Jernih.co

Pecinta Aspal: Bahaya di Ujung Terowongan

hati-hati keluar terowongan Senin

Beberapa faktor penentu keselamatan berkendara antara lain adalah kecukupan jarak pandang dan jarak selamat serta kemampuan bereaksi pengendara terhadap kemunculan dan/atau perubahan posisi/gerakan obyek mendadak di depan mata.

Penulis: Priyanto M. Joyosukarto

JERNIH-Salah satu pertanyaan yang jarang dipikirkan oleh publik adalah, (1) Apakah kalau kita mengikuti aturan hukum di jalan itu pasti akan selamat bebas kecelakaan? Atau, (2) Benarkah kata polisi bahwa kecelakaan selalu diawali dengan pelanggaran hukum?

Beberapa faktor penentu keselamatan berkendara antara lain adalah kecukupan jarak pandang dan jarak selamat serta kemampuan bereaksi pengendara terhadap kemunculan dan/atau perubahan posisi/gerakan obyek mendadak di depan mata.

Nilai kuantitatif untuk ketiga parameter tersebut bervariasi sesuai kecepatan kendaraan dan kebugaran fisik pengendara.

Priyanto M Joyosukarto

Pandangan mata ke depan tidak boleh terhalangi. Jarak selamat tidak boleh dikurangi dan waktu reaksi tidak boleh kurang dari sekian detik tertentu sesuai kecepatan kendaraan. Bila salah satu, dua, atau ketiganya tidak terpenuhi maka kecelakaan tinggal menunggu waktu.

Dan harus dipahami pula bahwa sesuai Model Ekosistem Keselamatan Enam (6) M, syarat-syarat keselamatan di atas tidak hanya pengendara saja yang harus paham tapi juga pihak otoritas publik khususnya jajaran Kementerian Perhubungan (Kemhub), Dinas Perhubungan (Dishub), POLRI, dan operator tol.

Bila para otoritas publik ini melakukan kesalahan maka akibatnya bisa fatal bagi publik. Berikut ini adalah salah contohnya;

Di Jakarta dari arah Tugu Tani ke timur ke arah Cempaka Putih ada terowongan under pass melintas di bawah rel di selatan Stasiun Pasar Senen. Tidak ada aturan batas kecepatan bagi mobil yang melintas terowongan. Menurut saya bila lebih dari 60 km akan menemui bahaya di ujung keluar terowongan. Bagaimana bisa?

hati-hati keluar terowongan Senen. ada jalur 100 m di depan

Sekitar 50 m di timur depan ujung keluar terowongan itu dulu ada terpasang di atas ketinggian jalan, rambu petunjuk arah bagi busway dan kendaraan lain. Di bawahnya, badan jalan dibagi dua (2) lajur, lurus untuk busway, serong kiri untuk non busway. Di sinilah pangkal masalahnya karena kedua lajur itu disekat dengan separator busway dari bahan beton setinggi 70 cm.

Bila kecepatan kendaraan anda di atas 60 kmph plus pikiran anda lagi bercabang (distracted) dan anda ingin taati aturan dengan banting steer ke kiri tidak masuk lajur busway, kemungkinan mobil anda akan menghantam separator beton tersebut.

Kecelakaan seperti itu sudah pernah terjadi di suatu pagi sekitar pk 05.30 dan pernah saya potret (lihat fotonya). Apa kesimpulannya?

Fasilitas publik, khususnya rambu-rambu lalu lintas yang dibuat tanpa mengindahkan kebenaran hukum alam bisa memicu human error penyebab kecelakaan alias tidak selamanya mengikuti aturan legal itu selamat. yang pasti benar, mengikuti hukum alam dijamin selamat.

Mungkin Dishub DKI Jakarta sudah sadar dan pintar, sekarang separator beton tersebut sudah dihilangkan dan diganti dengan kanstein tertanam ke dalam tanah tapi masih muncul tiga centimeter ke atas tanah (sehingga mudah dilintasi/diinjak roda mobil dan motor). Juga diberi garis padat marka jalan plus tiga buah eye catching di ujungnya. (di pagi hari sedikit cemlorot).

Baguslah bila pihak manajemen publik (M5) sudah belajar dari kesalahan dan melakukan pembenahan lapangan maka kecelakaan serupa di lokasi yang sama atau di lokasi lain bisa dicegah.

Itu karena, di negara kita ini, manajemen publik itu termasuk yang paling malas-reluktan untuk belajar memperbaiki diri. Padahal kesalahannya banyak sekali tersebar di banyak bagian negeri ini.

Saya yakin apa yang saya pikirkan ini belum disadari oleh para pihak. Sebagai rakyat saya bermimpi punya aparat pemerintah itu yang cerdas-cerdas agar kebijakan dan tindakan yang mereka buat benar dan tepat semua karena telah berpihak kepada kebenaran hukum-hukum alam pengendali proses-proses (perilaku-perilaku) yang ingin diatur.

Jadi, jawaban terhadap kedua pertanyaan pembuka tersebut di atas adalah “belum tentu”, bila yang dimaksud dengan hukum itu hukum buatan manusia, tapi “ya” bila yang dimaksud adalah hukum alam. Terima kasih.

Priyanto M. Joyosukarto, KOMTRASS & TSS Founder/Nuclear Engineer/Industrial Safety&Security Lecturer/Kyokushin Karate Instructor; Kyokushin Karateka 4-th Dan/IKOK Reg. No. 73.236 (1989)/M-TSA Inspirator & Motivator/Road Traffic Observer.

Exit mobile version