Site icon Jernih.co

Data :Aset yang Pengelolaannya Terlupakan

Apakah organisasi tersebut benar-benar bisa mengelola aset datanya jika setiap orang yang ada di dalam organisasi itu sendiri tidak mengetahui bagaimana  interaksi mereka terhadap data itu memiliki dampak satu sama lainnya?

Oleh   :  Rezha Rochadi*

JERNIH– Semua orang di era digital ini pasti mengamini bahwasanya data adalah aset penting. Tetapi apakah dalam kenyataannya kita sejatinya telah mengelola aset data seperti layaknya kita mengelola aset berharga lainnya?

Rezha Rochadi

Misal kita mengenal adanya aset keuangan dan aset sumber daya manusia, keduanya adalah aset yang berharga bagi keberlangsungan suatu organisasi. Sehingga organisasi sudah menyadarinya untuk mengelola kedua jenis aset ini sebaik mungkin.  Kondisi ini berbeda dengan data, dalam kenyataannya data hanya dianggap sebagai hasil sampingan (by product) dari suatu aset teknologi yang bernama IT.

Walaupun suka ada pemberian harapan ketika suatu permasalahan data perlu diselesaikan, solusi yang diprioritaskan pun pada praktiknya lebih sering dikembalikan ke aspek teknologi IT-nya.

Tulisan ini akan membandingkan kedua jenis aset keuangan dan sumber daya manusia ini dengan aset data.

Mengelola data vs mengelola keuangan

Ketika suatu organisasi perlu mengelola aset keuangannya, maka organisasi tersebut perlu membuat unit kerja yang bernama Finance. Di dalam unit kerja Finance terdapat berbagai tipe peran dan tanggung jawab. Ada yang bertanggung jawab sebagai direktur keuangan, kontroller keuangan, hingga administrasi pencatatan masuk keluarnya uang. Keberadaan setiap peran yang sangat terspesialiasi ini hanya untuk mengelola aset keuangan, dan tidak ada organisasi mana pun yang berani menjalankan organisasinya tanpa melibatkan kehadiran peran mereka.

Namun ketika kita melihat aset data di organisasi kita, adakah kita menemukan berbagai jenis spesialiasi peran keahlian yang memiliki tanggung jawab sangat khusus dalam mengelola aset data tersebut?

Kita semua mengetahui bagaimana keberadaan semua bentuk peran yang dibutuhkan dalam mengelola aset keuangan tersebut selalu perlu dianggarkan dan disediakan. Lalu apa alasan suatu organisasi ketika menolak gagasan akan pentingnya memperkerjakan para profesional yang memiliki keahlian-keahlian data tertentu? Kita semua sudah mengetahui akan pentingnya peran seorang akuntan keuangan dan kita juga paham apa saja yang sebenarnya mereka kerjakan. Saya punya harapan, setidaknya di masa saya masih hidup, kebanyakan orang juga akan bisa memahami apa yang sebenarnya seorang profesional data itu dapat lakukan, dan juga tiada organisasi manapun yang akan berani menjalankan organisasinya tanpa melibatkan kehadiran peran-peran keahlian mereka yang sangat khusus ini dalam mengelola data.

Mengelola data vs mengelola sumber daya manusia

Setiap organisasi juga perlu mengelola sumber daya manusianya. Maka dibentuklah unit kerja organisasi bernama HRD untuk mengawasi proses pengelolaan sumber daya manusia ini, dengan melibatsertakan pihak lain. Misal ketika manajer tertentu dari suatu fungsi organisasi butuh mempekerjakan seseorang dan memberikannya kontrak kerja, maka ia harus tetap mengikuti ketentuan jenis pekerjaan, alokasi posisi jabatan, dan pedoman kompensasi penggajian yang sudah ditetapkan oleh HRD. Manajer dari suatu fungsi organisasi tersebut tidaklah memiliki otoritas untuk bertindak sendiri tanpa mempertimbangkan dampaknya ke seluruh organisasi.

Namun bagaimana ketika kita melihat kejadian yang sama di kebutuhan ketersediaan data, berapa sering manajer dari fungsi organisasi tertentu membuat database sendiri atau mengakuisisi data dari pihak ketiga masuk ke organisasi tanpa memperhatikan bagaimana organisasi secara keseluruhan sudah menyediakan kebutuhan data yang diperlukan tersebut. Apakah ini cara pengelolaan aset data yang bijak?

Kondisi yang sama ketika setiap orang di organisasi meng-create data, meng-update data, menghapus data atau pun menggunakan data untuk memenuhi kebutuhan pekerjaannya, apa pun yang dilakukannya terhadap data perlu disadari akan selalu berdampak pada kebutuhan data lainnya di sisi lain organisasi.

Namun berapa banyak orang di organisasi yang bisa memahami dampak yang mereka lakukan terhadap aset penting yang bernama data ini? Apakah organisasi tersebut benar-benar bisa mengelola aset datanya jika setiap orang yang ada di dalam organisasi itu sendiri tidak mengetahui bagaimana  interaksi mereka terhadap data itu memiliki dampak satu sama lainnya?

Persamaan antara aset keuangan, aset sumber daya manusia dan aset data sangatlah jelas. Tentu saja di level kedetilan tertentu, ada perbedaan cara dalam bagaimana mengelola keuangan, berbeda cara dengan pengeolaaan sdm, dan berbeda pula cara dalam mengelola data.

Namun di ketiganya sama-sama memerlukan suatu sistem tata kelola (governance) yang memadai agar organisasi bisa mendapatkan manfaat terbesarnya dari potensi yang dimiliki ketiga aset tersebut. Sistem tata kelola (governance) yang dimaksud merujuk pada bagaimana organisasi mengelola berbagai macam perangkat organisasi yang diperlukan dalam mengelola aset-aset tersebut, seperti terdefinisikannya disiplin proses, kejelasan pembagian peran dan tanggung jawab, juga bagaimana setiap fungsi di organisasi saling berinteraksi; perencaanan strategi yang matang; dan memastikan “how things get done”. Ini semua adalah perangkat organisasi yang juga diperlukan dalam sistem tata kelola data (data governance).

Para pihak manajemen dan pimpinan di organisasi harus mengambil peran aktif dalam mensponsori sistem tata kelola data (data governance) ini, semata-mata untuk memastikan data sebagai suatu aset memang sudah seharusnya dikelola dengan baik. Dengan dukungan sumber daya investasi, kesempatan waktu yang mencukupi, juga dukungan ketersediaan sejumlah orang terlatih yang benar-benar perlu dilibatkan.

[ ]

* Rezha Rochadi, founder dan Chief Executive Officer PT Data Loka Nusantara

Exit mobile version