Mistikus yang ahli matematika itu berteori bahwa 28 huruf Arab dalam Al-Qur’an semuanya memiliki nilai numerik, sebuah argumen yang dia buat dengan mengacu pada kombinasi huruf misterius, yang dikenal sebagai muqatta’at, yang membuka 29 dari 114 surah (bab) Al-Qur’an. Misalnya, surah terpanjang Al-Qur’an, Al Baqarah (Sapi), dimulai dengan huruf “Alif, lam, miim” dan Surah Maryam (Mary) dimulai dengan huruf: “Kaf, ha, ya, ain, sad. “
JERNIH–Bagi para pembelanya, buku itu adalah panduan esoteris yang membantu para pembacanya berupaya lebih dekat dengan Allah melalui berbagai pengungkapan rahasia ilahi. Bagi para pencelanya, yang seringkali kaum awam, buku itu dianggap ringkasan sihir gelap yang memikat para pembaca hanyut ke dunia sihir.
“Syams al-Maarif”—“Matahari Pengetahuan”–awalnya ditulis oleh seorang cendikiawan sufi Aljazair abad ke-13, Syekh Ahmad bin Ali al-Buni. Kemudian buku itu segera menjadi kontroversi di Timur Tengah selama berabad-abad. Di sana buku ini sulit diperoleh, sementara di Indonesia, kita dengan mudah mendapatkan copy terjemahannya melalui situs belanja online.
Meskipun tidak semua sufi merupakan penggemar buku itu, teks tersebut melambangkan garis kesalahan di balik pendekatan mistik terhadap Islam di satu sisi, dan sumber-sumber religius ortodoks di sisi lain. Untuk yang terakhir, “Syamsul” menunjukkan bahaya obsesi terhadap okultisme, yang dapat membawa umat Islam ke dunia gelap jin, sihir, kejahatan kutukan, dan takhayul.
Asmaul husna
Menurut tradisi sufi, kata-kata dalam Alquran serta teks-teks Islam lainnya mengandung makna lahiriah sekaligus terselubung. Makna-makna tersembunyi ini mengungkapkan kebenaran yang mudah terlewatkan selama pembacaan teks tingkat permukaan. Karena itu para sufi menginvestasikan banyak waktu dan upaya untuk mencoba memahami sepenuhnya kitab suci mereka.
Sementara Quran adalah fokus utama meditasi mereka, demikian juga 99 nama Tuhan, yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai Asma al-husna. Bagi umat Islam, nama-nama ini menggambarkan sifat-sifat Allah yang berbeda, seperti misalnya “Ar-Rahman”, pengasih, dan “Al-Khaliq”, pencipta.
Sufi percaya bahwa nama-nama ini juga membawa kekuatan spiritual yang dapat diakses melalui kontemplasi dan lafal meditasi, yang dikenal sebagai dzikir.
“Syams al-Maarif” karya Al-Buni adalah sebuah risalah tentang sifat-sifat dan penggunaan masing-masing dari 99 nama Allah. Setiap nama yang dia pelajari memiliki kekuatan tertentu yang terkait dengannya, tulis Al-Buni. Jadi, jika kita membaca “Al-Alim” (Yang Mahaberpengetahuan) beberapa kali, memberi orang beriman akses kepada pengetahuan Ilahi, sementara membaca “Al-Qawwiy” (Yang Maha Kuat) akan menawarkan perlindungan Ilahi.
Cendekiawan kelahiran Aljazair itu mengklaim bahwa penyebutan nama-nama ilahi inilah yang memungkinkan terjadinya peristiwa-peristiwa ajaib dalam sejarah Alquran, seperti mukjizat Nabi Isa menghidupkan kembali orang mati, serta Musa AS untuk berbicara langsung dengan Tuhan.
Klaim di atas sesuai dengan keyakinan Sufi arus utama. Namun, buku tersebut menjadi kontroversial ketika al-Buni memperkenalkan panduan cara membuat jimat menggunakan nama Tuhan dan campuran praktik okultisme, seperti numerologi. Ada jimat untuk berbagai kebutuhan khusus, seperti bercocok tanam, menambah kekayaan, bahkan menemukan cinta sejati.
