Jernih.co

Keampuhan Buku

Membuka buku cetak adalah membuka jendela ke dunia yang hening. Setiap lembarannya mengundang sentuhan kehangatan. Ada kedekatan yang tak tergantikan, seolah kita sedang bercakap dengan sahabat karib, mendengar suaranya melalui setiap kalimat yang tertulis.

Oleh : Yudi Latif
JERNIH– Saudaraku, ada kearifan terpancar dari keputusan Keputusan Pemerintah Swedia kembali menggunakan buku cetak sebagai media pembelajaran setelah belasan tahun menggunakan perangkat digital. Bahwa belajar bukan sekadar soal teknologi, tetapi tentang esensi pengetahuan yang meresap ke jiwa.

Di dunia nan riuh oleh kilatan layar, buku cetak berdiri tenang, bak pohon tua yang kokoh di tengah badai. Ia tak tergesa-gesa, tak berpacu dengan waktu, hanya menawarkan ruang pergumulan yang intens.

Membuka buku cetak adalah membuka jendela ke dunia yang hening. Setiap lembarannya mengundang sentuhan kehangatan. Ada kedekatan yang tak tergantikan, seolah kita sedang bercakap dengan sahabat karib, mendengar suaranya melalui setiap kalimat yang tertulis.

Buku cetak tidak berkedip, tak berisik, tak memanggil perhatian kita dengan notifikasi yang mengalihkan. Ia membiarkan kita tenggelam sepenuhnya dalam kata-kata, membangun imajinasi tanpa batas, menciptakan dunia yang dihayati secara personal. Di sini, tak ada gangguan; hanya ada kita dan kisah yang mengalir perlahan.

Sementara layar digital adalah sungai deras yang membawa informasi dalam sekejap, buku cetak adalah danau tenang tempat kita merenung. Membaca dari buku cetak mengajarkan kita kesabaran, menghadirkan keintiman dengan setiap huruf yang kita baca. Tiada ketergesaan, tak ada pencarian instan—hanya perjalanan yang penuh makna.

Buku cetak juga menjadi pelindung dari kelelahan digital. Ia tidak menyilaukan mata, tidak membuat kita kehilangan fokus karena kilauannya. Ia adalah oasis di tengah gurun informasi, tempat kita bisa beristirahat dan menemukan ketenangan.

Lebih dari itu, buku cetak adalah warisan. Ia memiliki wujud, dapat disentuh, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Di dalamnya, ada jejak tangan yang pernah menyentuh, ada cerita di balik cerita. Ia adalah benda yang hidup, menyimpan sejarah bukan hanya di dalam isinya, tetapi juga dalam keberadaannya.

Maka, meskipun layar digital menawarkan kecepatan, buku cetak memberikan kedalaman. Dalam dunia yang serba cepat, kehadiran buku cetak mengingatkan kita bahwa belajar bukanlah perlombaan, melainkan perjalanan jiwa. Dan di setiap lembarannya, kita menemukan keabadian. [ ]

Exit mobile version