Rencananya kenaikan iuran atau tarif akan ditetapkan maksimum pada 30 Juni atau 1 Juli 2025.
JERNIH-Pada 2026 mendatang tarif iuran BPJS Kesehatan kemungkinan bakal mengalami penyesuaian. Namun untuk tahun 2025 tidak ada penyesuaian tarif karena keuangan BPJS masih tergolong baik.
Informasi tersebut disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi di Istana Kepresidenan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Budi juga menyebut jika penyesuaian tarif iuran BPJS Kesehatan ini tak ada kaitannya dengan pemberlakuan kelas rawat inap standar (KRIS) mulai 30 Juni 2025.
“Saya sudah bilang ke Bapak [Prabowo] kalau hitung-hitungan kami dan Bu Menkeu [Sri Mulyani] 2025 harusnya aman, di 2026 kemungkinan mesti ada adjustment [penyesuaian] dari tarifnya,” kata Budi.
Budi juga menyebut jika biaya layanan kesehatan di Indonesia memang naik.
“Karena layanan kesehatan kita naik. Yang berat-berat, jantung, stroke itu naik,” katanya menambahkan
Namun demikian Budi masih belum bisa memastikan berapa besaran penyesuaian tarif iuran BPJS Kesehatan tahun depan. Sebab pihaknya harus bersama dengan Kemenkeu untuk menghitung penyesuaian tarif tersebut.
“Saya minta waktu ke beliau nanti kalau hitung-hitungannya sudah pas, mau menghadap [Prabowo] dengan Menteri Keuangan untuk menjelaskan,”. Beberapa waktu lalu Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti telah memastikan jika aset neto BPJS Kesehatan masih sehat meski ada risiko defisit. Ali Gufron bahkan memastikan jika pada 2025, BPJS Kesehatan lancar membayar klaim rumah sakit.
Sedangkan terkait kenaikan iuran, telah diatur dalam Peraturan Presiden (PP) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dimana disebut jika kenaikan iuran BPJS diperbolehkan per dua tahun dengan syarat harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu.
Rencananya kenaikan iuran atau tarif akan ditetapkan maksimum pada 30 Juni atau 1 Juli 2025.
“Bisa naik, bisa tetap, ini kan senario. Tapi kalau BPJS sebagai badan yang mengeksekusi, bukan yang bikin regulasi ya,” kata Ghufron.
Menurut Ghufron, saat ini kepercayaan publik terhadap BPJS Kesehatan cukup tinggi dan pemakaian atau utilisasi layanan BPJS yang semakin massif. Hal tersebut yang menjadi penyebab risiko defisit. Saat ini sekitar 1,7 juta orang per hari menggunakan layanan tersebut. (tvl)