Al-Buni juga membuka peluang untuk melakukan kontak dengan Jin dan makhluk gaib lainnya–sebuah sikap yang membuat tuduhan dirinya mempromosikan sihir menjadi terbuka.
Penghukuman
Pada abad ke-14, beragam cendekiawan-ulama, seperti sosiolog Ibn Khaldun dan teolog Ibn Taimiyah, telah menyatakan al-Buni dan orang sezamannya, Ibn Arabi, sebagai pelakun bid’ah, bahkan menyatakan mereka melakukan sihir, yang sangat dilarang dalam Islam.
Mereka mengutip hadits Nabi Muhammad SAW, yang konon mengatakan: “Ada tiga orang yang tidak akan masuk surga: orang yang kecanduan anggur, orang yang memutuskan hubungan persaudaraan, dan orang yang percaya pada sihir.”
Tapi kecaman seperti itu tidak cukup untuk menghalangi minat terhadap teks tersebut, bahkan di kalangan Muslim arus utama. “Tulisannya dikritik sebagai sihir oleh segelintir cendikiawan pramodern, tetapi meskipun begitu, karya-karyanya banyak disalin dan dibaca hingga abad ke-19 oleh Muslim yang berpendidikan tinggi, saleh, dan terkadang kuat secara politik,” kata Noah Gardiner, asisten profesor studi keagamaan di University of North Carolina, kepada Middle East Eye.
“Masih ada banyak pembaca untuk tulisan-tulisannya hari ini,” kata Gardiner, yang sedang menulis buku tentang al-Buni dan praktik okultisme.
Pada zamannya, al-Buni dikenal sebagai teolog, mistikus, matematikawan, dan filosof. Dia dianggap sebagai guru sufi dan belajar kepada Ibn Arabi yang lebih terkenal. Mereka hidup di era di mana mistisisme populer di kalangan umat Islam dan ada banyak mistikus lain dengan ide serupa, yang tujuan utamanya adalah untuk mengenal Tuhan dan kembali ke keadaan persatuan awal dengan yang Ilahi.
Al-Buni dan lainnya yang mempelajari kosmologi dan alkimia pada saat itu, tidak akan menganggap diri mereka sebagai penyihir, tetapi sebagai orang yang mempelajari pengetahuan rahasia.
Mengingat sifat rahasia dari pengetahuan yang mereka yakini dapat mereka akses, kemungkinan “Syams” tidak pernah dimaksudkan untuk dibaca orang awam. Sebaliknya, tampaknya buku itu dimaksudkan untuk mereka yang diinisiasi memasuki tarekat sufi. Gardiner telah menulis bahwa karya al-Buni hanya “Dimaksudkan untuk diedarkan di antara komunitas tertutup para sufi terpelajar.”
Buku itu sendiri menyatakan: “Dilarang bagi siapa pun yang memiliki buku saya ini untuk menunjukkannya kepada seseorang yang bukan dari bangsanya dan membocorkannya kepada orang yang tidak layak untuk itu.”
Dengan panjang hanya dua bab dalam edisi pertamanya, buku ini dipenuhi dengan tabel warna-warni, bagan doa, dan sandi numerologi untuk membantu mengungkap makna tersembunyi, sebuah studi yang kemudian dikenal sebagai “Ilm al-Huruf”.
Mistikus yang ahli matematika itu berteori bahwa 28 huruf Arab dalam Al-Qur’an semuanya memiliki nilai numerik, sebuah argumen yang dia buat dengan mengacu pada kombinasi huruf misterius, yang dikenal sebagai muqatta’at, yang membuka 29 dari 114 surah (bab) Al-Qur’an. Misalnya, surah terpanjang Al-Qur’an, Al Baqarah (Sapi), dimulai dengan huruf “Alif, lam, miim” dan Surah Maryam (Mary) dimulai dengan huruf: “Kaf, ha, ya, ain, sad. “
Makna misterius dari huruf-huruf yang berdiri sendiri dipandang memiliki sifat yang dapat memenuhi keinginan orang beriman. Menggunakan huruf dan angka, al-Buni membuat bagan yang rumit, yang kemudian digambarkan sebagai kotak ajaib, yang ditulis sesuai dengan susunan planet.
