita berdecak sedikit tak percaya.
Dilahirkan pada 1838, Bass Reevees awalnya adalah seorang budak keluarga William S. Reeves, pria asal Arkansas yang pindah ke Paris, Texas, pada 1846. Semasa terjadi Perang Saudara AS, Bass menemani putra tuannya, George Reevees, yang berjuang di pihak konfederasi yang pro perbudakan. Merasa tak sepaham, Bass melarikan diri untuk mendapatkan kemerdekaannya dari perbudakan, sekaligus dalam kacamata militer, desersi.
Pelarian Bass akhirnya sampai ke wilayah liar Indian—kini wilayah Oklahoma, yang saat itu dihuni empat suku utama, Cherokee, Seminole, Creek, Choctaw, dan Chickasaw. Orang-orang Indian ini terusir dari tanah mereka seiring Indian Abolition Act tahun 1830. Beruntung, Bass diterima baik suku-suku itu, bahkan bisa mempelajari Bahasa mereka.
Setelah perbudakan dihapuskan secara resmi pada 1865, Bass yang telah merdeka kembali ke Arkansas, tempat ia menikah dan kemudian memiliki 11 anak.
Pada periode inilah Bass yang pengetahuannya tentang wilayah Indian telah ‘khatam’, direkrut Marshall James Fagan dan Hakim Federal Isaac C Parker, untuk menghadapi para penjahat yang saat itu merajalela. Umumnya, setelah melakukan aksi kejahatannya, para penjahat itu lari ke wilayah-wilayah Indian yang dianggap tanpa hukum.
Di sinilah keahlian Bass sangat menentukan. Apalagi ia pun tergolong seorang penembak cepat (gunslinger) yang sangat disegani. Tak ayal, meski harus mengalami banyak diskriminasi sebelumnya, Bass adalah orang kulit hitam pertama AS yang diangkat sebagai marshall.
Sebagai hamba hukum di zaman wild west itu, Bass yang mengandikan diri 32 tahun sebagai aparat hukum, disebut-sebut telah menangkap lebih dari 3.000 penjahat dan menewaskan 14 bandit dalam adu senjata. Banyak cara dilakukan Bass dalam mengejar targetnya, termasuk menyamar sebagai seorang pengemis dan berjalan kaki lebih dari 30 mil jauhnya.
Tak pernah ada catatan bahwa dirinya pernah tertembak untuk waktu pengabdiannya yang panjang itu. Ia seorang yang disiplin dan lurus. Bass bahkan pernah menangkap putranya sendiri, Bennie, yang saat itu dituduh melakukan pembunuhan terhadap istrinya. Pada 12 Januari 1910 Bass meninggal. Sebuah patung dirinya dibangun di Fort Smith National Historic Site, Arkansas.
Pada tahun 2006, sejarawan Art T. Burton menerbitkan buku ‘Black Gun, Silver Star: The Life and Legend of Frontier Marshal Bass Reeves’. Pada buku itu Burton menyatakan teori bahwa kehidupan Bass telah menginspirasi munculnya tokoh fiktif Lone Ranger, yang pertama kali muncul sebagai kisah ‘dongeng enteng pasosore’ di stasiun radio WXYZ, 30 Januari 1933.
Sebelum kisah hidupnya diabadikan dalam film layar lebar ‘Hell on The Border’, profil kehidupan Bass Reeves beberapa kali mewarnai film-film serie dan film dokumentar AS. Pada sebuah episode televisi ‘The Murder of Jesse James’, Bass Reeves diperankan Colman Domingo. Reeves juga menjadi subjek utama pada episode Drunk History “Oklahoma” di mana ia diperankan Jaleel White. Dua episode televisi ‘Wynonna Earp’, Reeves juga muncul diperankan Adrian Holmes, dan masih banyak lagi.
Di layar lebar, beberapa film juga mengabadikan cuilan kehidupannya, termasuk ‘They Die by Dawn’ yang diproduksi pada 2013. Namun pada ‘Hell on Border’-lah, cerita tentang Reevees tampil lebih utuh. [ ]