Jernih.co

Kampanye Makan Siang Gratis dalam Politik Amerika Terkini*

Mencoba menghemat uang dengan membatasi anak-anak yang Anda beri makan ternyata mahal dan merepotkan; ini mengharuskan sekolah menangani tumpukan dokumen saat mereka mencoba menentukan anak-anak mana yang memenuhi syarat. Ini juga memberatkan orang tua, yang harus membuktikan bahwa mereka miskin.

Oleh     : Paul Krugman**

JERNIH– Anda bisa mengatakan bahwa Tim Walz menjadi calon wakil presiden dari Partai Demokrat dengan trik aneh—kata viral untuk menggambarkan Donald Trump dan JD Vance. Dalam pidato kampanye perdananya, Walz memperbarui istilah tersebut menjadi “aneh dan menyeramkan sekali– creepy and weird as hell.” (Jika Anda menganggap ini berlebihan, pernahkah melihat Trump mengoceh aneh tentang Joe Biden yang akan merebut kembali pencalonan presiden dari partainya?)

Namun, Walz bukan sekadar pencipta meme. Dia juga merupakan gubernur Minnesota yang aktif dengan agenda progresif yang kuat. Saya ingin fokus pada satu elemen kunci dari agenda tersebut: mewajibkan sekolah negeri untuk menyediakan sarapan dan makan siang gratis bagi semua siswa.

Mungkin tidak secara kebetulan, perawatan anak telah lama menjadi isu utama bagi Kamala Harris, dan kebijakan Walz bisa saja berperan dalam pemilihannya sebagai pasangan Kamala.

Dalam hal kebijakan murni, makan siang gratis adalah masalah besar. Program ini juga mendapat perlawanan sengit dari Partai Republik. Dan perbedaan kedua partai politik itu dalam hal memberi makan siswa memberi tahu Anda banyak hal tentang perbedaan antara keduanya. Pada sisi ini Anda benar-benar tidak seharusnya menggambarkan gerakan MAGA—Make Smerica Great Again–sebagai “populis.”

Bahkan banyak kaum konservatif pada umumnya mendukung, atau setidaknya mengaku mendukung, gagasan makan siang gratis ini untuk anak-anak sekolah yang miskin. Program Nasional Makan Siang Sekolah sudah ada sejak tahun 1946, ketika program ini disahkan dengan dukungan bipartisan dan Presiden Harry Truman menandatanganinya menjadi undang-undang.

Mengapa pemerintah harus membantu memberi makan anak-anak sekolah? Sebagian jawabannya adalah keadilan sosial: anak-anak tidak memilih untuk dilahirkan dalam keluarga yang tidak bisa atau tidak mau memberi mereka makan dengan cukup, dan tampaknya tidak adil jika mereka harus menderita. Sebagian lagi adalah alasan pragmatis: anak-anak yang tidak menerima nutrisi cukup akan tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang sehat dan kurang produktif dibandingkan mereka yang mendapatkan nutrisi cukup Itu akan merugikan masyarakat secara keseluruhan. Jadi, pengeluaran untuk nutrisi anak bisa dibilang merupakan investasi untuk masa depan, sama seperti membangun jalan dan jembatan.

Ada alasan kuat bahwa program nutrisi anak pada umumnya lebih dari sekadar menghasilkan keuntungan dengan menciptakan tenaga kerja masa depan yang lebih sehat dan berpenghasilan lebih tinggi.

Sekolah, dengan demikian, harus memberi makan siswa yang mungkin tidak mendapatkan makanan yang cukup. Tapi mengapa memberikan makanan gratis kepada semua anak, disbanding hanya kepada anak-anak dari rumah tangga berpenghasilan rendah? Ada beberapa alasan, yang semuanya sudah akrab bagi siapa pun yang pernah meneliti masalah kebijakan antipoverty pada umumnya.

