Site icon Jernih.co

Benarkah Naikkan UMP 2021 di Tengah Pandemi Berkaitan dengan Pemilu?

Meskipun ada yang menolak anggapan tersebut, namun kebijakan populis semacam itu pasti ada manfaatnya pada waktu yang akan datang

JERNIH-Meskipun pemerintah telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/ll/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 Pada Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), namun pada kenyataannya tidak semua kepala daerah mematuhi SE Menaker tersebut.

Tercatat lima gubernur tetap menaikkan UMP 2021 dan tak mengikuti SE Menaker, yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Sementara 25 gubernur mematuhi SE tersebut dengan tidak menaikkan UMP 2021 sedangkan empat kepala daerah lainnya, hingga 4 Novemner belum memberi kejelasan tentang nasib UMP di wilayahnya, yakni Sulawesi Utara, Bengkulu, Gorontalo dan Maluku Utara.

Bagaimana sikap para pengusaha?

Pengusaha kecewa

Pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menyoroti kebijakan Anies yang bersifat Asimetris. Dimana bagi sektor usaha terdampak pandemi COVID-19 tidak perlu menaikkan UMP 2021, salah satunya ritel. Pengusaha yang tidak menaikkan UMP 2021 diwajibkan mengajukan permohonan untuk mendapat persetujuan tidak menaikkan upah minimum.

“Saya kira kalau memang sudah dikelompokkan untuk apa lagi bikin permohonan pengajuan, cukup pemberitahuan. Memang pengajuan mau ngapain? nggak disetujui gitu? ” kata Dewan Penasehat Hippindo Tutum Rahanta Selasa (3/11/2020), Tutum nampaknya kecewa dengan keputusan Anies yang membuat mereka tidak memiliki pilihan lain, selain mematuhi keputusan Anies yang dinilai merugikaknnya.

Minta tunda hingga pertengahan 2021

Sementara Pengusaha mal yang tergabung dalam Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta kepala daerah yang menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2021 menunda kebijakan tersebut, setidaknya hingga pertengahan tahun 2021. Mereka menyebut bisnis pusat perbelanjaan saat ini tengah tertekan akibat pandemi COVID-19.

“Pemerintah daerah yang sudah terlanjur memutuskan untuk naik (UMP) ya ditunda lah paling tidak sampai dengan pertengahan tahun depan. Karena kan nggak mungkin kan dicabut, sudah diumumkan” kata Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) APPBI Alphonzus Widjaja beberapa waktu lalu.

Alphinzus menyebut permintaan mereka demi mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja.

Tuding tak punya sense of crisis

Sedangkan Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menyatakan kekecewaannya atas kebijakan lima kepala daerah tersebut. Menurutnya saat ini bisnis perhotelan susah untuk bertahan, apalagi jika harus menaikkan upah minimum. Dia menuding kepala daerah tidak punya sesnse of crisis

“Seharusnya ada sense of crisis juga dong. Untuk bertahan saja sudah apalagi kita mau menaikkan upah,” kata Yusran beberapa waktu lalu.

Pertanyakan tak patuh pemerintah pusat

Yusran juga mempertanyakan mengapa para kepala daerah tidak mengindahkan kebijakan pemerintah pusat.

“Kita ini hidup di NKRI atau negara federal, semuanya itu bisa membuat kebijakan sendiri-sendiri tanpa mengindahkan kebijakan pemerintah pusatnya. Ini satu keanehan di Indonesia,”.

Mengapa ada kepala daerah yang tidak patuh SE Menaker?

UMP kewenangan kepala daerah

Banyak yang bertanya-tanya mengapa seorang kepal daerah tidak patuh dengan kebijakan pemerintah pusat. Johan Budi, Anggota DPR dari Fraksi PDIP memberi penjelasan bahwa kewenangan menaikkan UMP atau tidak ada di tangan gubernur sebab gubernurlah yang mengetahui kondisi daerah yang dipimpin.

“Kenaikan UMP memang salah satunya kewenangan ada di gubernur,”kata Johan “Tentu gubernur di masing-masing wilayah memahami kondisi daerahnya terkait nasib rakyatnya. Bisa saja, kebijakan UMP ini berbeda-beda antara daerah yang satu dengan yang lainnya,” tambahnya.

Akomodir kepentingan semua pihak

Gubernur Jawa Timur  Kofifah Indar Parawangsa menetapkan UMP Jawa Timur 2021 dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/498//KPTS/013/2020 dan ditandatangani pada 31 Oktober 2020. Dalam keputusannya itu Ia menaikkan UMP 2021 sebesar seratus ribu rupiah dan menyebut alasannya yakini mengakomodir semua kepentingan.

”Keputusan pemerintah harus bisa mengakomodir semua kepentingan. Karena itu diambil jalan tengah dengan menaikkan UMP Rp 100 ribu dibanding tahun sebelumnya,” kata Khofifah.

Rekomendasi dewan pengupahan

Sementara Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menaikkan UMP 2021 Jogyakarta sebesar 3,54% atau sebesar Rp1.765.000,- karena mempertimbangkan rekomendasi dari dewan pengupahan yang diputuskan dalam sidang pleno dewan pengupahan DIY yang dihadiri oleh ketiga unsur Dewan Pengupahan

“Sehingga UMP DIY untuk tahun 2021 ditetapkan atau naik sebesar 3,54% dari upah minimum yang berlaku pada tahun ini,” kata Ketua Dewan Pengupahan DIY, Aria Nugrahadi.

Pertimbangan produktivitas dan kesejahteraan pekerja

Kemudian dari Sulawesi, Gubernur Sulawesi Selatan juga menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 14.15/X tanggal 27 Oktober 2020 tentang penetapan upah minimum provinsi Sulawesi Selatan tahun 2021, dimana UMP 2021 naik dua persen dari Rp3.103.800 per bulan menjadi Rp3.165.876 per bulan berlaku mulai 1 Januari 2021.

Nurdin menyebut keputusan tersebut diambil berdasarkan hasil kajian Dewan Pengupahan dengan melibatkan asosiasi pengusaha dan serikat pekerja dengan tetap mempertimbangkan sejumlah aspek termasuk produktivitas dan kesejahteraan pekerja.

Jaga iklim industry kondusif

Sedangkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan, keputusan untuk menaikkan UMP ini diambil demi iklim industri yang kondusif. Ia juga menepis anggapan bahwa kebijakannya menaikkan UMP 2021 berkaitan dengan Pilpres 2024.

“Tidak ada juga urusan dengan politik kontestasi yang lain. Saya harus menjaga hubungan industrial yang harmonis, agar dunia usaha tetap maju,” kata Ganjar.

Tuding agenda politik tertentu

Namun Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi Sukamdani mencurigai gubernur-gubernur yang menaikkan UMP 2021, mempunyai agenda politik tertentu,

“Rasanya tidak (terkait) pilkada, tapi mau pilpres 2024. Seingat saya nama-nama ini adalah yang muncul di polling-polling yang akan berkompetisi di 2024, tapi tidak tahu lah saya tidak bisa menjawab itu. Tapi yang jelas ini kurang memperhatikan,” kata Hariyadi di Gedung Permata, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (2/11/2020) lalu.

Benarkan tudingan ketua PHRI tersebut? Hanya waktu yang akan membuktikan. (tvl)

Exit mobile version