kusebutkan nama-Mu di setiap awal matahari terbit. Menuju sebuah tempat bernama: ruang kosong. Di ruangan itu, aku tepekur menatap suatu gambar yang merekam jejakku menyelami waktu.
JERNIH— Saudaraku,
Demi masa,
sungguh manusia dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman:
mengerjakan kebaikan, saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran (103-1-3).
Demi waktu,
kusebutkan nama-Mu di setiap awal matahari terbit. Menuju sebuah tempat bernama: ruang kosong. Di ruangan itu, aku tepekur menatap suatu gambar yang merekam jejakku menyelami waktu.
Demi batas,
apa yang kubayangkan? Hanyalah benda-benda mati. Tergeletak di atas kayu berbentuk empat persegi panjang, dihiasi lukisan kata-kata beraroma cinta. Di setiap pagi, angin sepoi-sepoi menembus sela-sela jendela: membuatku terbang ke alam meta-epas.
Demi sangkala,
begitu berkuasakah entitas-entitas dan tutur-tutur itu?
Kukatakan: tidak!
Kuletakkan di tepi pensil. Aku mesti melampaui delusi itu, menemukan makna. Menyurat tikas kearifan. Karena sungguh, aku tak mau termasuk orang-orang merugi. [Deden Ridwan]