Setelah sempat menjadi spekulasi selama berbulan-bulan sejak klaim Israel pada Agustus 2025, Hamas secara resmi mengonfirmasi bahwa Abu Ubaidah telah gugur sebagai syahid. Ia disebutkan wafat dalam sebuah serangan udara Israel di Kota Gaza yang terjadi pada 30 Agustus 2025.
WWW.JERNIH.CO – Abu Ubaidah adalah sosok yang selama bertahun-tahun menjadi “wajah” sekaligus “suara” dari perlawanan Palestina di Jalur Gaza. Sebagai juru bicara resmi Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Hamas, ia bukan sekadar penyampai pesan, melainkan simbol keberanian bagi pendukungnya dan ancaman psikologis bagi lawannya.
Abu Ubaidah adalah nama samaran (nom de guerre) yang diambil dari nama sahabat Nabi Muhammad SAW, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, seorang panglima perang Islam yang menaklukkan Yerusalem pada masa Khalifah Umar bin Khattab.
Identitas aslinya sangat dijaga ketat oleh Hamas. Namun, intelijen Israel (IDF) mengklaim bahwa nama aslinya adalah Huzaifa Samir Abdullah al-Kahlout. Ia lahir pada 11 Februari 1985 di Gaza. Ciri khasnya yang paling ikonik adalah penampilan yang selalu menggunakan seragam militer kamuflase dan wajah yang tertutup rapat oleh keffiyeh merah, sehingga publik hanya bisa melihat matanya.
Sejak menjabat sebagai juru bicara pada tahun 2007, peran Abu Ubaidah melampaui tugas komunikasi biasa. Ia juga seorang panglima perang media. Abu Ubaidah bertanggung jawab mengelola narasi perang Hamas. Pidatonya sering kali ditunggu-tunggu untuk memberikan kabar terbaru mengenai operasi militer, seperti penghancuran tank atau penyergapan tentara lawan.
Keahliannya dalam berorasi dengan bahasa Arab yang fasih dan tegas dirancang seolah jadi senjata psiklogis untuk membakar semangat rakyat Palestina serta memberikan tekanan mental kepada warga dan militer Israel.
Ia pertama kali mencuri perhatian dunia pada tahun 2006 saat mengumumkan penangkapan tentara Israel, Gilad Shalit. Sejak itu, kehadirannya di layar televisi (melalui Al-Aqsa TV atau Telegram) dianggap sebagai tanda bahwa Hamas sedang melakukan operasi besar.
Meskipun hidup dalam kerahasiaan, beberapa informasi mengenai latar belakangnya terungkap. Ia diketahui merupakan lulusan Universitas Islam Gaza. Ia meraih gelar Magister (S2) dengan tesis yang sangat spesifik mengenai studi agama, berjudul “Tanah Suci antara Yudaisme, Kekristenan, dan Islam”. Latar belakang ini menjelaskan mengapa pidatonya sering mengandung referensi sejarah dan teologi yang kuat.
Tak heran jika ia memiliki kecerdasan dalam membangun sebuah narasi. Sebagai intelektual muda, ia paham benar bagaimana Palestina harus menjadi bagian dari kepedulian dunia, tidak hanya sekadar objek di meja perundingan.
Sebelum menjadi juru bicara, ia adalah seorang komandan lapangan di Brigade Al-Qassam (sekitar tahun 2002). Kemampuan militernya benar-benar diuji di medan tempur. Ia terlibat langsung dalam berbagai operasi darat sebelum akhirnya ditarik ke divisi media karena kemampuan komunikasinya yang luar biasa.
Meskipun sempat ada kesimpangsiuran informasi dan klaim perang urat syaraf, berbagai sumber menyebutkan bahwa sosok ikonik ini gugur bersama beberapa pimpinan Brigade Al-Qassam lainnya.
Kepergiannya dianggap sebagai kehilangan besar bagi struktur komunikasi Hamas, namun bagi para pendukungnya, kesyahidannya justru semakin memperkuat narasi perlawanan di tanah Palestina.
Bagi banyak orang di dunia Arab dan pendukung kemerdekaan Palestina, Abu Ubaidah bukan hanya individu belaka, ia telah menjelma menjadi sebuah institusi. Keberhasilannya mempertahankan anonimitas selama puluhan tahun di salah satu wilayah dengan pengawasan intelijen terketat di dunia menjadikannya legenda hidup hingga akhir hayatnya.(*)
BACA JUGA: Hamas Serukan Agar Para Pejuang Diizinkan Keluar dari Terowongan Gaza
