Site icon Jernih.co

Turis Tak Boleh Beli Ganja di Amsterdam Soalnya Sudah Padat

Pemerintah Belanda kewalahan dengan Amsterdam yang terus-terusan menghadapi problem kepadatan. Toko-toko sudah diperkecil jumlahnya, didongkrak naik pajaknya.

JERNIH- Selain lantaran keindahan tata letak kota dan arsitekturnya, ganja merupakan daya tarik yang menjadi magnet hingga seolah Amsterdam, Belanda harus dikunjungi. Tentu, ini bagi turis yang punya duit cukup.

Namun, pelancong asing sepertinya kudu mengubur keinginannya berkunjung ke sana hanya demi menikmati ganja. Soalnya, pemerintah setempat sudah mewacanakan pelarangan penggunaan canabis bagi wisatawan asing.

Ada beberapa penyebab wacana tersebut dimunculkan. Dan sudah barang tentu, memantik beragam reaksi pro dan kontra.

Di tahun 1913, ganja masih ada dalam kategori benda terlarang di Belanda. Tapi pada 1972, pemerintah setempat mulai membagi obat-obatan ke dalam berbagai kelompok. Dan ganja, berada di kategori rendah.

Empat tahun kemudian, kedai-kedai kopi pun mulai memajang ganja dalam menu suguhannya yang diperuntukkan bagi sarana rekreasi. Namun, batas toleransinya cuma sampai lima gram saja per konsumen. Tidak boleh lebih.

Sudah 44 tahun bisnis ganja di Belanda berjalan. Deutsche Welle menyebutkan, ada 570 kedai kopi yang beroperasi dan menjadikan Canabis sebagai salah satu menu primadonanya. Selama beberapa dekade pun, Belanda menjadi tempat digelarnya Festival Canabis guna merayakan budaya ganja.

Betul, sejak awal ganja dilegalkan, memang salah satu tujuannya guna menarik wisatawan agar mau mengunjungi Belanda. Namun saking membludaknya, pemerintah setempat malah kewalahan menampung dan melayani turis.

Makanya, rencana pelarangan penggunaan ganja bagi turis asing hampir bulat disepakati. Polisi dan Jaksa, sudah memberi dukungan proposal yang disodorkan Walikota Amsterdam, Femke Halsema. Dia mau, hanya penduduk Belanda saja yang boleh membeli ganja rekreasi demi menghindari kejahatan terorganisir.

Penduduk Amsterdam, berjumlah 850 ribu jiwa. Tapi lantaran adanya penerbangan murah, Dutch News menyebutkan, lonjakan kunjungan terus membengkak. Sepanjang 2020 saja, ada 20 juta turis yang datang melancong. Pada 2025 nanti, diperkirakan ada 29 juta wisatawan datang menyerbu.

Pemerintah kuwalahan menghadapinya. Sebab Amsterdam terus-terusan menghadapi kepadatan. Toko-toko sudah diperkecil jumlahnya. Pembangunan hotel baru pun sudah tak dikeluarkan lagi izinnya. Bahkan pajak juga sudah didongkrak naik.

The Guardian memberitakan, menurut pandangan BIZ Utrechtsestraat, ganja merupakan salah satu mata rantai penting dalam pariwisata namun bernilai rendah. Dengan adanya aturan baru tersebut, bukan tak mungkin ganja malah diperjual belikan serampangan di jalanan.

CNN pernah menggelar survei pada Agustus 2019 lalu. Rupanya, kedai kopi penjual ganja jauh lebih menarik perhatian turis ketimbang Distrik Lampu Merak yang menjajakan gadis-gadis cantik sebagai barang dagangannya.

Sebanyak 72 persen turis asing mengatakan, lebih memilih mendatangi kedai kopi untuk menghisap ganja rekreasi. Dan hanya satu persen saja yang mengarungi wisata prostitusi.[]

Exit mobile version