Site icon Jernih.co

Humor Dakwah ‘Sersan’ Krisna Purwana

Krisna Purwana

Kenapa ada nama “Musik” pada GM Selo? Apakah keempatnya juga bernyanyi? Tidak. Yang menyanyi Virgiawan Listanto, pemenang lomba musik humor tingkat nasional yang diselenggarakan hampir berbarengan dengan lomba humor mahasiswa.  Kalau nama  Virgiawan Listanto terdengar asing di telinga Anda, tak mengapa. Sebab dia kemudian mendapat nama julukan baru yang awet sampai sekarang: Iwan Fals.

Oleh   : Akmal Nasery Basral

JERNIH– “Nabi itu humoris,” ujar H. Muhammad Krisna Purwana kepada saya usai kami salat Zuhur di Masjid Silaturahim, Taman Laguna, Cibubur, Rabu kemarin (6/4).

“Satu ketika seorang nenek datang dan meminta Nabi berdoa kepada Allah agar dirinya bisa masuk surga. Nabi menjawab bahwa surga tak bisa dimasuki nenek-nenek. Perempuan tua itu nyaris menangis mendengar jawaban itu. Lalu Nabi tersenyum dan menjelaskan bahwa mereka yang masuk surga akan kembali muda.Tidak ada kakek-nenek di dalam surga. Mendengar itu wajah sang nenek kembali riang gembira.”

Krisna Purwana—saya memanggilnya Bang Krisna–adalah ‘sersan’ abadi yang tak pernah naik pangkat jadi kapten apalagi jenderal. Dia salah komedian kawakan pendiri Sersan Prambors, grup sohor yang mendominasi jokes ‘anak gedongan’ di tahun 80-90’an. Sersan adalah kependekan dari “Serius Santai”.

Mereka terdiri dari “lima-urat-lucu-yang-terperangkap-dalam-bentuk manusia” yakni Sys NS, Pepeng (Ferrasta Soebardi), Nana Krip, Muklis Gumilang, dan Krisna. Dari mereka berlima, tiga orang sudah wafat. Pepeng yang pertama wafat di tahun 2015, Sys NS tiga tahun kemudian, dan Nana setahun berikutnya. “Di antara saya dan Muklis, hanya saya yang masih tetap siaran sampai sekarang,” ujar penyiar radio dakwah Radio Silaturahim (Rasil) dan Rasil TV itu.

Sebetulnya, saya datang ke Rasil diundang sebagai narasumber untuk buku terbaru “Serangkai Makna di Mihrab Ulama” tentang kisah hidup Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang populer disebut Buya Hamka (1908-1981). Yang mewawancarai Bang Krisna sendiri. Sebuah kehormatan besar diinterviu sang legenda.

Karena itu setelah wawancara selesai, saya merasa mubazir jika langsung pergi tanpa menggali ilmu dan pengalaman dari Bang Krisna yang bisa juga disebut sebagai salah seorang komika (stand-up comedian) terbesar tanah air.

Apalagi kami satu alma mater dari SMAN 8, Taman Bukit Duri, Jakarta, meski terpisah satu dekade. “Seharusnya saya angkatan tahun ’76. Tapi karena nggak naik kelas, jadi angkatan ’77. Nikmat lho tidak naik kelas itu Uda Akmal,” katanya jenaka sambil tetap memanggil saya ‘uda’ meski saya jauh lebih muda.

“Di mana nikmatnya, Bang?” tanya saya gagal paham.

 “Salah satu nikmat nggak naik kelas itu jadi banyak teman tambah selain pengalaman di SMA lebih lama, hahaha …,” gelaknya. Eh, betul juga!

Selain urusan mandek setahun di SMA, nyatanya karier Bang Krisna untuk dunia joke justru lancar jaya. Baru kuliah tingkat 1 di Sekolah Tinggi Publisistik (kampusnya masih numpang di Kolese Kanisius Menteng, belum pindah ke Lenteng Agung dan jadi IISIP), dia nekad ikut Lomba Lawak Mahasiswa Tingkat Nasional di Taman Ismail Marzuki yang digelar Lembaga Humor Indonesia. Hasilnya yahud. Bang Krisna menjadi juara dua, hanya kalah dari Pepeng—mahasiswa Antropologi FISIP UI. Juara ketiga ditempati Rachmana dan juara keempat oleh Taufik.

Usai lomba, keempatnya bergabung membentuk GM Selo (Gerak Musik Seloroh). Strategi keren dibandingkan saling bersaing untuk memperebutkan ceruk pasar yang waktu itu dikuasai Warkop DKI.

