Sebab sudah tidak mempercayai setiap tuntutan atau keputusan Pengadilan nantinya, Marwan memilih memasrahkan soal hukuman terhadap kedua terdakwa kepada Tuhan. Sebab, ketika penegak hukum sudah terlibat rekayasa, rakyat tak bisa berbuat apa-apa.
JERNIH-Zet Tadung Allo, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan kasus penembakan terhadap anggota Laskar FPI di KM 50 tol Cikampek, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, mengajukan tuntutan enam tahun penjara. Sebab kedua terdakwa, Ipda M. Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan diyakini bersalah melakukan pembunuhan secara bersama-sama.
Namun, melihat rekam jejak Yusmin yang sudah 20 tahun menjadi Polisi dan Fikri 15 tahun bertugas di Kepolisian, seharusnya sudah berpengalaman bagaimana caranya menangani pelaku kejahatan. Terlebih, saat itu mereka tidak sedang menghadapi massa, melainkan hanya beberapa orang saja yang cukup seimbang.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajdar menilai, seharusnya Jaksa Zet mengajukan tuntutan terhadap keduanya dengan hukuman maksimal yakni, 15 tahun penjara. Sebab pembunuhan itu, sengaja dilakukan lantaran tak ada motif seperti sakit hati atau hubungan sosial lainnya.
Dengan latar belakang sebagai Polisi yang sudah berpengalaman selama belasan dan puluhan tahun, seharusnya Jaksa mempertimbangkan sebagai alasan memberatkan. Apalagi, kronologi penembakan yang diungkap dalam persidangan, berupa argumen terpaksa melakukan penembakan sulit dianggap sebagai fakta melainkan hanya sebuah cerita.
Soalnya, penembakan itu bukan kejadian yang diketahui secara terbuka sehingga peristiwa ini sebenarnya tidak diketahui.
“Yang melanggar hukum itu ditangkap diadili, bukan ditembak, harus melalui proses hukum. Itu sudah eksekusi namanya…ini sudah ditahan ditembak pula,” kata Fickar.
“Ada saksinya engga itu?” kata Fickar mempertanyakan.
Seperti diberiakan CNN Indonesia, kedua terdakwa dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan secara sengaja juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Jaksa menyebutkan, anggota Laskar FPI ditembak dari jarak dekat dan mematikan.
Selain itu, mereka juga didakwa Pasal 351 ayat 3 juncto Pasal 55 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Namun, meski sudah berstatus sebagai terdakwa, kedua Polisi itu tak ditahan hingga hari ini.
Di lain pihak, Sekertaris Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Marwan Batubara menganggap kalau persidangan yang digelar hanya dagelan belaka dan penuh rekayasa. Dia bilang, tak akan pernah mempercayai berapapun tuntutan atau vonis yang dijatuhkan nanti.
“Mereka mau bilang 3 tahun, 6 tahun 20 tahun silakan saja. TP3 tak akan pernah percaya. Dan orang yang punya hati dan akal tak akan percaya, karena mereka yang berkuasa,” kata Marwan.
Soalnya, sejak awal TP3 sudah mengambil sikap dengan mengatakan kalau peristiwa pembunuhan ini merupakan pelanggaran HAM berat. Sementara perbuatan itu, sekedar menutupi kejahatan besar yang dilakukan aparat negara.
Sebab sudah tidak mempercayai setiap tuntutan atau keputusan Pengadilan nantinya, Marwan memilih memasrahkan soal hukuman terhadap kedua terdakwa kepada Tuhan. Sebab, ketika penegak hukum sudah terlibat rekayasa, rakyat tak bisa berbuat apa-apa.
“Karena kita enggak bisa melakukan penyidikan dan mengadili. Silakan merekayasa. Kami TP3 tak akan pernah percaya terhadap rekayasa itu,” kata dia.