Situasi gempar setelah iftar di Ciangsana-Bantargebang ini sejatinya tak ada seujung kuku dari kengerian genosida yang dialami warga Gaza karena ulah PM Israel Benyamin Netanyahu. Memasuki hari ke-177 pertempuran, sedikitnya 32.000 ribu warga gugur. Syahid. Sekitar 75 persen dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Sekitar 80 persen permukiman warga hancur.
Oleh : Akmal Nasery Basral*
JERNIH– 1/. Sayap-sayap malam terkembang sempurna di kawasan Ciangsana pada Sabtu (30/3). Langit kelam dengan secercah cahaya bulan pada malam ke-20 Ramadan. Saya dan istri tengah mendaraskan zikir al matsurat petang (adzkarul masa) mengikuti lantunan suara merdu Syekh Mishary Rashad Al Afasy dari kanal YouTube. Ini ritual rutin harian setelah iftar (buka puasa) dan salat magrib berjamaah. Hanya berdua saja. Tiga anak kami sedang buka bersama teman mereka masing-masing di luar.
Tiba-tiba terdengar suara dentum menggelegar sekitar pukul 18.30 WIB. Seperti bunyi pintu tetangga diempas keras atau letusan ban truk di jalan depan rumah. Kami terkejut, menghentikan zikir, saling bertatapan penuh tanya, lalu bergegas keluar rumah, melihat tetangga kiri-kanan. Suasana sepi. Juga jalan di depan rumah. Tak terlihat ada musibah.
Kami kembali masuk dan menyelesaikan zikir al matsurat. Baru setelah itu mengaktifkan ponsel. Istri saya menerima voice note dari kakak perempuannya. Nada suaranya gemetar mengabarkan bahwa dari rumahnya—berjarak sekitar 3 km dari tempat kami—terdengar ledakan beruntun yang begitu keras membuat kaca-kaca jendela berderak, menciutkan nyali. Dia menyangka terjadi gempa bumi besar. Dia hanya bersama seorang anak perempuan dan anak bungsu lelaki yang terbaring sakit menderita rheumatoid arthritis (auto-immune) parah. Suami dan dua orang anak lainnya sedang tak ada di rumah.
Saya buka medsos. Sudah bersliweran posting video ledakan dengan cendawan api dan asap tebal membumbung tinggi. Sumber ledakan dari Gudang Munisi Daerah (Gudmurah) Kodam Jaya, Ciangsana, Kabupaten Bogor, menurut informasi yang dilansir Antara News. Informasi lain menyebutkan ledakan besar terjadi di gudang peluru Batalyon Artileri Medan (Yonarmed) 07/155 GS Kodam Jaya, Kec. Bantargebang, Kota Bekasi.
Mana yang benar: Gudmurah atau Yonarmed? Atau Gudmurah sama dengan Yonarmed? Saya tidak tahu. Dari informasi lainnya lagi, disebutkan bahwa gerbang kawasan gudang peluru berada di Kec. Ciangsana sedangkan posisi penyimpanan amunisi Gudang no.6 berada di Kec. Bantargebang. Jadi, kedua informasi sebenarnya mengacu pada tempat yang sama.
Kami nyalakan teve berita. Breaking news sedang menayangkan live dengan kondisi yang lebih buruk lagi. Dentuman amunisi masih terdengar dengan interval 2-3 menit sekali.
Saya putuskan bersama istri untuk mengecek keadaan kakak ipar, setelah dia kembali mengabarkan bahwa warga diimbau pengurus lingkungan untuk mengungsi sementara demi menghindari kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.
Beberapa menit kemudian kami tiba di Bundaran Gerbang Ciangsana, Kota Wisata. Macet total. Kendaraan nyaris tak bisa bergerak. Sirene pemadam kebakaran terdengar meraung-raung. Sejumlah polisi terlihat sedang mengurai kemacetan, meski tak banyak berarti.
Pada peta Google, rute Ciangsana–Bojongkulur sudah berwarna merah. Rute Narogong–Bantargebang juga merah. Dari Bundaran ini ke pusat lokasi ledakan berjarak 8 km jika harus melewati jalan raya yang berkelok-kelok. Namun jika ditarik garis lurus antara kedua lokasi, jaraknya hanya sekitar 3-4 kilometer. Itu sebabnya gelegar ledakan terdengar lebih kencang pada sejumlah cluster paling utara Kota Wisata (Nebraska, Bellwood, Nashville, Visalia, Miami, Mississippi). Salah satu video yang beredar menunjukkan sebuah granat yang tergeletak di halaman rumah seorang warga cluster Nashville–yang untungnya tidak meledak.
Kakak ipar saya tinggal di salah satu cluster di atas. Sebagian warga berkumpul di gerbang cluster yang temaram, tidak seterang biasanya pada malam hari. Petugas keamanan bertanya keperluan saya dan istri ingin masuk karena sebagian warga justru sudah meninggalkan rumah, mengantisipasi jika ada amunisi nyasar. Saya jelaskan kondisi kakak ipar yang hanya berdua dengan anaknya, dan satu di antara mereka sedang sakit keras. Sedangkan suaminya dan dua anak mereka yang paling dewasa sedang tak di rumah.
