Mereka menebarkan kabar penuh ejekan. Bahwa kaum Muslimin tidak memiliki pemimpin handal dan bermartabat. Sehingga harus memilih Salim, bekas budak belian asal Romawi yang dijual orang Persia kepada Subaitah, saudagar perempuan terkaya di Yatsrib.
Oleh : H. Usep Romli HM
Hijrah (perpindahan) umat Islam dari Mekah ke Yatsrib (Madinah), berlangsung secara berangsur-angsur. Nabi Muhammad Saw, memerintahkan para sahabat terkemuka, untuk menjadi pemimpin rombongan-rombongan umat Islam generasi awal itu, menuju tempat baru yang lebih baik bagi kehidupan kaum Muslimin dan perkembangan agama Islam. Nabi Saw sendiri, bersama sahabat Abubakar Assiddik, akan berangkat paling akhir setelah semua kaum Muslimin Mekah selamat tiba di Yatsrib.
Tempat berkumpul kedua kaum berjauhan tempat asal, yang dipersatukan oleh keimanan dan keislaman, berada di Quba. Mereka menjadikan sebuah lapangan kecil sebagai tempat salat berjamaah.
Tapi siapakah yang pantas dijadikan imam? Para sahabat lain yang sudah ada di Yatsrib, seperti Umar bin Khattab, Abdullah bin Mas’ud, Hamzah bin Abdul Muthalib, tidak berani mengajukan diri. Walaupun mereka termasuk sahabat-sahabat utama, mereka menganggap kalangan Anshar (pribumi Madinah), lebih berhak menjadi imam, sebelum Rasulullah Saw tiba.
Akhirnya semua sepakat menunjuk Salim, anak angkat Huzaifah. Ia pernah mengalami masa kanak-kanak di Yatsrib. Masuk Islam sejak remaja, ketika dibawa majikannya berkunjung ke Mekah. Bahkan mendapat status merdeka dari tuannya, Subaitah, istri Huzaifah, salah seorang tokoh Quraisy yang masuk Islam mengikuti jejak Utsman bin Affan.
Atas pertimbangan sebagai “orang pribumi”, dan fasih membaca Quran, Salim akhirnya diangkat menjadi imam salat sementara. Mula-mula ia menolak, karena malu oleh sahabat-sahabat yang lain. Namun para sahabat Muhajirin tetap menyatakan, Salim paling cocok ditinjau dari pengalaman sebagai warga Yatsrib dan sebagai Muslim generasi awal di Madinah.
Akhirnya, Salim bersedia menjadi imam sementara.
Tapi tiba-tiba muncul isu-isu negatif yang ditiupkan kaum musyrikin dan kaum Yahudi Yatsrib, yang tidak senang melihat kedatangan kaum Muslimin Muhajirin.
Mereka menebarkan kabar penuh ejekan. Bahwa kaum Muslimin tidak memiliki pemimpin handal dan bermartabat. Sehingga harus memilih Salim, bekas budak belian asal Romawi yang dijual orang Persia kepada Subaitah, saudagar perempuan terkaya di Yatsrib. Ketika itu Salim berusia enam tahunan.
Kaum Anshar dan Muhajirin tidak meladeni provokasi tersebut. Sebab ajaran Islam memiliki prinsip kesamaan, dan kesetaraan, berdasarkan takwa. Ketaataan melaksanakan perintah Allah SWT dan kemampuan menjauhi laranganNya. Bukan karena status masa lalu, warna kulit, kebangsaan, atau pangkat dan jabatan. Salim memenuhi sarat-sarat tersebut.
Umat Islam Muhajirin dan Anshar, tidak peduli atasan ejekan pihak lain yang tidak mengerti – bahkan membenci – ajaran Islam. [ ]
Sumber : “Al Wa’dul Haq” karya Dr.Thaha Hussein.