Terdapat kesamaan pada kedua novel tersebut, yaitu absurd-nya kejadian-kejadian dalam hidup. Beberapa pakar sastra menyebut novel “Ziarah” karya Iwan Simatupang mengandung paham eksisten-sialisme, dengan demikian, novel “Sang Tokoh” karya Wina juga bisa disebut sebagai novel eksistensialis.
JERNIH–Tokoh utama dalam novel ini diberi juluk ‘Sang Tokoh’, yang bisa mengingatkan pada nama ‘Tokoh Kita’ dalam novel Ziarah karya Iwan Simatupang.
Memang terdapat kesamaan pada kedua novel tersebut, yaitu absurd-nya kejadian-kejadian dalam hidup. Beberapa pakar sastra menyebut novel “Ziarah” karya Iwan Simatupang mengandung paham eksisten-sialisme, dengan demikian, novel “Sang Tokoh” karya Wina juga bisa disebut sebagai novel eksistensialis.
Kisah dimulai dengan kejadian setelah salat Subuh. Saat pulang dari mesjid, Sang Tokoh tertabrak oleh kendaraan yang melaju kencang tanpa disadari kehadirannya, meski datang dari arah depan. Si penabrak kabur. Tabrak lari. Sang Tokoh yang masih membujang, dibawa ke Rumah Sakit. Ia koma. Hasil diagnosis dokter menyatakan, seluruh anggota tubuhya sehat, tidak terganggu, hanya ada sedikit memar. Tapi dokter kebingungan menyebut nama penyakitnya, juga cara mengobatinya.
Sebulan ia koma. Namun Kesadaran Sang Tokoh lamat-lamat bangkit. Ia siuman, dan tentu merasa kaget dengan apa yang sudah terjadi padanya. Ia sehat. Pulih total. Dokter juga merasa heran, sebab baru kali ini menghadapi pasien koma seperti Sang Tokoh, lalu sembuh total.
Setelah sehat, Sang Tokoh mengalami peristiwa-peristiwa aneh. Tubuhnya jadi bau seperti binatang, dan di luar akal warasnya, ia jadi bisa bicara dengan binatang. Ia juga punya kemampuan menebak pikiran seseorang, bisa meramalkan nasib seseorang, bahkan menebak seseorang akan mati tak lama lagi. Ia tidak bisa menolak keajaiban-keajaiban yang diterimanya. Justru akhirnya ia pun menikmatinya, dan memanfaatkannya untuk hal-hal yang baik. Misalnya ketika Sang Tokoh dikejar-kejar penjahat, diberondong dengan tembakan, ia bisa menahan laju peluru sehingga akhirnya selamat. Atau ia berusaha menyelamatkan anak gadis seorang pejabat pembisik presiden, yang nyaris dipatuk ular kobra berukuran besar, yang tiba-tiba muncul dari lemari pakaian dan dari balik kasur tempat tidur.
Klimaks kesuksesan dari keajaiban Sang Tokoh adalah saat menerima telepon dari pejabat yang merupakan pembisik presiden itu, bahwa Sang Tokoh diperintahkan oleh presiden untuk mengobati anak Raja Arab Saudi yang sakit dan koma sudah tiga tahun. Permintaan itu pun dipertegas langsung oleh Presiden Indonesia, sehingga Sang Tokoh tidak bisa mengelak. Maka berangkat ia ke Arab dengan membawa ahli totok saraf, ahli diagnosis penyakit dalam, dan ahli obat herbal. Pasien yang sudah koma tiga tahun itu, dengan ajaibnya dapat disembuhkan, pulih dalam tiga bulan. Atas keberhasilannya itu, Sang Tokoh diberi imbalan, ditawari oleh Pangeran Utama, mau apa?
Untuk tiga tenaga ahli, Sang Tokoh meminta mereka diberi uang masing-masing satu juta Real. Sedangkan untuk Sang Tokoh, ternyata ia tidak minta uang. Ia minta tiga hal: Pertama, minta dibuatkan replika Ka’bah di Indonesia dengan suasana bangunan di sekitarnya. Yang kedua, minta keluarga Kerajaan Arab membeli saham klub sepak bola divisi dua di Inggris yang nyaris gulung tikar, dan yang ketiga, bila ada keluarganya yang akan umroh atau naik haji, mohon dipermudah. Semua permintaan itu dipenuhi.
Permintaan membuat replika Ka’bah dan membeli klub sepakbola divisi dua di Inggris, memperkaya novel ini dengan keliaran imajinasi, namun pada kenyataannya, memang ada pembangunan Replika Ka’bah itu di Jakarta Utara, dan Pangeran Arab membeli saham klub sepakbola Inggris juga ada. Di sinilah, penulis novel Wina Armada Sukardi, memperlihatkan kemampuannya sebagai seorang jurnalis yang terbiasa mengorek informasi, sehingga gagasan dalam novel yang bisa dianggap mustahil atau liar itu, ternyata ada dalam keseharian. Selain sebagai sastrawan yang dalam usia 17 tahun puisinya sudah dimuat di Majalah Horison, Wina juga menjadi seorang jurnalis dengan karier yang cemerlang hingga ke jenjang tertinggi, yaitu menjadi Pemimpin Redaksi hingga Pemimpin Umum Koran Merdeka. Di luar dua hal itu, Wina juga tercatat sebagai pengacara dan memiliki kartu keanggotaan Asosiasi Advokasi Indonesia.
Keberuntungan datang berturut-turut kepada Sang Tokoh, yang membuatnya menjadi tokoh yang terkenal di tingkat nasional, bahkan hingga ke manca-negara. Karena terkenalnya itu, Sang Tokoh menerima telepon dari ketua organisasi muslimin tionghoa di China, yang akan melakukan studi banding untuk mengetahui sepak terjang ormas keislaman di Indonesia. Ketua tersebut ternyata seorang perempuan, sementara di Indonesia, ormas-ormas keislaman diketuai oleh laki-laki.
Bertemulah Ketua yang bernama Chang’e itu dengan Sang Tokoh. Betapa terkejutnya Sang Tokoh, karena Chang’e begitu cantik jelita, amat mempesona, masih gadis, dan yang paling mengagumkan, mau menerima lamaran Sang Tokoh yang jatuh cinta sejak pandangan pertama.
Betapa bahagianya hidup Sang Tokoh. Usulannya ke Pangeran Utama Arab untuk membeli saham tim sepakbola Inggris dipenuhi, dan Sang Tokoh ikut dalam proses akuisisi pembelian saham itu. Lalu permintaan untuk membuat replika ka’bah di Indonesia pun segera akan diwujudkan, kemudian sebagai lajang, cintanya diterima oleh hadis Chang’e yang menawan.
Meskipun banyak mendapatkan keajaiban, namun tetap sisi manusiawi Sang Tokoh dikisahkan dalam novel setebal 380 haloaman ini, yang menegaskan bahwa tiada kekuasaan selain milik Allah, Tuhan semesta. Kekuatan dan kekuasaan manusia adalah titipan dari Tuhan, dan suatu hari akan diminta kembali. Seperti apa? Novel ini memberikan jawabannya. [doddiahmadfauji]
“Sang Tokoh”
Penulis: Wina Armada Sukardi
Tebal Novel 380 Halaman
Rp 150.000 (+ongkir)
WA Pemesanan: 0821.1221.6070