Jernih.co

Masih Berlakukah “Leiden is lijden”?

H agus Salim, AR baswedan, dan HM Rasjidi

Tiba-tiba Kasman menyela pembicaraan dengan mengutip pepatah kuno Belanda: “Een Leidersweg is een lijdensweg. Leiden is lijden. Jalan memimpin bukan jalan yang mudah. Memimpin itu menderita.” Kini, Ketika seorang penguasa pensiun, dibuatlah arak-arakan, bahkan pesawat tempur pun ‘mengglorifikasi’ dengan mengantarkannya pulang ke rumah pribadinya.

Oleh : Muhammad Subarkah

JERNIH– Pada suatu hari di tahun 1925 ada tiga tokoh bangsa berkunjung ke rumah salah satu bapak bangsa. Mereka adalah Mohammad Roem, Soeparno, dan Kasman Singodimejo, Ketiganya menyambangi sebuah rumah mungil dan sederhana di kawasan Tanah Tinggi, Pasar Senen, Jakarta. Sang empunya rumah adalah mantan menteri luar negeri pertama Indonesia, sekaligus salah satu tokoh utama Serikat Islam, H Agus Salim.

Sembari duduk di beranda, mereka kemudian terlibat dalam percakapan seru dengan sosok yang disebut ‘The Grand Old Man’ oleh Bung Karno itu. Apalagi semuanya fasih berbahasa Belanda, Namun, tiba-tiba Kasman mendadak menyela pembicaraan dengan mengutip pepatah kuno Belanda: “Een Leidersweg is een lijdensweg. Leiden is lijden. Jalan memimpin bukan jalan yang mudah. Memimpin itu menderita.”

Nah, hari ini kontras dengan seabad silam, yang terasa malah sebaliknya. Bayangkan saja ketika ada seorang penguasa pensiun, arak-arakan, bahkan hingga kawasan pesawat tempur ‘mengglorifikasi’ dengan mengantarkannya pulang ke rumah pribadinya. Tak ada kesederhanaan terlihat.

Kontras dengan apa yang dibicarakan para tokoh bangsa bersama “The Grand Old Man” di kampung yang selalu riuh dan padat di pusat ibu kota itu. Keriuhan ini juga untuk kali yang pertama ketika ada presiden Indonesia pensiun. Kecuali Bung Karno dan Pak Harto yang berakhir tak mengenakan, baik BJ Habibie, Megawati, Susilo Bambang Yudhono diantar pulang usai lengser dengan upacara biasa saja. Serba sederhana.

‘’Ya sekarang memang terasa layaknya sebuah pesta. Pada petang hari usai pelantikan para menteri dan pejabat negara, suara seperti itulah yang terasa di rumah mereka ,’’ kata Adi, warga Kebayoran Baru, kepada KBA News, 22 Oktober 2024.

Namun di tengah suasana hingar bingar perpindahan kekuasaan ada suasana baru yang menarik. Ini terjadi ketika seorang guru sebuah SMK di Tangerang Selatan mengaku serba salah perihal apakah sekolahnya akan memasang foto Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bersama foto Presiden Prabowo Subianto.

‘’Para siswa mengatakan akan corat-coret di bawah foto itu dengan ‘Fufu Fafa’. Saya terkejut mendengar itu. Ternyata ‘generasi Z’ paham akan apa itu ‘Fufu Fafa’ dan kaitannya dengan sosok wakil presiden. Dalam soal ini saya pun serba salah sekaligus takut dan tak enak hati,’’ kata guru itu, eorang perempuan yang tak mau disebutkan namanya.

Namun, inspirasi dari para pendiri bangsa adalah menderita, Senin malam (21/10/2024), tampak masih tersisa pada sosok Yusril Ihza Mahendra yang kini kembali menjabat sebagai menteri koordinator yang mengurusi bidang hukum.

Kenyataan itu terlihat pada wajah Yusril yang merupakan akademisi di bidang hukum tata negara, politikus, dan salah seorang tokoh pemikir dan intelektual Indonesia. Bahkan Yusril adalah ketua umum Partai Bulang Bintang yang sering disebut sebagai partai penerus Masyumi. Dia pun sudah lama terkenal disebut Moh Natsir muda.

‘’Terima kasih ya semua datang. Doakan saya sehat. Tugas ini berat sekali. Doakan ya,’’ kata Yusril ketika bersalaman dengan para penyambutnya yang telah menunggu semenjak petang hari. Tak terlihat suka rona suka cita yang berlebihan. Dia hanya tersenyum kecil saja. Bahkan, lebih tampak kesan dia malam itu sudah kelelahan karena menghadiri upacara pelantikan menteri dan wakil menteri di Istana Negara.

‘’Memang Pak Yusril ketika ketemu saya tidak seperti ketika dahulu pertama kali menjabat menteri. Karena kini semakin paham tugasnya berat sekali. Bayangkan mengkoordinasi bidang hukum, imigrasi, lembaga pemasyarakatan, HAM, Kepolisian, dan Kejaksaan. Ini berat sekali karena terkait juga secara tidak langsung dengan ‘law inforcement’ (penegakan hukum). Ini berat sekali sebab terkait struktur, budaya dan norma hukum Indonesia. Bila disinkronkan bukan pekerjaan mudah,’’ kata sahabat Yusril Ihaza Mahendra, Sabar Sitanggang.

Jadi menurut Sabar, ada bayang-bayang pendiri bangsa memimpin menderita memang terasa sekali dalam pesta kenduri di kediaman Yusril pasca pulang pelantikan dari Istana Negara. ‘’Cuma itu yang dikatakan Bang Yusril. Berat sekali tugasnya meski harus disambut dengan sikap optimistis. Jadi dia memang malam hanya minta doa keselamatan dan kemampuan membawa amanah. Pepatah Belanda kuno yang hampir diketahui semua ‘anak-anak ideologis Masyumi’, memimpin adalah jalan menderita, terbayang pada wajah Yusril malam itu.”

Semoga pepatah kuno Belanda masih diingat para pemimpin baru di hari ini: Leiden is lijden! [ ]


*Muhammad Subarkah, jurnalis senior, cerpenis dan penyair. Banyak puisinya terangkum dalam berbagai antologi, termasuk “El Tibo” yang dimuat pada Gelak Esai dan Ombak Sajak Anno 2001, dengan editor Sutardji Calzoum Bachri. Sempat menulis dua buku tentang perjalanan hajinya, “Lelaki Buta Melihat Ka’bah” (2012) dan “ Tawaf Bersama Rembulan” (2021)

Exit mobile version