Kotak ajaib telah digunakan di tempat-tempat seperti India dan Irak berabad-abad sebelum era al-Buni, tetapi karyanya adalah salah satu kriptogram pertama yang dikembangkan untuk pembaca Muslim.
Ide-ide ini menjadi populer di kalangan Sufi pada abad ke-15. Mereka menjadi begitu tersebar luas sehingga grafik numerologi kemudian disalin ke kaos dalam para tentara Muslim di India.
Al-Buni juga memberikan instruksi tentang cara memanggil malaikat dan jin yang baik untuk melakukan permintaan seseorang, dengan peringatan bahwa seseorang mungkin secara tidak sengaja memanggil jin yang jahat. Memanggil jin dikatakan dipraktikkan oleh para guru Sufi, karena keadaan spiritual mereka yang tinggi memungkinkan mereka untuk berfungsi sebagai perantara antara dunia spiritual dan duniawi.
Legenda urban
Setelah kematian al-Buni pada tahun 1225, versi yang lebih panjang dari buku tersebut– yang ditulis selama beberapa ratus tahun—kemudian muncul. Akhirnya panjangnya menjadi 40 bab dengan kontribusi dari beberapa penulis anonim, yang mungkin berharap untuk mempopulerkan ide mereka sendiri dengan menghubungkannya dengan otoritas karya asli al-Buni.
“Ini sebenarnya adalah tambal sulam potongan-potongan karya otentik al-Buni, dan teks-teks oleh penulis lain,” kata Gardiner tentang ringkasan “Syams” yang lebih baru.
Versi yang lebih baru dikenal sebagai “Syams al-Maarif al-Kubra”, yang secara kasar diterjemahkan sebagai Syams al-Maarif yang diperluas. Naskah dari edisi ini tidak muncul dalam catatan sejarah hingga abad ke-17. Versi yang lebih panjang inilah yang ada saat ini dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Urdu, Turki, Indonesia, dan Spanyol.
Secara alami, dengan akarnya pada okultisme dan tabu umum terhadap sihir, “Syams” telah menimbulkan intrik dan “urban legend” di kalangan umat Islam. Dalam satu cerita yang diulang di forum online, seorang pria Saudi membaca buku itu dan menikahi jin wanita, yang kemudian membunuh istri manusia pria itu, orang tua, dan mertuanya.
Namun bagi yang lain, penggunaan karya al-Buni jauh lebih ‘biasa’. Di beberapa negara Asia Selatan, seperti Pakistan dan India, bagan al-Buni diletakkan di etalase depan toko dengan harapan dapat membantu bisnis. Kata-katanya, atau variasinya, juga diukir pada mangkuk ramalan di wilayah, tersebut dengan keyakinan bahwa air yang diminum darinya dapat menyembuhkan orang sakit.
Lainnya mengunjungi para pirs (pemimpin Sufi) atau orang suci Sufi, yang berjanji untuk menyembuhkan orang sakit, menikahkan para lajang, dan menambah kekayaan, selama mereka memakai jimat atau jimat yang terkait dengan al-Buni.
Versi bahasa Inggris dari buku yang lebih panjang diterbitkan pada tahun 2022 dan tersedia secara online, yang digambarkan sebagai “membantu mereka yang tidak terbiasa dengan sihir dan budaya Islam”.
Perdebatan terus terjadi di antara umat Islam tentang manfaat karya tersebut, dengan beberapa menggambarkannya dalam penghujatan. Satu ulasan di Amazon, misalnya, berbunyi: “Buku menjijikkan yang menceritakan tentang bagaimana ilmu hitam. Ini buku yang sangat jahat, yang dapat menghancurkan hidup Anda dengan membacanya.” Komentar lain berbunyi: “Buku ini mengilhami ilmu hitam, untuk memperbudak jin dan ini semua adalah penghujatan. Harap hapus daftar tersebut.”
Di sisi lain perdebatan, di bagian komentar untuk video tentang buku tersebut, seorang penggemar al-Buni yang menyebut dirinya sebagai “penyembuh spiritual bersertifikat”, menulis: “Shamsul Maarif bukanlah buku ilmu hitam. Ini adalah buku kebijaksanaan dan menjelaskan hukum dunia gaib. Pengetahuan yang terkandung di dalamnya jauh lebih dalam.” [Middle East Eye]