Kenapa ada nama “Musik” pada GM Selo? Apakah keempatnya juga bernyanyi? Tidak. Yang menyanyi Virgiawan Listanto, pemenang lomba musik humor tingkat nasional yang diselenggarakan hampir berbarengan dengan lomba humor mahasiswa.  Kalau nama  Virgiawan Listanto terdengar asing di telinga Anda, tak mengapa. Sebab dia kemudian mendapat nama julukan baru yang awet sampai sekarang: Iwan Fals.

GM Selo membuat album kaset “Canda dalam Ronda” yang laris manis di tahun 1979/1980. Iwan menyanyi empat lagu di album itu termasuk “Ambulan Zigzag” yang kondang.

Popularitas Bang Krisna juga ikut terkerek “to the moon”—pinjam istilah dunia kripto sekarang. Dia diajak main film “Rojali dan Juleha” oleh sutradara Nya’ Abbas Akup, dan sejumlah film komedi lain bersama Warkop DKI.  Bang Krisna juga jadi model iklan Toyota Kijang dan permen Vicks. Lalu, bersama Pepeng dan Rachmana, mereka dilamar radio Bahana untuk mengisi program “Bahana Jokes” setiap Rabu malam.

Jumlah pendengar Bahana naik terus sampai bikin pusing Sys NS di radio Prambors yang punya acara serupa tapi kalah pamor jika harus head on tiap Rabu malam. Ambyar. Kawula muda Jakarta dan sekitarnya hanya mau dengar “Bahana Jokes”.

Manajemen Prambors pusing memikirkan cara mengatasi ini. Tapi Sys NS tidak. Ide gendeng-nya muncul. “Ketimbang Prambors bikin acara baru untuk saingi mereka, mending mereka kita bajak ke Prambors?” katanya.  Manajemen setuju. Falsafah “If you can’t beat them join them” yang dipakai Sys NS berhasil baik.  Lahirlah Sersan Prambors di tahun 1985 menjadi kelompok baru paling lucu bagi pendengar kelas menengah perkotaan yang juga sedang tumbuh pesat. (Ssst, saat itu belum ada istilah “kelas menengah ngehe”). Nama Rachmana diganti Sys NS menjadi Nana Krip. Itu jenis panggilan separuh-sayang-separuh –ngeledek karena Krip berasal dari ‘keriput’ yang menguasai wajah sang pemilik nama.

“Meski kami sukses besar, tapi saat itu dunia lawak masih dipandang sebelah mata sebagai profesi masa depan oleh anak muda.  Tidak seperti komika sekarang,” kenang Bang Krisna. “Akibatnya empat teman saya yang lain nggak ada yang mau jadi karyawan tetap Prambors. Mereka memilih honorer. Hanya saya yang jadi karyawan tetap, sehingga diantar jemput oleh mobil kantor tiap mau siaran,” lanjutnya. 

Sersan Prambors bukan hanya menoreh prestasi fenomenal untuk program siaran radio, melainkan juga penjualan album kaset dan film layar lebar. “Alur jokes kami selalu dimulai oleh Pepeng atau Sys NS sebagai ice breaker. Mereka jago story telling. Ini tahap paling berat karena baru di awal interaksi dengan penonton. Setelah suasana cair, baru saya, Nana dan Muklis masuk melanjutkan humor,”ungkap Bang Krisna. “Kalau untuk urusan materi joke, sebagian besar saya yang buat. Teman-teman yang lain melengkapi.”

Tahun 1994, Bang Krisna membuka babak baru dalam kariernya. Berduet dengan Ida Arimurti sebagai penyiar acara pagi di Radio Female FM dalam program “Ida Krisna Show”. Setiap hari. Mereka membuat pendengar Jabodetabek yang bisa menangkap siaran selalu mengikuti karena kreativitas penyampaian informasi yang tak ada habisnya. Lucu pula. Pengurang stres pendengar yang terjebak macet di jalan. 

Suara renyah dan hangat Ida bergabung dengan suara nasal Krisna yang terus membombardir pendengar dengan joke orisinal. (Salah satu joke ciptaannya yang bertahan sampai sekarang adalah “Apa beda Suparman dan Superman?” Ini sudah jadi classic joke. Bagi yang lupa jawabannya: Suparman pakai celana d*l*m di dalam, Superman pakai celana d*l*m di luar). 

Duet “Ida Krisna Show” berlanjut ketika mereka pindah ke Delta FM. Tampaknya ini fase transisi keduanya yang semakin memperdalam agama karena Delta adalah radio yang cukup banyak menyiarkan konten dakwah Islam selain program umum. Kolaborasi mereka berjalan sampai dua dekade, salah satu program terlama dalam sejarah radio Indonesia.

