Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Rasulullah Muhammad SAW melakukan perjalanan Isra, dia mencium bau wangi dan bertanya kepada Jibril tentang asal muasal bau ini. Jibril pun menjawab bahwa bau itu bersumber dari wanita mukminah tadi dan keluarganya.
JERNIH–Ketika lama tidak terdengar kembali seputar kelahiran seorang anak, sang raja bertanya pada menantunya yang kedua, “Bagaimana bisa hal ini terjadi sedangkan kamu adalah seorang wanita yang subur?” Kemudian, dia membuka rahasia suaminya “Dia (Khidir) tidak pernah menyentuhku sejak pertama kami menikah.”
Sang raja lantas memerintahkan untuk memanggil sang anak untuk dimarahi. Karena takut akan kemarahan sang ayah, Khidir pun lari dari negerinya.
Sang raja kemudian mengirimkan seratus orang prajurit untuk mencari anaknya. Mereka menyebar ke berbagai tempat yang berbeda. Sepuluh orang prajurit berhasil menemukan Khidir di suatu pulau yang semua penduduknya beriman kepada Allah.
Khidir pun bertanya kepada mereka, “Apakah ayahku mengirimku orang selain kalian?” Mereka menjawab, “Iya.”
Khidir lalu berkata, “Sesungguhnya aku meminta kalian untuk merahasiakan keberadaanku agar kalian tidak tertimpa kejelekan di dunia dan siksa di akhirat, yang nantinya membuat ayah akan marah kepadaku dan mungkin membunuhku, sehingga secara tidak langsung kalian telah ikut mengambil nyawaku.”
Sepuluh prajurit itu pun berjanji kepada Khidir untuk mengabari sang raja bahwa mereka tidak menemukan putranya.
Ketika sepuluh prajurit itu kembali menghadap sang raja, sembilan di antara mereka membeberkan keberadaan Khidir,sedangkan satu prajurit berkata,“Sebenarnya kami tidak menemukannya.”
Lalu Raja mengutus prajurit lain untuk membuktikan laporan mereka. Karena takut sepuluh prajurit itu membocorkan keberadaannya, Khidir pergi dari pulau tak lama setelah mereka pergi.
Prajurit kedua yang dikirimkan Raja itu pun tidak dapat menemukan Khidir dan mereka menganggap bahwa laporan yang diterima dari sembilan prajurit sebelumnya adalah suatu kebohongan. Karena itu, setelah mendengar kabar dari utusannya, raja memerintahkan untuk menghukum sembilan prajurit tersebut dengan membunuh dan menyalib mereka. Termasuk yang dihukum juga adalah istri kedua Khidir, karena ia dianggap menjadi sebab kaburnya sang anak.
Prajurit yang menepati janjinya kepada Khidir merasa ketakutan mendengar kabar dihukumnya kawan satu regunya. Begitu pula yang dirasakan oleh mantan istri pertama Khidir. Keduanya takut akan kemarahan raja, sehingga mereka bertekad untuk pergi ke suatu negeri yang kebetulan sama. Keduanya pun bertemu tanpa sengaja. Tatkala si prajurit mendengar mantan istri pertama berkata “bismillah”, segeralah dia tahu bahwa wanita itu adalah seorang yang beriman.
Si prajurit pun bertanya tentang keadaannya, dan sang wanita menceritakan semuanya. Setelah mendengar kisahnya, si prajurit berkata, “Bagaimana jika kita berdua menikah, sehingga kita bisa beribadah kepada Allah bersama-sama hingga kita meninggal?”
Wanita itu setuju, dan keduanya pergi ke salah satu desa di wilayah negeri kekuasaan Firaun, berdasarkan apa yang dikatakan periwayat. Mereka terus di sana hingga memiliki tiga orang anak.
Suatu hari si prajurit itu mengumpulkan istri dan anak-anaknya dan berkata kepada mereka, “Sesungguhnya aku sangat tidak suka jika nanti kita mati kita dikuburkan bersama mereka, orang-orang yang tidak beriman kepada Allah. Marilah kita bersepakat jika salah seorang dari kita mati lebih dulu, hendaknya yang masih hidup menguburkannya di dalam rumah, hingga ketika orang terakhir di antara kita akan mati, dia harus berwasiat untuk menghancurkan rumah ini setelah wafatnya, sehingga rumah ini menjadi kuburan kita bersama.”
Tak lama kemudian, si prajurit itu pun mati. Dia pun dikuburkan oleh istrinya di rumah, sesuai dengan kesepakatan.
