Site icon Jernih.co

Warga Ukraina Gotong Royong Perbaiki Rumah-rumah yang Hancur Diserang Rusia

Warga Desa Desa Novoselivka, dekat Chernihiv, Ukraina, bergotong royong mendirikan kembali rumah salah satu warga yang dihancurkan Rusia.

Dengan bahan-bahan, antara lain, hasil memulung itulah rumah-rumah yang hancur di sepanjang perbatasan Ukraina-Rusia itu dibangun kembali. Jadi, Rusia bukan hanya gagal menghancurkan dan merebut kota-kota Ukraina yang diserangnya di awal invasi. Mereka juga gagal menghancurkan mental dan solidaritas antarwarga Ukraina sebagai korban perang.  

JERNIH—Saling bantu dalam gotong royong bukanlah monopoli bangsa Indonesia di masa lalu. Di Ukraina, solidaritas sebagai korban perang membuat warga saling bantu membangun kembali rumah-rumah yang hancur dalam serangan Rusia. Mau tak mau, agar mereka bisa selamat dari musim dingin yang segera menyambangi negeri itu.  

Misalnya di Desa Novoselivka, dekat Chernihiv, Ukraina, Sabtu (13/8) lalu. Para tetangga membantu membersihkan puing-puing di lantai dua rumah Zhanna dan Serhiy Dynaeva yang luluh lantak oleh pemboman Rusia. Itu mereka lakukan dalam upaya membangun kembali rumah tersebut sebelum datangnya musim dingin yang akan tiba beberapa bulan mendatang. Apalagi upaya pembangunan kembali itu didukung organisasi-organisasi internasional yang memberikan bantuan kepada warga  Ukraina untuk membantu upaya rekonstruksi.

Hal yang sama juga terjadi pada Maria Metla, 66 tahun. Rumahnya poranda dihajar artileri berat Rusia. Sisa rumah itu kemudian diratakan tembakan tank manakala pasukan Rusia tiba di wilayah permukiman di dekat ibukota Kyiv tersebut. Kini, Metla mengandalkan para tetangganya untuk bisa tetap di sana untuk berjuang melewati musim dingin nanti.

Bukan hanya para tetangga yang dikenalnya yang membantunya tanpa kenal lelah. Kru sukarelawan muncul di depan rumahnya hampir setiap pagi. Mereka datang  untuk mengambil apa saja yang dapat digunakan kembali. Dari peralatan dapur tua yang dihancurkan untuk besi tua, besi-besi batangan, bahkan potongan panel insulasi yang diharapkan bisa digunakan kembali. Di sisi lain, para sukarelawan itu pula yang datang dan menumpuk batu bata, membangun kembali sedikit-demi sedikit bagian rumahnya hingga bisa ditinggali lagi.

Dengan bahan-bahan, antara lain, hasil memulung itulah rumah-rumah yang hancur di sepanjang perbatasan Ukraina-Rusia itu dibangun kembali. Jadi, Rusia bukan hanya gagal menghancurkan dan merebut kota-kota Ukraina yang diserangnya di awal invasi. Mereka juga gagal menghancurkan mental dan solidaritas antarwarga Ukraina sebagai korban perang.  

Misalnya Desa Novoselivka tadi. Permukiman yang letaknya 140 kilometer di  utara Kyiv itu merupakan tempat pertempuran sengit selama serangan 36 hari Rusia di awal perang. Tidak hanya tembok-tembok rumah runtuh oleh pemboman dari darat dan udara, pintu logam pun seolah tertekuk terjangan amunisi berat dan bolong oleh terjangan tembakan senapan mesin. Tapi semua tak membuat warga menyerah.

“Kami menyeret apa yang kami bisa ke ruang bawah tanah. Sementara setidakya lima bom telah meledak di ladang di belakang rumah kami,”kata Meta sambil berdiri di tempat yang dulunya adalah ruang tamu rumahnya yang hancur. Dia menyimpan sepeda olahraga yang hangus terbakar dan ikon keagamaan St. Nicholas sebagai pengingat kehidupan sebelum perang.

Kerusakan di tingkat akar rumput memang terjadi. Pihak berwenang Ukraina bulan lalu  mengatakan, negara itu telah menderita kerugian lebih dari 100 miliar dollar AS, setara dengan dua pertiga dari produk domestik bruto 2020, meliputi kerusakan infrastruktur saja. Pemerintah juga memperkirakan bahwa upaya rekonstruksi fasilitas-fasilitas itu dapat menelan biaya lebih dari tujuh kali lipat jumlah itu.

Kini, pemerintah Rusia meminta negara-negara Barat untuk memanfaatkan aset Rusia yang dibekukan untuk mengganti kerugian yang diderita warga dan pemerintah Ukraina.

Bantuan dari luar negeri pun berdatangan. Di Novoselivka yang indah dipenuhi kebun buah-buahan, petak bunga matahari, dan kebun-kebun belakang yang masih menyisakan peternakan tradisional rumahan, rumah-rumah kontainer bantuan dari Polandia sedang didirikan. Tetapi skala kerusakan yang terjadi pun mendorong sejumlah inisiatif local untuk tumbuh.

“Di banyak negara lain, jika rumah Anda hancur, Anda mungkin memasang tanda ‘Dijual’ dan pindah ke kota lain. Di sini tidak seperti itu,” kata Andriy Galyuga, seorang relawan setempat. “Di sini, orang-orang sangat terikat dengan dari mana mereka berasal dan mereka tidak ingin pergi hanya karena rumah mereka hancur.”

Agar lebih terarah, para relawan pun bergabung satu dan membentuk organisasi. Hingga saat ini ada organisasi Galyuga, Bomozhemo, dan sebagainya, yang terus bermunculan menggadang ide rekonstruksi permukiman tersebut. Kadang kalau pun hanya pertolongan darurat.

Misalnya, di salah satu rumah yang hancur, Galyuga mengikat tangga yang rusak seraya mengarahkan 25 anggota sukarelawannya. Mereka memuat balok-balok cinder yang terselamatkan, seraya dengan tegas mencongkeli material konstruksi yang masih bisa dipakai ulang, dengan kapak dan linggis.

Sementara anak-anak dan para ibu pensiunan membantu pemilik rumah yang tengah diperbaiki, Zhanna Dynaeva, untuk membuatkan makanan untuk para pekerja, yang sebagian juga merupakan warga yang juga kehilangan rumah.

Dynaeva yang tampak kurus, tinggal bersama seorang teman, hingga kini terus mengunjungi rumahnya setiap hari untuk memelihara taman yang ditatanya rapi. Dia membawa nampan minuman dan sandwich untuk para sukarelawan.

“Saya sangat berterima kasih kepada mereka. Orang-orang di sekitar saya telah banyak membantu,” kata Dynaeva. Saat dia menceritakan pelariannya dari pemboman, Dynaeva menangis dan dipeluk oleh tetangganya yang masih berstatus  tunawisma, Metla.

“Saya berharap saya bisa tinggal lagi di rumah saya, meski mungkin hanya rumah darurat untuk memulai,” kata Dynaeva. “Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami. Musim dingin akan segera tiba. Itu yang saya kuatirkan.” [Associated Press]

Exit mobile version