Menbud Fadli berbicara bersama kolega-koleganya—para menteri kebudayaan dari Bulgaria, Norwegia, Cabo Verde, Tiongkok, dan Austria. “Hak budaya harus dijamin melalui akses, partisipasi publik, dan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kebudayaan,” kata Fadli. Ia mengingatkan kembali amanat konstitusi, khususnya Pasal 32 UUD 1945, yang mewajibkan negara memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia, sekaligus menjamin kebebasan masyarakat memelihara serta mengembangkan nilai-nilai budaya.
JERNIH– Di forum budaya dunia UNESCO Mondiacult 2025 di Barcelona, Spanyol, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, berdiri di hadapan para menteri kebudayaan dan organisasi internasional. Dari mimbar itu, ia menegaskan: budaya bukan sekadar ornamen, melainkan hak fundamental dan sekaligus kekuatan ekonomi global.
Menbud Fadli berbicara bersama kolega-koleganya—para menteri kebudayaan dari Bulgaria, Norwegia, Cabo Verde, Tiongkok, dan Austria. “Hak budaya harus dijamin melalui akses, partisipasi publik, dan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kebudayaan,” kata Fadli. Ia mengingatkan kembali amanat konstitusi, khususnya Pasal 32 UUD 1945, yang mewajibkan negara memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia, sekaligus menjamin kebebasan masyarakat memelihara serta mengembangkan nilai-nilai budaya.
Fadli menekankan arti pelindungan kebebasan berekspresi dan pemajuan kearifan lokal. “Hak budaya berarti setiap orang dan komunitas dapat mengakses, berpartisipasi, memperoleh manfaat, sekaligus ikut mengelola kebudayaan. Budaya tidak boleh menjadi privilese segelintir, tetapi hak hidup bagi semua orang,” ujarnya.

Dalam pidato itu, Fadli juga menyinggung repatriasi benda bersejarah sebagai bagian dari pemenuhan hak budaya. Ia menyebut pemulangan Koleksi Dubois pekan lalu dari Belanda—lebih dari 28.000 fosil termasuk Homo erectus dari Trinil—sebagai bukti keseriusan Indonesia memperjuangkan keadilan sejarah. “Repatriasi benda bersejarah ke negara asal sangat penting untuk memulihkan martabat bangsa dan menyambungkan kembali identitas dengan generasi penerus,” katanya.
Indonesia, kata Fadli, juga sudah membangun mekanisme partisipasi. Melalui Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD), suara masyarakat—terutama komunitas adat dan kelompok rentan—ikut didengar dalam perumusan kebijakan. “Hak budaya adalah hak asasi. Publik bukan sekadar penerima manfaat, melainkan aktor utama yang menjaga dan mengembangkan kebudayaan,” kata Fadli.
Fadli kemudian membawa pembicaraan ke ranah ekonomi. Budaya, menurutnya, adalah mesin pertumbuhan yang menciptakan lapangan kerja, inovasi, dan pemberdayaan sosial. “Secara global, sektor industri budaya dan kreatif menyumbang USD 4,3 triliun atau 6 persen dari ekonomi dunia.”
Fadli juga menjelaskan instrumen pembiayaan yang sedang dikembangkan Indonesia. Dari dana abadi kebudayaan Indonesiana, kerja sama dengan negara mitra dalam program dan produksi bersama, hingga kemitraan publik dan sektor privat (public-private partnership) untuk infrastruktur budaya. “Komitmen kami adalah melindungi hak budaya, memperkuat partisipasi publik, dan membuka ruang pembiayaan agar budaya menjadi pilar pembangunan berkelanjutan pasca-2030,” ujarnya.
Lebih lanjut Menbud Fadli Zon menyatakan, partisipasi Indonesia di Mondiacult 2025, adalah bagian penting dari diplomasi budaya. Indonesia membawa pesan bahwa budaya adalah pilar penting, baik sebagai hak yang dijamin, maupun sebagai kekuatan ekonomi global. “Kehadiran kita di Barcelona menegaskan posisi Indonesia sebagai bangsa berperadaban besar yang siap memimpin dialog budaya dunia,” ujar Fadli. [ ]