Jernih.co

Maqam Manusia dalam Sanghyang Shikshakanda Ing Karesian

Karakter spiritual yang tercermin dalam naskah ini sepertinya mewarnai kehidupan masyarakat Sunda zaman itu. Dan menurut Prof. Ekadjati dalam KIBS (Konferensi Internasional Budaya Sunda, 2001) karakter mistis dan spiritual masyarakat Sunda membuat sufisme-Islam sangat mudah diterima oleh orang Sunda.

Oleh  :  Zaenal Mutaqqin

JERNIH– “Sanghyang Shikshakanda iNg Karesian” merupakan sebuah naskah yang ditulis di akhir periode Kerajaan Galuh, sekitar kurun 1518 M. Di dalam naskah ini sudah terdapat nama-nama seperti Madinah, Mesir, dan Mekah, yang menunjukkan bahwa sudah ada interaksi budaya antara masyarakat Sunda saat itu dengan Islam.

Istilah “sanghyang” dalam bahasa Sunda kuno tidak melulu berarti dewa. Penambahan kata “sanghyang” di depan suatu kata benda atau nama merupakan kata sandangan, menunjukkan penghormatan atas sesuatu yang agung, suci, atau spiritual. Misalkan “sanghyang pertiwi” bermakna ibu pertiwi yang harus dihormati. Istilah “sanghyang” merupakan paduan dari kata “sang” dan “hyang”. Untuk nama seseorang, bila masih hidup, maka dipanggil “sang”, misalkan Sang Wretikandayun. Tetapi bila orang tersebut sudah meninggal dan dihormati atau berjasa besar, maka biasa dipanggil Sanghyang Wretikandayun.

Zaenal Mutaqqin

Adapun kata “shiksha” artinya adalah “pembinaan” atau “tuntunan”. Kata “karesian” menunjukkan sesuatu yang berhubungan dengan resi. Oleh karena itu judul “Sanghyang Shikshakanda iNg Karesian” dapat diartikan sebagai: Tuntunan Suci dalam Keresian (panduan untuk menjadi seorang resi).

Pada awal berdirinya tahun 669 M, Galuh merupakan kerajaan Hindu-Syiwa. Namun karakter dalam naskah Sanghyang Shikshakanda iNg Karesian—yang ditulis 800 tahun kemudian—lebih menunjukan perpaduan agama Hindu-Budha yang sudah ter-Sunda-kan. Karakter spiritual yang tercermin dalam naskah ini sepertinya mewarnai kehidupan masyarakat Sunda zaman itu. Dan menurut Prof. Ekadjati dalam KIBS (Konferensi Internasional Budaya Sunda, 2001) karakter mistis dan spiritual masyarakat Sunda membuat sufisme-Islam sangat mudah diterima oleh orang Sunda.

Berikut beberapa kutipan dalam naskah Sanghyang Shikshakanda iNg Karesian:

Ini penjelasan tentang panca byapara (lima anasir) yang menyusun Sanghiyang Pertiwi: tanah, air, api, angin, dan udara. Menurut kaum alim itu semua adalah diri kita:

TANAH adalah ibarat dari  kulit dan daging; yang diibaratkan AIR yaitu darah dan ludah; yang diibaratkan API adalah mata; yang diibaratkan ANGIN yaitu tulang; yang diiba­ratkan UDARA/ETER yaitu pemimpinnya.

Itulah yang disebut pertiwi raga, yang memiliki pemimpin layaknya bumi negeri; serupa dengan para rama, resi, ratu, disi, dan tarahan.

(2) Tingkatan manusia

Tingkatan manusia (janma) adalah: janma tuwuwuh, janma triyak, janma wong, janma siwong, wastu siwong. Itulah nama-nama tingkatan manusia seluruhnya.

JANMA TUWUWUH yaitu mereka yang seperti rerumputan, pepohonan, pohon rambat, dan perdu. Semua terlihat hijau lembok dan terhampar; itulah yang disebut manusia tumbuhan.

[janma triyak tidak dibahas atau entah hilang]

JANMA WONG yaitu hanya yang wujudnya saja manusia, tetapi batinnya tidak baik.

JANMA SIWONG yaitu manusia yang baik batinnya dan lahirnya, tetapi belum mengetahui sanghyang darma.

WASTU SIWONG yaitu manusia yang paripurna pengetahuannya, mengetahui sanghyang darma, tahu hakikat sanghyang ajnyana; itulah yang disebut tingkatan manusia paripurna (wastu siwong).

(3)Tapa dalam nagara

Bila kita masuk ke keraton maka hati-hatilah melangkah, jangan sampai melanggar, mendorong, mengganggu, atau memutus jajaran [orang-orang yang duduk atau antri].  Bila kita duduk maka jangan salah menghadap, baik-baiklah bersila. Dan sekiranya kita diajak bicara oleh raja maka pikirkanlah betul-betul ucapan kita, harus pantas sehingga menyenangkan [hati] raja.

Perhatikanlah mereka yang sikapnya dapat ditiru: para mantri, para gusti terkemuka, para bayangkara yang berjaga, pangalasan, juru lukis, pandai besi, ahli kulit, dalang wayang, pembuat gamelan, pemain sandiwara, pelawak, peladang, penyadap, penyawah, penyapu, bela mati, juru moha, barat katiga, prajurit, pemanah, pemarang, petugas dasa serta penangkap ikan, juru selam, dan segala macam pekerja lainnya. Semua setia kepada tugas yang diamanatkan raja. Mereka semua patut ditiru sebab mereka melakukan TAPA DALAM NAGARA. [  ]

Exit mobile version