Debat yang berkualitas adalah debat yang tidak hanya asyik untuk diikuti, tetapi juga informatif dan mencerahkan pemilih. Adalah penurunan level bagi kubu manapun untuk berlarut-larut dalam pertikaian seputar data ketika ada isu kebijakan penting yang perlu dibahas.
Oleh : Rahmat Mulyana*
JERNIH—Pada debat calon presiden, 7 Januari 2024 lalu, kita menyaksikan gelombang dinamika politik yang menghentak. Bukan karena substansinya, melainkan karena pemanfaatan debat sebagai arena pertarungan pribadi dan adu data yang kerap mengaburkan inti masalah.
Sentimen serangan personal dan fokus yang tajam pada keakuratan data, sayangnya, telah menenggelamkan peluang untuk menjalankan debat yang mengedepankan substansi yang lebih penting bagi masa depan bangsa. Debat yang seharusnya menjadi medium produktif untuk memaparkan visi dan solusi bagi rakyat, malah terjerumus ke dalam perangkap yang kontraproduktif dan menyimpang dari tujuan aslinya.
Dalam suasana politik pasca-debat yang diwarnai dengan eko-eko dari pertarungan kata dan angka tersebut, ada kebutuhan mendesak untuk merefleksikan kembali arah dari dialog nasional kita. Kepada para calon presiden yang akan memimpin panggung debat berikutnya, tersemat harapan yang besar agar mereka tidak lagi terperosok ke dalam pertempuran data yang steril. Sebaliknya, diharapkan mereka akan langsung menyoroti kebijakan–sebagai inti dari debat–untuk menghasilkan diskusi yang tidak hanya produktif, tetapi juga bermakna bagi kemajuan bangsa.
Supaya debat grup kita asyik dan supaya debat capres juga bermutu maka janganlah yang terjadi adalah perseteruan mengenai fakta dan data. Itu yang ada di benak paslon 02, dan itulah yang dijadikan doktrin jubir dan pengikutnya.
Penting untuk mengingat esensi sebenarnya dari diskusi publik, terutama yang berkaitan dengan pemilihan presiden. Gambar di atas mengilustrasikan bagaimana kita harus bertransisi dari sekedar debat data menuju pembahasan kebijakan yang lebih mendalam.
Data merupakan fondasi–titik awal dari segala argumen. Namun, tanpa konteks yang tepat, data hanyalah serangkaian angka dan fakta yang tidak memiliki arti. Ketika kita memberikan konteks pada data, kita mendapatkan informasi yang terorganisasi dan berguna.
Dari informasi ini, kita dapat menarik pengetahuan ketika kita menerapkan makna dan wawasan atas informasi yang kita miliki. Kebijaksanaan datang ketika pengetahuan ini diintegrasikan dengan pengalaman dan menjadi actionable, yang pada akhirnya memandu kita dalam membuat keputusan yang bijak.
Dalam debat politik, terutama yang melibatkan calon presiden, ada kecenderungan untuk terjebak pada pertukaran argumentasi seputar keakuratan data. Kubu nomor 02, misalnya, sering kali terlihat berkutat di level dasar ini, menantang kebenaran data lawan atau membela data mereka sendiri. Sedangkan yang diharapkan dari debat pada level ini adalah pembahasan ide-ide kebijakan yang akan membawa perubahan nyata bagi masyarakat.
Memang, data yang akurat adalah penting. Tetapi fokus yang berlebihan pada titik ini dapat menyebabkan hilangnya kesempatan untuk berdiskusi tentang strategi dan solusi yang lebih besar. Para konsultan dan juru bicara kubu harus mampu, bahkan dengan data yang sedikit keliru, untuk langsung memfokuskan debat pada kebijakan dan argumen pada level tersebut.
Debat yang berkualitas adalah debat yang tidak hanya asyik untuk diikuti, tetapi juga informatif dan mencerahkan bagi pemilih. Adalah penurunan level bagi kubu manapun untuk berlarut-larut dalam pertikaian seputar data ketika ada isu kebijakan penting yang perlu dibahas. Oleh karena itu, mari kita angkat level diskusi kita, memanfaatkan data sebagai dasar, namun selalu bergerak ke arah kebijaksanaan dalam membuat keputusan yang akan mempengaruhi arah bangsa kita ke depan. [ ]
*Pengajar di Institut Tazkia