Di tahun 2009, Bang Krisna meluncurkan buku “Akhirnya Tertawa Juga: Ratusan Humor Ribuan Manfaat” yang diterbitkan oleh Mizan. “Saya dilobi mereka lama sekali, sampai nggak enak nolak terus. Akhirnya saya cicil bikin materi buku dengan joke-joke baru yang saya buat dengan tulisan tangan di mana pun saya sempat,” ujarnya. “Eh, selesai juga.”

Bak ungkapan “setiap ada pertemuan, ada juga perpisahan”, program “Ida Krisna Show” berakhir setelah Bang Krisna memantapkan hati pindah kuadran pada radio yang full siaran dakwah: Radio Silaturahim (Rasil) dan betah sampai sekarang.

Di sela-sela kesibukan siaran, beliau masih terus menciptakan joke baru yang diposting rutin di Facebook.

Salah satu joke itu diceritakannya kepada saya. Begini ceritanya, “Ada Pak Haji ditanya apakah dia suka nonton teve? Pak Haji bilang suka. Yang nanya penasaran, siaran apa Pak Haji? Dengan yakin Pak Haji menjawab acara masak. Saya suka merhatiin bibir yang sedang  bikin makanan. Si penanya kaget, nggak salah tuh Pak Haji ngeliatin bibir cewek? Pak Haji menjawab, ‘Saya cuma mau tahu dia baca bismillah waktu nyicip atau nggak?”

Itu gaya humor Bang Krisna. Dia pantang membuat joke yang meledek penampilan fisik seseorang  atau menyinggung perasaan orang lain. “Nggak ada fungsinya humor kalau bikin marah orang pendengar,” katanya. “

Tanggal 1 Desember 2021 lalu, Bang Krisna genap 64 tahun, sudah melebihi umur Nabi Muhammad SAW. Kondisinya lumayan bugar meski sudah pasang dua ring jantung.

“Saya berusaha keras untuk nggak bikin dosa apa pun, apalagi melalui jokes,” katanya. “Tetapi saya percaya humor bisa digunakan untuk dakwah dalam porsi yang pas. Karena Nabi pada saat-saat tertentu juga sangat humoris.”

Obrolan kami berakhir di ruang tamu Radio Rasil. Pada salah satu bagian dinding bertumpuk kardus-kardus kurma sukari yang baru datang dari Mesir. Bang Krisna menghadiahi saya satu boks kurma isi 5 kilogram. “Menjelang buka puasa, ambil tiga butir kurma dan buang bijinya. Lalu dagingnya masukkan ke cangkir, siram dengan air panas. Diamkan beberapa saat. Begitu buka puasa, diminum. Segar dan nikmat sekali,” sarannya.

Dalam khazanah pengolahan kurma, air rendaman ini disebut nabeez (“infused water”). Selain cara yang disebutkan Bang Krisna, teknik lain yang juga sering digunakan adalah merendam kurma dalam air matang semalaman untuk diminum keesokan harinya. Syahdan, air nabeez adalah minuman kesukaan Rasulullah SAW.

Di depan tumpukan kurma sukari di kantor Rasil itu–sebelum pamit pulang—saya teringat humor tentang kurma yang disampaikan dengan sangat cerdas oleh Nabi SAW.

Saat itu beliau dan beberapa orang sahabat sedang berbuka puasa dengan kurma. Salah seorang dari mereka adalah Sayyidina Ali r.a. yang mendadak muncul isengnya. Pelan-pelan dia geser biji kurma di depannya ke arah Nabi–yang sedang bicara dengan sahabat lain—sehingga menambah banyak biji dari kurma yang dimakan Nabi sendiri, membentuk gunungan kecil.

Mendadak Ali r.a pura-pura kaget, “Astaghfirullah, Ya Rasulullah, apakah engkau begitu lapar sehingga makan begitu banyak kurma?”  tanya seraya menunjuk tumpukan biji.

Nabi melihat di depannya lalu mengalihkan pandangan ke depan Ali yang kosong melompong. “Bukannya kamu yang kelaparan wahai Ali? Lihatlah, bukan saja kurmanya kamu makan bahkan biji-bijinya pun tak ada yang tersisa.”

Jawaban itu membuat para sahabat terpingkal-pingkal. Wajah Ali merona akibat kelakarnya dikandaskan Nabi hanya dengan satu humor jenial.

Semoga Bang Krisna yang terinspirasi selera humor Nabi, terus produktif menciptakan humor bermutu yang tidak hanya me-roasting orang lain seperti tren sekarang,  melainkan juga menyampaikan pesan kehidupan yang “menepuk bahu” pendengar, seperti kisah Pak Haji yang memerhatikan bibir Chef ketika akan nyicip makanan. [  ]

* Sosiolog, penulis 24 buku. Karya terbarunya Serangkai Makna di Mihrab Ulama tentang kisah hidup Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka) bisa dipesan dari IG @bukurepublika atau www.bukurepublika.id

Exit mobile version