Jernih.co

Gas Melon dan Urusan Perut Rakyat

Sampai Desember 2024, sistem pendataan di Pertamina menunjukkan ada 57 juta orang yang terdata menggunakan gas melon. Jika diasumsikan satu orang mewakili satu keluarga, maka ada 57 juta keluarga yang masuk data sebagai pengguna gas melon ini. Belum lagi pengguna yang tak terdata karena tak paham sistem atau tak punya akses digital pendataan.

Oleh : Swary Utami Dewi
JERNIH– Gas elpiji bersubsidi 3 kg “mendadak langka”. Banyak media memberitakan bahwa “kelangkaan” ini dipicu adanya aturan dari kementerian terkait.

Terhitung 1 Februari 2025, tidak asal pengecer bisa menjual gas elpiji 3 kg. Pengecer yang ingin tetap menjual elpiji bersubsidi tersebut harus terdaftar sebagai pangkalan atau subpenyalur resmi Pertamina. Info pangkalan resmi sendiri bisa diakses melalui link berikut:https://subsiditepatlpg.mypertamina.id/infolpg3kg

Sebenarnya, maksud pengaturan penjualan ini juga tak keliru, yakni untuk memastikan agar subsidi elpiji tepat sasaran dan distribusi elpiji 3 kg lebih terkontrol. Harga elpiji 3 kg yang dijual di pangkalan resmi juga lebih murah dibandingkan pengecer lain, karena harga jualnya sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah daerah masing-masing.

Tapi ternyata, dampak dari penataan pengecer ini menjadikan gas melon “langka” di pasaran — meskipun Pertamina sudah menyediakan pangkalan-pangkalan resmi yang menjual gas bersubsidi itu. Antrian pembelian pun terjadi di mana-mana. Dan di banyak tempat harganya juga melambung. Apakah ini menunjukkan kurang banyaknya pangkalan resmi yang tersedia atau ada masalah dengan sistem pengecekan data pembeli gas subsidi tersebut? Yang jelas gas melon menjadi langka di pasaran, antrian pembeli terjadi, harga beli juga banyak yang meningkat, dan masyarakat mulai resah.

Susahnya mengakses gas melon ini hendaknya segera ditanggapi serius oleh pemerintah. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sangat banyak rumah tangga golongan tertentu yang menggunakan gas melon untuk keperluan memasak. Ada juga pengguna dari kelompok usaha sangat kecil yang memang diperbolehkan membeli. Sampai Desember 2024, sistem pendataan di Pertamina menunjukkan ada 57 juta orang yang terdata menggunakan gas melon. Jika diasumsikan satu orang mewakili satu keluarga, maka ada 57 juta keluarga yang masuk data sebagai pengguna gas melon ini. Belum lagi pengguna yang tak terdata karena tak paham sistem atau tak punya akses digital pendataan.

Tanpa mengabaikan informasi bahwa ada ketidaktepatan penggunaan dan sebagainya, sebaiknya masalah kelangkaan ini segera diatasi. Apalagi gas melon tenyata sudah menjadi “kebutuhan pokok” puluhan juta keluarga.

Tak terbayangkan kesulitan jutaan rumah tangga menengah ke bawah yang terhambat mengolah makanan karena kelangkaan gas melon ini. Karena itu, perlu ada strategi jitu dari Pertamina supaya tujuan pengaturan tercapai, tapi upaya tersebut tak membuat gas melon menjadi susah diakses. Bisa jadi tim Pertamina memperbanyak lagi titik-titik penjualan atau datang langsung ke lokasi padat penduduk. Kesimpulannya, pemerintah harus memastikan betul ketersediaan gas melon karena ini sudah terkait langsung dengan kebutuhan perut rakyat banyak. **

Exit mobile version