Jernih.co

Michel Chodkiewicz, Pengagum Ibnu Arabi yang Kurang Dikenal di Sini

Michel Chodkiewicz, ujung kiri, bersalam.

Buku itu, dari judulnya terlihat ingin menggambarkan bahwa Al-Quran adalah samudera tak bertepi. Sebuah ilustrasi yang menjelaskan bahwa setiap ayat, kalimat, dan huruf dalam Al-Quran memiliki banyak sisi yang dapat ditafsirkan oleh pembacanya, bergantung pada situasi dan kondisi dimana ia berada

Oleh  : Idris Masudi

JERNIH– Michel Chodkiewicz, salah satu sarjana besar kenamaan asal Prancis, telah wafat pada 31 Maret 2020 lalu. Orang besar itu, entah mengapa, kurang dikenal di sini.

Idrus Masudi

Chodkiewicz dikenal sebagai seorang pakar sufisme garda depan, terutama berkaitan dengan tasawufnya Ibn Arabi. Ia juga dikenal sebagai salah satu pembesar Tarekat Kubrawiyah (tarekat yang dinisbatkan kepada Syekh Najmuddin Kubra). Dalam bidang yang digelutinya, namanya sejajar dengan sarjana-sarjana Barat pengkaji tasawuf seperti Nicholson, Henry Corbin dan lainnya.

Meski demikian, di Indonesia nama Michel Chodkiewicz kurang–untuk tidak mengatakan tidak– cukup dikenal. Bahkan, ketika penulis mencoba menelusurinya di internet melalui mesin pencari Google dengan menulis namanya sebagai kata kunci, saya tak menemukan satu pun tulisan tentangnya. Dalam pencarian itu, selain diarahkan ke beberapa artikel berbahasa Inggris, yang justru muncul malah situs “marketplace” penjualan buku terjemahan karyanya.  Setahu saya, salah satu karya Michel Chodkiewicz sudah pernah diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia adalah “Konsep Ibn `Arabi tentang Kenabian dan Aulia”, yang diterbitkan penerbit Raja Grafindo Persada pada tahun 1999.

Kelangkaan studi tentang Chodkiewicz di negeri ini juga bisa terlihat pasca-wafatnya sufi pengagum Ibnu Arabi tersebut. Setidaknya hingga tulisan ini dikerjakan, belum ada satu pun “obituari” yang mengulasnya.

Berbanding terbalik dengan tulisan berbahasa Indonesia, tulisan-tulisan tentang Michel Chodkiewicz dalam bahasa Arab cukup melimpah. Bahkan, Grand Syaikh Al-Azhar saat ini, Syaikh Ahmad Thayyeb, selain pernah menerjemahkan karya Chodkiewicz juga pernah menerjemahkan sebuah diskusi-wawancara Chodkiewicz tentang Ibn Arabi.

Bahkan laman Al-jazeera.net tak lama berselang setelah wafatnya sang filsuf sudah menurunkan tulisan obituari penempuh tarekat Kubrawiyah ini dengan judul: “Aslama fi Umr ash-Shiba wa tarajjama Syaikh Al-Azhar Kitabahu. Wafat al-Failusuf al-Faransi Michel Chodkiewicz. Terjemah bebas judul artikel tersebut, “Memeluk Islam sejak kecil…karyanya diterjemahkan oleh Syaikh Azhar. Wafatnya filsuf Perancis Michel Chodkiewicz”.

Keluarga pecinta Ibn Arabi

Michel Chodkiewicz lahir pada tanggal 13 Mei 1929.  Dalam obituari yang dilansir Al-Jazeera.net disebutkan, Michel Chodkiewicz memeluk agama Islam saat usianya mencapai tujuh belas tahun. Ia menggambarkan dirinya saat masuk Islam ini sebagai “hasil dari perenungannya sejak ia masih remaja ‘murahiq’“. Konon, ia merasa tidak terpuaskan atas jawaban yang diberikan oleh Katolik atas pertanyaan yang ia ajukan.

Filsuf sekaligus sufi ini pernah menduduki jabatan Direktur di École des Hautes Études en Sciences Sociales (EHESS). Ia telah menulis sejumlah karya dalam bidang tasawuf. Di antaranya, ia bersama-sama W.C. Chittick, C. Chodkiewicz, D. Gril and J.W. Morris telah menerjemahkan “Futuhat al-Makkiyyah”-nya Ibn Arabi ke dalam bahasa Prancis dengan judul “Les Illuminations de La Mecque”.

