tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
(Bait Terakhir Hujan Bulan Juni. Sapardi Djoko Damono)
Penulis puisi Hujan Bulan Juni memang telah tiada. Sapardi Djoko Damono telah pergi, namun puisi tersebut tetap abadi dan kalimatnya itu menunjukan suatu peristiwa paradoks yang tak lajim terjadi pada saat puisi tersebut dibuat, tahun 1989.
Indonesia beriklim tropis dan hanya memiliki dua musim; kemarau dan hujan. Musim kemarau terjadi pada sekitar bulan Maret hingga September. Musim hujan terjadi sekitar bulan Oktober hingga April. Sehingga hujan jarang terjadi di bulan Juni. Jikalau pun ada, itu adalah buah kesabaran dan ketabahan dari rasa kasih sayang.
Namun, kini cuaca nampaknya tidak terkungkung bulan. Hujan dan panas sudah mendobrak kebiasaan dan terjadi kapan saja. Sehingga hujan di bulan Juni pun dapat terjadi. Seperti saat ini, meski sudah memasuki akhir bulan Juli, hujan masih kerap turun. Bahkan dibeberapa tempat di Indonesia mengakibatkan bencana banjir.
Dilansir dari rri.co.id, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutnya sebagai kemarau basah. Yaitu turunnya curah hujan yang cukup deras pada musim kemarau.
Hal tersebut terjadi karena angin muson yang bergerak dari Australia ke Asia (muson timur), yang biasanya membawa angin yang kering karena melewati gurun dan laut yang sempit, saat ini melewati Samudra pasifik, yang berada disebelah timur Indonesia, yang mengalami anomali.
BMKG memprediksi suhu muka laut Samudra Pasifik hingga akhir tahun berkisar antara netral dan La Nina lemah. Artinya penyimpangan suhu lebih dingin -0,5 hingga -1,0 derajat celcius dari normal klimatologinya. Hal tersebut yang membuat curah hujan menjadi tinggi di musim kemarau ini.
Jika biasanya memasuki puncak kemarau pada bulan agustus terjadi kekeringan di beberapa wilayah dan kebakaran hutan. Tahun ini nampaknya hal tersebut tidak akan terjadi.
Karena anomali suhu muka laut yang menyebabkan pertumbuhan massa uap air dalam pembentukan dan pertumbuhan awan hujan juga terjadi di perairan timur Sumatera, perairan selatan Jawa, Laut Banda dan perairan utara Papua.
Kondisi tersebut diperkirakan akan membuat kemarau basah terjadi disekitar 50% wilayah di Indonesia. Namun tetap perlu diwaspadai di 30% wilayah zona musim Indonesia berpotensi terjadi kekeringan.
Adanya anomali tersebut membuat cuaca tidak dapat diprediksi. Selain itu anomaly juga dapat mengakibatkan cuaca ekstrem yang berdampak pada Kesehatan masyarakat. Maka dari itu penting untuk melaksanakan pola hidup bersih dan sehat untuk meningkatkan daya tahan tubuh. [*]