Adapun daerah yang diperkirakan paling terdampak El Nino adalah Sumatra bagian tengah hingga Selatan, Riau bagian Selatan, Jambi, Lampung, Banten, dan Jawa Barat.
JERNIH-Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut ada tujuh wilayah di Indonesia yang diperkirakan paling rawan terdampak El Nino yang saat ini melanda Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, tujuh daerah tersebut diperkirakan terdampak El Nino yang cukup parah dan hujan akan turun sangat jarang sehingga berpotensi menciptakan kondisi kekeringan.
“Jadi, itu daerah yang perlu diwaspadai dari bulan Agustus hingga Oktober 2023, sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan khatulistiwa, prediksinya akan mengalami hujan yang sangat kecil kecuali spot-spot yang memiliki topografis tinggi,” kata Ardhasena dalam Focus Group Discussion Antisipasi El Nino di Kantor Kementerian PUPR, beberapa waktu lalu.
Adapun daerah yang diperkirakan paling terdampak El Nino adalah Sumatra bagian tengah hingga Selatan, Riau bagian Selatan, Jambi, Lampung, Banten, dan Jawa Barat.
Selanjutnya Ardhasena juga menyebut, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai oleh warga RI di periode Agustus hingga Oktober 2023 yakni terjadinya kekeringan akibat El Nino di daerah-daerah tersebut bisa memicu gagal panen.
Ardhasena menekankan wilayah pertanian banyak terdapat di Jawa Barat yang diprediksi akan mengalami dampak El Nino yang cukup parah.
“Jawa Barat ini banyak sawah, kalau mereka terkena dampak El Nino yang cukup parah, maka harus melakukan langkah siaga, seperti mengelola air hujan, atau memanen air hujan seperti di Sulawesi Tengah,”.
Untuk itu BMKG meminta Kementerian Pertanian untuk melakukan antisipasi dengan upaya-upaya yang cepat.
Sebelumnya BMKG memprediksi fenomena iklim El Nino akan memicu cuaca panas ekstrem di Indonesia dan puncak cuaca panas ada di periode Agustus hingga Oktober 2023 dan terus berlanjut hingga awal 2024.
Mengutip situs resmi BMKG, El Nino merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur.
Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah sekitarnya, termasuk seperti di Indonesia. (tvl)