Lalu, sampailah kabar kepada Firaun bahwa ada seorang wanita dan tiga anaknya yang menyembah kepada Allah dan mengesakannya. Tidak bisa dipastikan bahwa ia adalah Firaun yang sama dengan Firaun di masa Nabi Musa, sebab kitab sejarah orang Islam berpendapat bahwa Mesir pernah dikuasai oleh lima orang Firaun yang bukan berasal dari Qibthi. Silakan lihat kembali buku “Firaun Zaman Musa” karya Athif Izzat.
Wanita itu pun dipanggil menghadap, lalu diancam untuk meninggalkan agamanya. Jika membangkang maka dia dan anak-anaknya akan dibunuh, namun ia menolak paksaan Firaun sehingga dia dan keluarganya disiapkan sebuah kuali raksasa yang dipanaskan kemudian dimasukkan ke dalamnya anak pertamanya sehingga jasadnya melepuh. Kemudian, anak keduanya dimasukkan dan mengalami hal yang sama.
Hingga ketika anak ketiga yang masih menyusui hendak dimasukkan ke dalam kuali itu, wanita itu berusaha mengambil anaknya. Allah pun membuatnya berbicara kepada ibunya, “Sabarlah, wahai ibuku. Sesungguhnya kita semua akan masuk surga.” Akhirnya, anak terakhirnya pun dimasukkan ke dalam kuali.
Pada waktu siang, datanglah giliran sang wanita, Namun, ketika hendak dibunuh, dia berkata, “Aku memiliki permintaan terakhir” Dia meminta para algojo untuk mengumpulkan tulangnya dan tulang anak-anaknya di dalam rumah mereka, lalu meminta untuk menghancurkan rumahnya.
Mereka pun memenuhi permintaannya. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Rasulullah Muhammad SAW melakukan perjalanan Isra, dia mencium bau wangi dan bertanya kepada Jibril tentang asal muasal bau ini. Jibril pun menjawab bahwa bau itu bersumber dari wanita mukminah tadi dan keluarganya.
Kembali ke kisah Khidir, ada riwayat yang mengatakan bahwa pada masa peribadatannya di suatu pulau, dia bertemu dengan dua orang pedagang yang berasal dari kota ayahnya. Perahu mereka karam dan keduanya berpegangan pada sebuah kayu serta terombang-ambing hingga sampai ke pulau Khidir. Dia pun berpesan untuk merahasiakan keadaannya. Lalu, dia memanggil awan dan memerintahkannya untuk membawa pulang keduanya ke kota mereka.
Ketika keduanya sampai, salah seorang dari mereka dapat menyimpan rahasianya, sedangkan yang lainnya Justru membocorkan perihal keadaan Khidir. Sang raja pun mengutus seorang pria untuk memastikan keberadaan Khidir di pulau itu, namun dia tidak menemukan orang yang dicari di sana sehingga si pembuka rahasia dihukum dengan disalib.
Adapun pedagang yang menepati janji kepada Khidir, dia akhirnya menikahi mantan istri pertama Khidir yang tadi disebutkan. Keduanya beriman kepada Allah dan mengasingkan diri dari kaumnya karena kejelekan sudah merajalela di kota mereka.
Lalu, Allah mengutus Malaikat Jibril untuk mengangkat kota itu dengan ujung sayapnya ke langit yang tertinggi, sehingga para penduduk langit dapat mendengar gonggongan anjing dan kokok ayam di kota tersebut, lalu menjatuhkannya kembali sehingga semua penduduknya binasa. Tidak ada yang selamat kecuali seorang pria dan wanita yang beriman.
Setelah keduanya keluar, mereka pergi menuju negeri Firaun. Lalu, pria itu berwasiat kepada keluarganya dengan wasiat yang sama untuk menguburkannya di rumah dan menghancurkan rumahnya. Si wanita pun berkesempatan untuk bekerja di kalangan keluarga Firaun sehingga menjadi salah seorang juru sisir putrinya.
Saat dia hendak menyisir sang putri, sisir yang dipegangnya jatuh. Ketika hendak mengambilnya, di berkata, “Dengan menyebut nama Allah. Sungguh merugi orang yang ingkar kepada Allah.”
Sang putri heran mendengar ucapannya dan bertanya,“Apakah ada tuhan selain ayahku?” Lalu, hal ini diberitahukan kepada Firaun dan terjadilah hukuman terhadap wanita itu, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. [bersambung]
Dari : “Asathir Muqaddasah, Asathir al Awwalin fi Turats al-Muslimin” buah karya Walid Fikri