Karya lainnya tentang Ibn Arabi berjudul “Le Sceau des Saints, Prophétie et Sainteté dans la doctrine d’Ibn ‘Arabî” diterjemahkan oleh Grand Syaikh Al-Azhar, Syaikh Ahmad Thayyeb dengan judul “Al-Walayah wan-Nubuwwah ‘Inda Muhyiddin Ibn Arabiy”.

Karya lainnya yang cukup fenomenal adalah buku berjudul “Samudera Tanpa Pantai” (yang dalam edisi Arab diberi judul “Bahr Bila Sahil: Ibn Arabi, Al-Kitab wasy-Syar”). Sebuah buku pengantar studi pemikiran Ibn Arabi, sufi akbar yang menginspirasi pemikiran-pemikirannya.

Ibnu Arabi

Buku itu, dari judulnya terlihat ingin menggambarkan bahwa Al-Quran adalah samudera tak bertepi. Sebuah ilustrasi yang menjelaskan bahwa setiap ayat, kalimat, dan huruf dalam Al-Quran memiliki banyak sisi yang dapat ditafsirkan oleh pembacanya, bergantung pada situasi dan kondisi dimana ia berada. Buku tersebut juga ingin menandaskan bahwa setiap pembaca Al-Quran wajib untuk kembali kepada keadaan “ummiyyah” alias “buta huruf” sebagaimana saat ia dilahirkan oleh ibunya.

Dalam pengantar bukunya, “Le Sceau des Saint”, Chodkiewicz mengatakan bahwa kajian tentang Ibn Arabi di kalangan orientalis baru dimulai sejak pertengahan abad ke-19. Gustav Flugel melalui penerbitan kitab At-Ta’rifat menyisipkan catatan tentang istilah-istilah yang digunakan Syaikh Akbar.

Chodkiewicz menulis: “Pada tahun 1845 di kota Leipzig seorang orientalis kenamaan, Gustav Flugel, yang merupakan salah satu murid dari Silvestre de Sasi, menerbitkan buku karya al-Jurjani berjudul “At-Ta’rifat”. Di akhir buku tersebut, Flugel menambahkan sebuah catatan tipis berjudul “Ishtilahat as-Syaikh Muhyiddin Ibn ‘Arabi” sembari menerbitkan risalah pendek Syaikh Akbar tersebut. Kajian tentang Ibn Arabi di kalangan orientalis ini berhenti cukup lama. Kemudian pada tahun 1911, Nicholson menerbitkan karya Ibn Arabi berjudul ‘Tarjuman al-Asywaq’ dan sekaligus diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris…Tahun-tahun berikutnya kajian tentang Ibn Arabi terus berkembang pesat.”

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Pepatah itu mungkin cukup menggambarkan bagaimana ketekunan sang ayah, Michel Chodkiewicz, dalam menggeluti pemikiran Ibn Arabi jatuh menurun kepada puterinya, Claude Chodkiewicz Addas.

Ya, Claude C. Addas juga menekuni apa yang telah dilakukan oleh ayahnya. Ia juga telah menelurkan sejumlah karya tentang tasawuf falsafi, terutama Ibn Arabi. Bahkan beberapa di antaranya sudah diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Di antaranya buku berjudul “Mencari Belerang Merah: Kisah hidup Ibn ‘Arabi” yang merupakan terjemahan dari edisi Inggris berjudul “Quest for the Red Sulphur: The Life of Ibn Arabi”. Versi Inggris tersebut juga sebenarnya terjemah dari edisi bahasa Perancis.

Sang ayah juga tak segan memberikan apresiasi atas capaian puterinya dalam menggeluti samudera pemikiran Ibn Arabi. Dalam pengantar bukunya berjudul “An Ocean: Ibn Arabi ‘s Views on The Book and The Law” (edisi bahasa Inggris yang merupakan terjemahan dari bahasa Prancis), Michel Chodkiewicz mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan buku tersebut. Orang pertama yang disebutnya tak lain adalah puterinya sendiri: Claude Addas.

Selamat jalan, Prof. Semoga Engkau dikumpulkan bersama orang-orang yang Engkau cintai; Nabi Muhammad dan Sang Belerang Merah: Rais al-Akbar Ibnu Arabiy, sebagaimana sabda Nabi: al-Mar’u Ma’a Man Ahabb

Lahul Fatihah… [ ]

Exit mobile version