Pertama, mencoba menghemat uang dengan membatasi anak-anak yang Anda beri makan ternyata mahal dan merepotkan; ini mengharuskan distrik sekolah untuk menangani tumpukan dokumen saat mereka mencoba menentukan anak-anak mana yang memenuhi syarat. Ini juga memberatkan orang tua, yang harus membuktikan bahwa mereka membutuhkan bantuan alias miskin.

Selain itu, membatasi makanan gratis hanya kepada anak-anak yang orang tuanya dapat membuktikan kemiskinan mereka menciptakan stigma yang dapat menghalangi siswa untuk mendapatkan bantuan meskipun mereka berhak menerimanya. Saya tahu efek ini dari sejarah keluarga saya: Ibu saya, yang tumbuh besar pada masa Depresi, sering berbicara tentang rasa malunya karena tidak mampu membeli sepatu baru karena orang tuanya, meskipun sama miskinnya dengan orang tua teman-temannya, tidak bisa mengajukan bantuan kepada pemerintah.

Dan bukan berarti memberi makan anak-anak itu terlalu mahal. Jadi, jika Anda ingin memastikan anak-anak mendapatkan makanan yang cukup, membuat sekolah menawarkan makanan gratis kepada semua siswa mereka tanpa uji pendapatan, tampaknya merupakan langkah yang masuk akal.

Namun, Partai Republik secara umum tidak mendukungnya. Undang-undang Minnesota yang ditandatangani Walz disahkan dengan perbedaan suara partai yang jelas. Orang-orang di balik Project 2025, khususnya, tidak setuju. (Meskipun ada penyangkalan, Project 2025 adalah panduan yang sangat baik untuk apa yang mungkin dilakukan oleh pemerintahan Trump kedua.) Magnum opus proyek tersebut, “Mandate for Leadership,” yang memiliki 900 halaman dan memuat agenda kebijakan yang terperinci, secara khusus menyoroti pemberian makan kepada siswa sebagai sesuatu yang harus dikendalikan.

“Makanan sekolah federal semakin menyerupai program hak,” kata Trump memperingatkan, seolah-olah ini adalah hal yang buruk. Lebih jauh lagi, tertulis, “USDA tidak boleh memberikan makanan kepada siswa selama musim panas kecuali siswa tersebut mengikuti kelas musim panas.” Saya kira rasa lapar bukan masalah saat sekolah libur.

Cerita seperti inilah yang membuat saya merasa jengkel setiap kali orang menyebut MAGA sebagai gerakan populis. Orang-orang yang hampir pasti akan membuat kebijakan jika Trump menang tetap berkomitmen pada agenda ekonomi sayap kanan untuk memotong pajak bagi orang kaya sambil mengurangi program yang membantu warga Amerika yang membutuhkan—termasuk program yang membantu anak-anak.

Selain kejam, agenda ini cenderung tidak populer. Sebagian besar orang Amerika mendukung pemberian makan kepada semua siswa, terlepas dari penghasilan mereka. Sama seperti sebagian besar orang Amerika sekarang mendukung Undang-Undang Perawatan Terjangkau, yang kemungkinan besar akan kembali dicoba dihancurkan oleh Trump jika dia terpilih kembali.

Namun, sayap kanan Amerika hidup dalam ruang gema yang menormalkan pandangan tentang kebijakan ekonomi dan sosial yang sangat bertentangan dengan apa yang diinginkan mayoritas pemilih. Pandangan ekstrem tersebut sering kali tidak terlihat. Tetapi terkadang mereka memang menarik perhatian. Dan ketika itu terjadi, banyak orang menganggapnya… aneh. [dsy/The New York Times]

*Diubah dari judul asli Krugman,”Tim Walz dan Politik Aneh tentang Makan Siang Gratis”

**Paul Krugman adalah kolumnis Opini di The New York Times sejak 2000 dan profesor terkemuka di City University of New York Graduate Center. Dia memenangkan Hadiah Nobel Memorial 2008 dalam Ilmu Ekonomi untuk karyanya tentang perdagangan internasional dan geografi ekonomi.

Exit mobile version