TASIKMALAYA — Di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya terdapat makam-makam kuno para tokoh ulama penyebar agama Islam. Salah satu makam yang dikeramatkan dan terpelihara adalah Makam karamat Gentong di Desa Buniasih.
Di wilayah ini beberapa makam keramat cukup terawat bahkan sudah direnovasi dari bentuk aslinya. Renovasi tersebut diantaranya dengan membuat cungkup atau bangunan permanen dari tembok. Demikian pula dengan batu makamnya sudah diganti dengan nisan tembok yang didatangkan khusus dari wilayah Jawa Tengah.
Dibangunnya komplek karamat tersebut disatu sisi memang dianggap layak sebagai bentuk penghormatan terhadap tokoh yang dikuburkan sekaligus membuat lokasi tersebut lebih nyaman untuk dikunjungi oleh pejiarah, namun disisi lain adanya bangunan permanen atau semi permanen, setidaknya merubah denah dan strukturnya yang asli.
Perubahan tersebut tentu saja akan mempersulit bagi upaya penelitian dan pengkajian untuk mengungkap latar belakang dan corak budaya sekaligus mempelajari riwayat sejarahnya. Karena dengan perubahan fisik itu maka fitur monumen dan data arkeologinya akan dianggap lenyap.
Karamat Gentong merupakan lokasi pemakaman Islam kuno terletak di sebuah bukit bernama Pasir Payung dengan ketinggian sekitar 1300 dpl. Lokasinya tidak jauh dari Tanjakan Gentong yang terkenal sering macet.
Dari jembatan tanjakan Gentong arah Tasikmalaya-Bandung, puncak Pasir Payung sudah kelihatan di sebelah kanan. Malah papan penunjuk jalan menuju keramatnya masih ada dipertigaan jembatan Gentong (dekat rumah makan Gentong).
Topografi Desa Buniasih adalah wilayah perbukitan, sehingga beberapa puncak bukitnya merupakan tempat ideal untuk dijadikan tempat spiritual.. Dikaramat ini terdapat lima tokoh Islam yang dimakamkan di lokasi berbeda namun juru kuncinya tetap satu orang, yaitu Aki Kamo, kuncen Gentong generasi ke enam.
Makam yang pertama dikenal sebagai Ni Mas Sekar Bendara berada di kawasan pemukiman warga. Lokasi makamnya berada di bawah dua pohon yang sudah uzur karena tua, yaitu Kiteja dan Caringin. Kiteja tampak meranggas sedangkan Caringin masih terlihat kokoh dengan akar-akarnya yang banyak mencengkram tanah.
Makam berada didalam bangunan kayu yang dibangun mengelilingi Kiteja dan Caringin. Nisan makam model baru dan ditutupu dengan kain kelambu putih. Ruangan di dalam bangunan makam dapat menampung 4-5 orang.
Menurut Ki Kamo, Ni Mas Sekar Bendara adalah seorang wanita yang cantik jelita, memiliki rambut yang indah dan panjangnya sampai 7 meter sehingga terkadang harus disangga dengan semacam taraje.
“Ni Mas Sekar nyaeta ahli ibadah anu parantos ngantunkeun kasenangan dunya. Najan geulis, teu kacaturkeun anjeuna nikah, margi nuju kumelendangna seep dianggo tirakat dugi ka dianggap satengah wali.” Ujar Ki Kamo yang sudah 37 tahun setia merawat Karamat Gentong.
Ada sebuah cerita tentang karomah Ni Mas Sekar, konon ada seorang panday besi yang jatuh cinta setelah melihat kecantikan Ni Mas Sekar. Setiap hari selalu mengirim berbagai makanan lezat. Namun makanan-makanan itu tidak pernah disentuhnya walau selalu berganti menu.
Sekian lama keadaan itu berlangsung, namun sikap Ni Mas Sekar tidak berubah. Ternyata Ni Mas Sekar tengah berpuasa dan sudah dilakoninya selama bertahun-tahun sampai tidak sempat memotong rambutnya. Mengetahui hal itu, si panday pun mengurungkan niatnya.
Rasa cinta karenat kecantikan Ni Mas kemudian berubah menjadi ajrih. Bahkan rasa cintanya membawa dirinya untuk memeluk dan memperdalam aqgama Islam. Akhirnya melihat perubahan Si Panday, maka Ni Mas Sekar Bendara pun mendoakannya, sehingga akhirnya Panday tersebut memiliki kemampuan kebal terhadap panasnya api tempa.
Mendekati puncak Pasir Payung, lebih keatas dari lokasi makam Ni Mas Sekar Bendara terdapat beberapa makam yang tokohnya dikenal sebagai Embah Kinangeran Raksa Jagat dan Embah Kinangeran Raksa Umat.
Dua makam ini terpisah dan diberi cungkup. Namun menilik keadaan bangunannya, makam Embah Raksa Jagat lebih permanen karena sekelilingnya telah ditembok, memiliki serambi dan dilengkapi toilet karena sering diinapi oleh para pejiarah dari berbagai pelosok Jawa Barat.