berbagai pihak mengecam penggunaan tentara anak dalam konflik selama tujuh tahun di Yaman.
JERNIH-Hampir 2.000 anak tewas di medan perang. Anak-anak tersebut sengaja direkrut oleh pemberontak Houthi Yaman. Kabar buruk tersebut datang dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
Dalam laporan tahunan yang mulai disebar pada Sabtu (29/1/2022) minggu lalu, PBB menyatakan, Houthi telah merekrut anak-anak untuk melawan pemerintah Yaman yang diakui secara internasional. Pemerintah Yaman saat ini didukung oleh pemerintah yang dipimpin koalisi Arab Saudi.
Anak-anak yang direkrut tersebut berusia sekitar 10 dan 17 tahun. Mereka kemudian dibujuk untuk melawan pemerintah Yaman.
“Anak-anak diinstruksikan untuk meneriakkan slogan Houthi matilah Amerika, matilah Israel, kutuk orang-orang Yahudi, kemenangan bagi Islam,” kata empat anggota panel ahli PBB. “Di satu kamp, anak-anak berusia 7 tahun diajari membersihkan senjata dan menghindari roket.”
Para ahli PBB juga menemukan bukti bahwa Houthi memanfaatkan beberapa kamp musim panas dan sebuah masjid untuk menyebarkan ideologi mereka.
Panel ahli PBB tersebut memiliki daftar 1.406 anak-anak yang direkrut oleh Houthi dan tewas di medan perang pada 2020. Sementara 562 tentara anak lainnya terbunuh antara Januari dan Mei 2021. Anak-anak tersebut terbunuh di Amran, Dhamar, Hajjah, Hodeidah, Ibb, Saada dan Sanaa.
“Mereka berusia antara 10 dan 17 tahun,” kata para ahli menyebut usia tentara anak tersebut.
PBB meminta semua pihak untuk tidak merekrut anak-anak dari sekolah, kamp musim panas dan masjid. Para ahli bahkan mengeluarkan rekomendasi agar memberi sanksi kepada pelakunya.
Dalam laporan tersebut mereka melaporkan jika para pemberontak menguasai ibu kota Sanaa. Para pemberontak mendapatkan komponen penting untuk sistem senjata mereka dari perusahaan-perusahaan di Eropa dan Asia.
Laporan setebal 300 halaman tersebut menjelaskan jika para pemberontak menggunakan jaringan perantara yang kompleks untuk mengaburkan rantai penjagaan
“Semua pasukan militer dan paramiliter yang setia kepada otoritas yang berbasis di Sanaa termasuk dalam definisi ini karena melanggar embargo senjata yang diberlakukan PBB,” katanya.
Para ahli mengatakan bukti menunjukkan komponen senjata dan peralatan militer terus dipasok melalui darat ke pasukan Houthi oleh individu dan entitas yang berbasis di Oman. Hingga saat ini Oman, yang berbatasan dengan Yaman, adalah satu-satunya negara di kawasan itu selain Iran yang mempertahankan hubungan resmi dengan kelompok bersenjata itu.
Sebagian besar jenis kendaraan udara tanpa awak (drone), alat peledak improvisasi yang ditularkan melalui air, dan roket jarak pendek, dirakit di daerah juga dikuasai Houthi. (tvl)