Nur secara harfiah berarti cahaya (baik yang tampak, bisa diindra, maupun tidak tampak seperti gelombang elektromagnetik). Ia bisa bersifat materi fisis dari suatu ciptaan (misalnya matahari). Cahaya memiliki dualisme, yaitu sebagai gelombang (mengalami superposisi, interferensi, difraksi) dan sebagai partikel (memperlihatkan efek tumbukan). Secara metafora, nur bisa bermakna fitrah iman, hidayah, terang-benderang, menerangi, pelita, pencerahan, atribut Allah (asmaul husna), petunjuk (Islam, Alqur’an, dll.)
Oleh : Anwar Holid
JERNIH– Cahaya merupakan hal esensial bagi umat manusia, baik secara harfiah maupun metafora. Agama-agama sangat erat dengan istilah cahaya. Dalam Islam, istilah cahaya yang paling dikenal ialah nur, dengan banyak variasinya.
Demi membahas cahaya, Keluarga Alumni Masjid (Kalam) Salman ITB beberapa waktu lalu mengadakan diskusi bertema “Ayat-Ayat Cahaya: Inspirasi Keilmuan”, dengan narasumber Prof. Wahyu Srigutomo, S.Si., M.Si., Ph.D. Semasa mahasiswa Prof Wahyu Srigutomo pernah aktif di beberapa unit Masjid Salman, kini beliau ialah guru besar Ilmu Elektromagnetik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB dan ketua Physical Society of Indonesia (PSI) 2021 – 2025. Ada 53 orang yang menyimak diskusi ini.
Dalam introduksi diskusi, Sekretaris umum Kalam Salman ITB, Buroqi Tarich menyatakan ada banyak ayat Alqur’an yang berhubungan dengan pengetahuan (sains) sampai melahirkan disiplin ilmu yang spesifik, bahkan eksplorasi itu tak jarang memicu kontroversi. Karena Masjid Salman berada di kampus pusat ilmu dan teknologi, wajar bila cahaya dibahas dari berbagai perspektif.
Prof Wahyu memulai bahasan dengan ‘ayat cahaya,’ yaitu Surat Nur: 35, sebuah ayat yang kaya makna dan metafora, sangat menginspirasi, mengandung keilmuan. Nur secara harfiah berarti cahaya (baik yang tampak, bisa diindra, maupun tidak tampak seperti gelombang elektromagnetik), ia bisa bersifat materi fisis dari suatu ciptaan (misalnya matahari). Secara fisika, cahaya merupakan bentuk radiasi elektromagnetik. Ia memiliki dualisme, yaitu sebagai gelombang (mengalami superposisi, interferensi, difraksi) dan sebagai partikel (memperlihatkan efek tumbukan).
Secara metafora nur bisa bermakna fitrah iman, hidayah, terang-benderang, menerangi, pelita, pencerahan, atribut Allah (asmaul husna), petunjuk (Islam, Alqur’an, dll.)
Allah ialah cahaya itu sendiri dalam pengertian yang hanya dipahami oleh Allah saking Ia Maha Agung. Allah yang menciptakan dan memberi cahaya di langit dan bumi. Ketika berada di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad SAW melihat cahaya sebagai wujud kehadiran Allah, mirip dengan Nabi Musa AS yang melihat cahaya di Bukit Thur, namun langsung pingsan karena tak kuasa memandang-Nya.
Cahaya sangat dominan dalam khazanah Islam. Ketika berdoa kepada Allah, kita berharap mendapat cahaya, pencerahan, atau petunjuk, selain dikabulkan. Cahaya (nur) sering dibandingkan atau dilawankan dengan kegelapan (zhulumat), yaitu kondisi tidak ada petunjuk, tersesat, kekufuran. Sehingga ada oposisi Islam vs jahiliyah, iman vs kufur. Karena itu umat Islam harus senantiasa waspada terhadap upaya kalangan tertentu yang berusaha memadamkan atau menutupi cahaya Islam, misalnya berupa Islamofobia, sekularisme, dan ateisme.
Alqur’an merupakan buku yang penuh cahaya, book of signs (buku berisi tanda-tanda) karena ia memberi petunjuk dan inspirasi kepada semua pembacanya, tidak terbatas kepada umat Islam. Meski bukan buku sains, Alquran mengundang seluruh umat manusia untuk mengeksplorasi isinya secara keilmuan, mendorong untuk mempelajari alam semesta (Adz-Dzariyat: 47). Manusia membutuhkan cahaya untuk bisa memahami maupun mengukur alam semesta, misalnya dalam menyelami pernyataan bahwa Allah menciptakan tujuh lapis langit (Al-Mulk: 3-5).
Cahaya memiliki sifat dan fungsi tertentu yang bisa dimanfaatkan. Cahaya menginspirasi umat Islam untuk mengeksplorasi hakikat dan manfaatnya, hingga hasilnya mempengaruhi peradaban manusia. Contoh dalam memahami kerja dan sensor retina (cara mata menangkap cahaya), juga menemukan teknologi kamera dan teropong. Di masa kini, ilmuwan muslim mengeksplorasi cahaya dalam teleportasi dan mencoba mengungkap berbagai fenomena keilmuan. Gelombang elektromagnetik (cahaya tak tampak) bermanfaat baik untuk eksplorasi bumi dan angkasa.
Di akhir diskusi, seorang peserta bertanya: bagaimana cara menafsir ayat-ayat Alqur’an agar ia menjadi sumber inspirasi? Prof Wahyu menyatakan bahwa cara belajar, sistematika, prioritas, dan perjalanan manusia beda-beda. Belajar juga membutuhkan rujukan yang baik dan tepercaya. Panggilan Alquran kepada manusia itu besar, lakukanlah sesuai kapasitas diri kita. Tujuan utama belajar ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah. [ ]