Jernih.co

“Percikan Agama Cinta”: Berhijrahlah Karena “Cinta”

Illustrasi

Setiap langkahmu, engkau endapkan di suatu sudut bernama: cinta. Demi melahirkan pengalaman keagamaan yang sanggup menguatkan jiwamu. Sadarlah, tanpa diawali keresahan, rasa beragamamu selamanya hanya bergerak di permukaan. Miskin makna.

JERNIH–Saudaraku,

Sekali lagi, fenomena hijrah sungguh menjamur. Melanda umat Islam akhir-akhir ini, terutama di kalangan urban dan publik-figur. Aku berharap, semoga insyarat itu membawa engkau benar-benar jatuh pada pelukan Islam kaffah berasakan cinta.

Ya, hijrahnya tak berhenti pada tataran lahiriah, simbolik, dan atribut semata, tapi menyelusup ke wilayah batin terdalam setiap insan. Aku merindu pada setiap kegelisahan yang engkau alami. Karena setiap kekecutan akan mengantarkanmu pada penjelajahan spiritual mengasyikkan.

Deden Ridwan

Engkau diajak bertamasya mengarungi kebun-kebun rindu yang ditanam para pecinta di mana benih-benihnya turun dari langit. Selama menyusuri taman-taman itu, hatimu bergetar sambil terus berstigfar: bermujahadah menghitung waktu. Setiap langkahmu, engkau endapkan di suatu sudut bernama: cinta. Demi melahirkan pengalaman keagamaan yang sanggup menguatkan jiwamu. Sadarlah, tanpa diawali keresahan, rasa beragamamu selamanya hanya bergerak di permukaan. Miskin makna.

Wahai para pehijrah. Luruskan niatmu. Karena hal itu akan menentukan proses arahmu dalam berhijrah. Sang Nabi cinta menegaskan: berhijrahlah karena engkau semata rindu pada pelukan cinta-Nya. Bukan hijrah karena tren. Bukan pula karena dunia, ego, atau bahkan keuntungan diri. Ingat, bila hijrah bukan karena berharap memeluk cinta-Nya, hanya akan menumbuh suburkan tunas-tunas egomu. Seolah-olah mendekat kepada agama padahal sesungguhnya engkau menjauh atau mengerdilkan agama atas nama keagungan-Nya.

Aku bersedih. Kini, banyak gerakan hijrah malah menyuburkan kelompok eksklusif: merasa dirinya paling benar karena telah hijrah. Yang belum hijrah dianggap salah. Dan, lebih parah lagi, tidak dikatakan hijrah jika tidak berani menyalahkan dan mengganti corak lama dengan cara baru.

Ketahuilah. Konservatisme dan formalisasi agama memang melanda hampir semua agama. Ada semacam trend kembali ke agama. Namun umumnya terjebak dalam ‘penggunaan’,  bukan ‘penghayatan’ agama. Maka, jangan tinggal diam. Engkau mesti berusaha membendung dan melawannya. Mengoptimalkan kemampuan dan posisimu masing-masing: sebagai pendidik, pedakwah, penulis…  Apa pun! [Deden Ridwan]

Exit mobile version