Site icon Jernih.co

Cerita Bandara IMIP 

Ilustrasi

Kalau sudah begini, pemimpin Indonesia yang merestui pemblokiran terhadap kejadian di Bandara IMIP selama enam tahun itu merupakan pegkhianat bangsa. Dia tidak pantas jadi pemimpin di negara ini. Bukankah tugas utama pemimpin negeri ini, sesuai dengan pembukaan UUD 1945, melindungi segenap bangsa Indonesia? Pemimpin yang membiarkan orang asing bebas keluar masuk Indonesia bukan pemimpin yang melindungi segenap bangsa Indonesia.   

Oleh     :  Ana Nadhya Abrar*

JERNIH– Inilah yang terjadi di Bandara Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Masyarakat tidak pernah mengetahui lalu-lintas orang dan barang keluar masuk bandara itu sejak 2019. Mereka baru paham tentang kedudukan Bandara IMIP pada minggu ketiga November 2025. Itu pun setelah beberapa media menyiarkan berbagai berita tentang bandara itu.

Sebuah contoh berita memuat pendapat Ketua Umum Gerakan Cinta Prabowo (GCP), H Kurniawan. Menurut dirinya, Bandara IMIP sulit diakses. Tidak sembarangan orang yang bisa masuk ke bandara tersebut. “Ini aneh. Negara ke mana selama ini? Saya minta diusut tuntas, siapa yang bermain. Jangan tebang pilih,” kata Kurniawan di Jakarta, 25 November 2025.

Masyarakat bingung. Selama enam tahun tidak ada pemberitaan tentang Bandara IMIP. Tiba-tiba muncul beritanya di berbagai media, mulai dari media online, media sosial hingga podcast. Lalu, apa sebenarnya yang terjadi di sana? Benarkah ketiadaan berita itu menunjukkan ada negara di dalam negara?

Menurut laporan media, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengaku heran dengan Bandara IMIP. Dia mengunjungi bandara tersebut saat meninjau latihan TNI pada 19 November 2025. Bagaimana tidak heran, bandara tersebut tidak memiliki bea cukai maupun imigrasi. Inilah salah satu indikator ada negara di dalam negara.

Kalau sudah begini, tentu lalu lintas orang dan barang di Bandara IMIP bebas- bebas saja. Siapa pun boleh keluar masuk bandara itu. Mereka bebas membawa barang apa saja ke sana dan dari sana. Pertanyaannya, berapa jumlah orang yang menggunakan bandara IMIP selama ini?

Menurut data  yang dihimpun Kementerian Perhubungan, sampai pada 2024, terdapat 534 pesawat yang mendarat di dan terbang ke Bandara IMIP. Sedangkan jumlah penumpangnya pada tahun yang sama mencapai 51.018 orang (https://hubud.ke-menhub.go.id/hubud/website/bandara/479).

Kita heran. Juga bingung. Data itu tercatat di Kementerian Perhubungan. Berarti pemerintah mengetahui keberadaan Bandara IMIP. Namun, muncul pertanyaan, kok di sana tidak ada bea cukai dan imigrasi?

Karena Bandara IMIP diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 2019, pandangan kita menerawang ke masa pemerintah Presiden Joko Widodo, terutama periode kedua. Kita tidak heran. Saat itu apa saja bisa terjadi. Negara bisa membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) tanpa pikir panjang. Negara bisa  mengundang investor siapa saja dan meng-usir penduduk setempat demi mewujudkan Proyek Strategis Nasional (PSN).  Kita pun lantas maklum saja.

Namun, kita ingat dengan pergantian pemimpin politik selama ini. Pergantian itu memperoleh pemberitaan yang luas. Liputannya dalam. Lengkap dengan segala prediksinya. Dari sini diharapkan terbangun kebiasaan bermedia masyarakat yang sehat. Ini penting. Sebab, kebiasaan bermedia merupakan cara masyarakat menggunakan media dan berinteraksi dengan media.

Ketika masyarakat tidak memperoleh informasi tentang apa yang terjadi di Bandara IMIP selama enam tahun dari berbagai media, mereka risau. Galau.  Mereka mulai mempertanyakan kebiasaan bermedia mereka. Adakah yang salah dengan kebiasaan bermedia mereka itu? Kalau tidak, berarti medianya yang salah? Kalau medianya yang salah, tentu ada pihak yang menutup-nutupi kejadian di sana. Siapakah mereka?

Tentu tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Yang jelas semua itu terjadi atas restu pemimpin Indonesia. Tindakan pemimpin Indonesia yang menutup-nutupi apa yang terjadi selama enam tahun di Bandara IMIP merupakan kegiatan tidak patut. Bukankah banyak kejadian yang mungkin terjadi selama enam tahun di sana? Kejadian-kejadian itu meliputi, penjahat bisa masuk Indonesia seenaknya. Pendapatan negara jadi berkurang. Membanjirnya pekerja ilegal ke Morowali. Terjadinya kerusakan lingkungan di Morowali.

Kalau sudah begini, pemimpin Indonesia yang merestui pemblokiran terhadap kejadian di Bandara IMIP selama enam tahun itu merupakan pengkhianat bangsa. Dia tidak pantas jadi pemimpin di negara ini. Bukankah tugas utama pemimpin negeri ini, sesuai dengan pembukaan UUD 1945, melindungi segenap bangsa Indonesia? Pemimpin yang membiarkan orang asing bebas keluar masuk Indonesia bukan pemimpin yang melindungi segenap bangsa Indonesia. [ ]

*Gurubesar Jurnalisme UGM

Exit mobile version