Petugas keamanan mengizinkan kami masuk dan menemani sampai ke depan rumah. Tetangga kanan-kiri sudah sepi, sebagian rumah dalam keadaan gelap. Lampu dimatikan. Seperti bagian kota lengang di film horor. Dentuman masih terdengar beberapa kali. Kadang seperti bunyi meriam bambu (lodong), kadang lebih keras membuat bumi yang dipijak bergoyang sesaat.
Setelah bertemu kakak ipar, kejadiannya baru lebih jelas. Saat ledakan awal dan beruntun terjadi, tetangga empat rumah sebelah kirinya sedang mengadakan buka puasa bersama dengan cukup banyak tamu. Tampaknya juga syukuran rumah baru. Mereka lintang pukang ketika plafon rumah ambrol. Kepanikan menjalar cepat. Apalagi setelah lini masa medsos mulai dipenuhi potongan video ledakan oleh sejumlah netizen.
Tak lama kemudian, keluarga kakak ipar kami yang lainnya juga datang berempat (suami, istri dan dua orang anak mereka yang sudah dewasa). Kondisi sakit rheumatoid arthritis (auto-immune) yang diidap keponakan kami menyisakan dilema. Untuk dievakuasi butuh ambulans dan tenaga medis berpengalaman, tak bisa diperlakukan seperti pasien biasa. Jika tidak dievakuasi, tidak ada jaminan tetap di dalam rumah merupakan pilihan terbaik.
Sebab, peluru, proyektil dan granat tidak bermata. Arah lontarannya bisa kemana-mana. Bunyi dentuman masih sambung menyambung meski intervalnya mulai lebih panjang. Saya mencatat empat ledakan besar masih terjadi pada pukul 20.40, 20.52, 21.03 dan 21.50, yang membuat bumi seperti bergoyang, di antara dentuman-dentuman lebih kecil seperti bunyi lodong.
Menjelang jam 22.00 WIB, suami kakak ipar (yang saat kejadian ledakan masih di kawasan Kota Tua Jakarta untuk satu urusan) akhirnya tiba. Beberapa warga pun saya lihat kembali ke rumah masing-masing. Menyalakan lampu rumah sehingga suasana cluster lebih terang dan mulai terasa ada aktivitas. Kecemasan berkurang.
Kami pulang dengan bahagia karena keluarga kakak ipar selamat tanpa cedera, namun sekaligus berduka cita karena warga di sekitar episentrum ledakan gudang peluru sempat dikabarkan 15 orang tewas. Informasi dari mulut ke mulut yang beredar di tengah warga. Namun kemudian Pangdam Jaya, Mayjen Mohamad Hasan, menginformasikan bahwa setelah dilakukan pengecekan dalam radius 1 km dari pusat ledakan, tak ada korban jiwa. Meski di TKP berjajar belasan mobil jenazah dan ambulans berdasarkan pantauan wartawan Warta Kota. (https://wartakota.tribunnews.com/2024/03/30/belasan-mobil-jenazah-parkir-di-dekat-gudang-peluru-yang-meledak-di-bekasi-banyak-korban-jiwa)
2/. Situasi gempar setelah iftar di Ciangsana-Bantargebang ini sejatinya tak ada seujung kuku dari kengerian genosida yang dialami warga Gaza karena ulah PM Israel Benyamin Netanyahu. Memasuki hari ke-177 pertempuran, sedikitnya 32.000 ribu warga gugur. Syahid. Sekitar 75 persen dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Sekitar 80 persen permukiman warga hancur. Anggota IDF (Tentara Nasional Israel) tidak hanya memburu lawan mereka para pejuang Hamas, juga masyarakat sipil bahkan para jurnalis yang menurut Konvensi Jenewa harus dilindungi. Kejadian semalam hanya membuat 155 KK harus mengungsi karena kondisi tempat tinggal mereka yang masih rawan ditempati.
Kondisi gempar setelah iftar di Ciangsana-Bantargebang, sekali lagi mengutip penjelasan Pangdam Jaya, “tidak ada korban jiwa.” Dan memang bukan dalam kondisi perang. Umat Islam baru selesai buka puasa sementara umat Nasrani sedang merayakan Sabtu Suci dalam rangkaian Tri Hari Suci Paskah. Bagi warga yang berada di sekitar lokasi, mendengar bunyi dentuman bertubi-tubi dan melihat lidah-lidah api menari-nari di udara, kondisinya terasa segenting hidup dan mati. Begitu dekat.
Insiden gempar setelah iftar di Ciangsana-Bantargebang juga menambah panjang daftar kelalaian aparat. Apalagi jika benar sumber ledakan dari Gudang No. 6 Gudmurah yang berisi 160.000 jenis amunisi serta bahan peledak lainnya itu sudah berusia di atas 10 tahun alias kadaluwarsa seperti disebutkan Pangdam Jaya.
Kejadian ini tak boleh terulang lagi dengan alasan apa pun. Panglima TNI–bahkan Presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI–harus segera dan tegas memerintahkan semua gudang peluru yang ada di wilayah mana pun di seantero negeri, diperiksa ulang dan diteliti dengan cermat. Cukuplah ledakan gudang peluru TNI AL di Cilandak pada 30 Oktober 1984 dan gudang peluru Gudmurah semalam menjadi pelajaran mahal dan berharga jika teledor menyimpan amunisi kadaluwarsa. Ledakan amunisi gudang peluru bukanlah semarak pijar kembang api tahun baru! [ ]
Cibubur, 31 Maret 2024